Liputan6.com, Jakarta Presiden Sukarno sempat menolak niatan pembentukan satuan elite pengawal khusus untuk dirinya. Sebab, sang proklamator menilai keberadaan Komandan Detasemen Kawal Pribadi (DKP) untuk dirinya sudah dirasa cukup.
Namun munculnya percobaan pembunuhan yang sempat terjadi di Istana saat Idul Adha tahun 1962 terhadap dirinya, seperti dikutip dalam buku "H. Mangil Marto Widjojo: Kesaksian Tentang Sukarno 1945-1967", membuatnya akhirnya menerima usulan Menteri Pertahanan dan Keamanan Jenderal Abdul Haris Nasution. Nasution mengusulkan agar dibentuk resimen khusus untuk mengawal dan menjaga keselamatan presiden dan keluarganya, bernama Tjakrabirawa.
"Pada hari kelahiranku di 1962, dibentuklah pasukan Tjakrabirawa. Satu pasukan khusus dengan kekuatan 3.000 orang yang berasal dari keempat angkatan bersenjata. Tugas pasukan Tjakrabirawa adalah melindungi presiden," kata Soekarno dikutip dari buku Sukarno Penyambung Lidah Rakyat yang ditulis Cindy Adams.
Advertisement
Namun siapa sangka, lahirnya satuan yang terbentuk dari anggota terpilih di empat matra terbaik, Angkatan Darat, Batalyon Banteng Raiders. Angkatan Laut, Korps Komando Operasi (KKO). Angkatan Udara, Pasukan Gerak Tjepat (PGT) dan Polisi, Resimen Pelopor, menjadi bala bagi tewasnya tujuh pahlawan revolusi pada Gerakan 30 September 1965.
Adalah Komandan Batalyon I Kawal Kehormatan Letkol Untung Syamsuri. Seorang digadang pembawa petaka bagi satuan ini. Atas isu liar akan adanya kup pada Presiden Sukarno saat pertemuan dewan jenderal 5 Oktober, maka dia rekrut sebagian pasukan Tjakrabirawa menjadi anakbuahnya untuk terlibat dalam gerakan 30 September.
"Momen tepat untuk menindak para Jenderal yang tidak loyal pada Presiden. Menjelang 5 Oktober para Jenderal Angkatan Darat yang akan menjadi sasaran penculikan, kemungkinan besar berada di Jakarta untuk menghadiri acara. Artinya, tidak sulit untuk menjangkau para Jenderal itu selama masih berada di Jakarta (pikir Untung)," tulis Petrik Matanasi, dalam bukunya yang berjudul Tjakrabirawa, seperti dikutip dari Merdeka.com.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Eksekusi
Untung lalu mengontak bekas anak buahnya di Kodam Diponegoro. Berbekal isu kup tersebut, Untung kemudian membentuk tiga kelompok kepemimpinan perwira Tjakrabirawa
"Pertama, Pasopati, kedua Bimasaksi, dan ketiga bernama Pringgodani. Semua dipimpin perwira Tjakrabirawa, anak buah Untung," tulis Petrik.
Ketiga pasukan ini memiliki peranannya masing-masing dalam bersiaga dalam operasi penculikan dan pembinasaan para jenderal yang disangka ingin melakukan kup terhadap Sukarno.
Pasopati adalah pasukan yang bertugas menculik dan membunuh secara langsung ketujuh Jenderal Angkatan Darat yang akan diculik.
Bimasakti adalah pasukan yang bertugas di Jakarta Pusat. Mereka berjaga kawasan di Medan Merdeka, dekat Monumen Nasional (Monas).
Pringgodani adalah pasuka yang bertugas mempertahankan pangkalan Halim Perdanakusuma dan mengamankan Presiden Sukarno bila berada di instalasi militer.
"Pangkalan udara Halim Perdanakusumah adalah basis utama G30S," tulis Petrik.
Semua pasukan telah terpetakan, eksekusi pun dilakukan pada Tanggal 1 Oktober 1965 dini hari. Pasukan Pasopati menunaikan perintah Untung untuk membinasakan para jenderal yang menjadikan rekam kelam jejak Tjakrabirawa.
Advertisement