Survei: 95 Persen Guru Setuju Pembelajaran Jarak Jauh

Survei ini melibatkan 27.046 responden yang terdiri dari guru dan tenaga kependidikan dari 34 provinsi di seluruh Indonesia. Survei dilakukan pada 18 Agustus hingga 5 Septem

oleh Yopi Makdori diperbarui 22 Okt 2020, 20:31 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2020, 20:24 WIB
Diperpanjang Sampai 20 Mei, Siswa Belajar Online di Rumah
Siswa sekolah dasar belajar online menggunakan aplikasi Zoom Cloud Meetings di Pamulang Tangerang Selatan, Kamis (2/4/2020). Gelombang work from home (WFH) membuat kebutuhan terhadap aplikasi video conference meningkat saat pandemi Corona Covid-19. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta - Wahana Visi Indonesia merilis hasil survei mengenai pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama masa pandemi Covid-19. Salah satu temuannya mengungkap bahwa 95 persen responden guru yang disurvei mengaku setuju PJJ atau kombinasi PJJ dan belajar tatap muka.

"Soal strategi belajar dari 95 persen guru setuju akan PJJ atau blended learning, guru 3 T memilih luring karena keterbatasan akses dan infrastruktur, ABK (anak berkebutuhan khusus cenderung memilih PJJ daring," papar Education Team Leader Wahana Visi Indonesia, Mega Indrawati melalui daring pada Kamis (22/10/2020).

Survei ini melibatkan 27.046 responden yang terdiri dari guru dan tenaga kependidikan dari 34 provinsi di seluruh Indonesia. Survei dilakukan pada 18 Agustus hingga 5 September lalu.

Mega menuturkan, sebanyak 76 persen guru merasa khawatir untuk kembali mengajar tatap muka di kelas. Pasalnya di tengah masih pandemi, proses belajar mengajar dengan nyaman masih terasa jauh dari harapan. 

"Guru khawatir dan ragu untuk kembali ke sekolah, terkait penularan COVID-19 dan kondisi belajar tidak nyaman/tidak efektif," ujarnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

1 dari 4 Guru Merasa Aman di Sekolah

Dari hasil survei tersebut, Mega mengungkap hanya satu dari empat guru yang merasa sekolah aman dan kecil kemungkinan menjadi lokasi penyebaran COVID-19.

Menariknya, rasa kekhawatiran ini cenderung lebih tinggi di kelompok guru pendidikan khusus atau sekolah inklusi.

"79 persen guru pendidikan khusus/inklusi cenderung lebih merasa khawatir," jelasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya