UMP 2021 Tak Naik, Buruh Ancam Mogok Kerja Nasional

Said mengatakan, dalam waktu dekat, KSPI dan buruh Indonesia akan melakukan aksi pada 2 November di depan Istana dan Mahkamah Konstitusi.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Okt 2020, 16:19 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2020, 16:17 WIB
FOTO: Setahun Jokowi - Ma'ruf, Buruh Demo Minta Cabut UU Cipta Kerja
Massa dari berbagai elemen buruh berunjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis (22/10/2020). Dalam aksi yang digelar bertepatan dengan setahun pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wapres Ma'ruf Amin itu massa meminta dikeluarkannya Perppu pencabutan UU Cipta Kerja. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Serikat buruh menolak surat edaran Menteri Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa nilai upah minimum (UMP) 2021 tidak naik. Buruh pun mengancam menggelar aksi mogok nasional.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, serikat buruh meminta agar para gubernur mengabaikan SE tentang Penetapan Upah Minimum tahun 2021 (UMP 2021) Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Dia mengatakan, bila tidak ada kenaikan upah minimum, bisa dipastikan aksi-aksi buruh akan membesar dan semakin menguat. Apalagi hal ini terjadi di tengah penolakan omnibus law.

"Bisa saja akhirnya kaum buruh mengambil keputusan mogok kerja nasional," kata dia, Jumat (30/10/2020).

"Berbeda dengan mogok nasional yang dilakukan pada tanggal 6-8 Oktober lalu, kali ini bentuknya adalah mogok kerja nasional yang dilakukan oleh serikat buruh di tingkat pabrik," ucap Said Iqbal.

Dia menambahkan, persoalan upah adalah persoalan di tingkat perusahaan atau pabrik. Mereka bisa mengajukan perundingan kenaikan upah yang dilakukan secara bersamaan di masing-masing perusahaan. Jika deadlock, maka sudah memenuhi persyaratan yang diatur Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan untuk melakukan mogok kerja.

"Menaker adalah orang yang paling bertanggung jawab kalau terjadi mogok kerja nasional. Stop produksi serentak di seluruh Indonesia. Itu boleh dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003. Berbeda dengan tanggal 6-8 Oktober, yang menggunakan dasar unjuk rasa. Mogok Kerja Nasional akan lebih dahsyat lagi," tegasnya.

Dalam waktu dekat, KSPI dan buruh Indonesia akan melakukkan aksi puluhan ribu buruh pada 2 November di depan Istana dan Mahkamah Konstitusi. Aksi juga akan dilakukan serentak di 24 provinsi dan melibatkan 200 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, meminta agar omnibus law UU Cipta Kerja dibatalkan.

Dia menegaskan, aksi -aksi yang akan dilakukan KSPI adaah aksi yang terukur, terarah, konstitusional, dan tidak anarkis.

"Kami meminta Presiden Jokowi untuk menginstruksikan kepada Menaker agar mencabut surat edaran yang menyatakan tidak ada kenaikan upah minimum 2021," ucapnya.

Aksi serupa juga akan dilakukan pada 9 November di DPR RI untuk mendesak dilakukan legislative Review terhadap UU Cipta Kerja. Selanjutnya 10 November 2020 aksi akan dilakukan di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan untuk meninta Menaker mencabut surat edaran yang sudah dibuat.

"Di titik akhir, kami sedang mempertimbangkan untuk melakukan mogok kerja nasional," pungkas Said Iqbal.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Resesi dan upah

FOTO: Setahun Jokowi - Ma'ruf, Buruh Demo Minta Cabut UU Cipta Kerja
Massa dari berbagai elemen buruh berunjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis (22/10/2020). Dalam aksi yang digelar bertepatan dengan setahun pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wapres Ma'ruf Amin itu massa meminta dikeluarkannya Perppu pencabutan UU Cipta Kerja. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

 

Menurut Said Iqbal, bukan kali pertama Indonesia mengalami resesi ekonomi yang dikaitkan dengan kenaikan upah minimum. Tahun 1998 misalnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia minus di kisaran 17,6 persen. Sedangkan angka inflansi mendekati 78 persen.

"Serikat buruh yang ada saat itu, bersama pemerintah dan organisasi pengusaha bersepakat untuk tidak menaikkan upah minimum di tengah resesi. Tetapi memudian terjadi perlawanan yang keras dan massif dari buruh untuk menolak keputusan upah tidak naik tersebut," tuturnya.

"Tetapi kesepakatan itu tidak mewakili aspirasi yag berkembang di tingkat pabrik. Terjadilah aksi besar-besaran yang meluas di semua daerah. Presiden Habibie kemudian mengambil keputusan menaikkan upah minimum sebesar kurang lebih 16 persen," sambungnya.

Iqbal menegaskan, dengan analogi yang sama, pertumbuhan ekonomi dan inflansi saat ini lebih rendah dibandingkan tahun 1998. Di mana pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan minus persen dan inflansi 3 persen.

Dengan dasar itu, KSPI mengusulkan kenaikan UMP 2021 adalah 8 persen. Namun, jika dirasa berat, Dewan Pengupahan dan Pemerintah Derah bisa berunding, berapa kenaikan upah minimum yang dirasa tepat. Terlebih, saat ini masih banyak perusahan yang beroperasi seperti biasa.

"Jadi jangan dipukul rata, bahwa semua perusahaan tidak mampu membayar kenaikan upah minimum. Bahkan kalau pun ada yang tidak mampu, undang-undang sudah memberikan ruang untuk melakukan penangguhan upah minimum," ucap Said Iqbal.

Dia mengungkapkan, pihaknya mendapat laporan dari anggota Dewan Pengupahan Nasional dari unsur serikat buruh, bahwa tidak ada kesepakatan apapun dari Dewan Pengupahan Nasional yang menyatakan tidak ada kenaikan upah minimum di tahun 2021.

Bahkan, di dalam forum yang lebih besar yang dihadiri Dewan Pengupahan Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, tidak keputusan yang menyatakan upah minimum atau UMP tahun 2021 tidak naik.

"Jadi pemerintah menggunakan dasar apa mengeluarkan surat edaran yang meminta agar Gubernur tidak menaikkan upah minimum? Patut diduga Menaker berbohong terhadap argumentasi dalam pengeluarkan sureat edaran tersebut," kata Iqbal.

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Sumber: Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya