Liputan6.com, Jakarta Seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di berbagai lini kehidupan masyarakat meningkat dengan drastis. Seiring dengan hal itu, traffic serangan siber melalui malware, phising, SQL Injection, hijacking dan distributed denial of service juga semakin meningkat.
Bahkan banyak aplikasi daring yang sengaja dibuat dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mempermudah mereka melakukan serangan siber. Untuk itu, Pemerintah Republik Indonesia menilai keamanan siber menjadi isu strategis nasional yang menjadi perhatian bersama.
Baca Juga
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian mengatakan, serangan siber dapat didefinisikan sebagai upaya aktif dari pihak tertentu dengan keinginan, tujuan, dan kemampuan untuk merusak dan menimbulkan kerugian pada pihak yang diserang. Serangan siber terdiri dari dua jenis, yakni serangan siber yang bersifat teknikal dan serangan siber yang bersifat sosial.
Advertisement
“Serangan siber teknikal merupakan serangan siber yang menargetkan sistem informasi dengan tujuan mendapatkan akses ilegal ke dalam jaringan dan sistem guna menghancurkan, mengubah, mencuri atau memodifikasi informasi,” katanya saat menjadi keynote speaker acara virtual "Simposium Strategi Keamanan Siber Nasional dalam Rangka Mendukung Penyusunan Kerangka Regulasi Literasi Media dan Literasi Keamanan Siber” di Royal Ambarrukmo Hotel, Yogyakarta, Senin (14/12).
Menurut Hinsa, fondasi keamanan siber itulah yang perlu diperkuat, disinergikan, dan dioptimalkan agar tingkat ketahanan siber Indonesia semakin kuat dalam menghadapi ancaman yang bersifat multi-dimensi, baik yang berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu strategi nasional yang memberikan kejelasan bahwa Indonesia tidak hanya melihat ancaman di bidang siber dalam lingkup sempit dari aspek teknis, tetapi juga perspektif yang lebih luas.
Untuk itu pada tahun 2020, BSSN sebagai institusi di bidang keamanan siber telah menyusun Strategi Keamanan Siber Nasional (SKSN) sebagai langkah nyata kehadiran negara dalam mewujudkan keamanan dan ketahanan nasional di ruang siber. Saat ini, BSSN sudah merampungkan Draf Strategi Keamanan Siber Nasional. Draft Strategi Keamanan Siber Nasional dapat diunduh melalui tautan di bawah ini dan untuk memberikan saran/masukan/tanggapan atas draf tersebut dapat dilakukan melalui tautan berikutnya atau melalui tautan berikut https://bssn.go.id/MasukanDrafSKSN.
Perkuat Keamanan Siber Nasional
Hinsa Siburian mengatakan, strategi Keamanan Siber Nasional merupakan amanat dalam ketentuan Pasal 94 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Pasal tersebut menyatakan bahwa peran pemerintah dalam menetapkan strategi keamanan siber nasional merupakan bagian dari strategi keamanan nasional, yang di dalamnya meliputi pembangunan budaya keamanan siber, yang mana penetapan strategi keamanan siber nasional tersebut ditujukan untuk melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan informasi elektronik dan transaksi elektronik yang mengganggu ketertiban umum.
Ia mengatakan, strategi tersebut diharapkan mampu memicu peningkatan keamanan siber yang akan menumbuhkan potensi ekonomi digital di negara Indonesia. Strategi Keamanan Siber Nasional (SKSN) disusun sebagai acuan bersama seluruh pemangku kepentingan keamanan siber nasional dalam menyusun dan mengembangkan kebijakan keamanan siber di instansi masing-masing.
“SKSN berfokus pada implementasi di tujuh fokus area kerja yang merupakan tujuh rangkaian upaya-upaya aktif sebagai elaborasi dari visi dan misi SKSN, dan dilaksanakan oleh pemangku kepentingan (Quad Helix) di atas landasan pelaksanaan SKSN yang merupakan modalitas mendasar dan kunci keberhasilan untuk dapat menerapkan SKSN," ucapnya.
Adapun tujuh fokus area kerja ini adalah tata kelola manajemen risiko dalam keamanan siber nasional, kesiapsiagaan dan ketahanan, Infrastruktur Informasi Vital Nasional (IIVN); pembangunan kapabilitas dan kapasitas serta peningkatan kewaspadaan, legislasi dan regulasi, serta kerja sama internasional.
“Kolaborasi nasional seluruh pemangku keamanan siber merupakan kunci utama dalam membangun ruang siber yang aman dan kondusif. Hinsa berharap seluruh peserta simposium mendapatkan manfaat dari paparan yang disampaikan oleh para narasumber,” jelas Hinsa.
Sementara itu, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Marsda TNI Rus Nurhadi Sutedjo menjelaskan, pembangunan siber nasional secara internal merupakan membangun efek penangkalan melalui pembangunan sistem dan kekuatan. Fondasi dan tujuan pembangunan kedaulatan siber diantaranya melindungi jaringan infrastruktur strategis pemerintah, data nasional baik data pribadi atau publik; melindungi infrastruktur teknologi informasi dan tekonologi nasional (TIK), menumbuhkan dan memajukan ekonomi digital dan meningkatkan daya saing inovasi siber.
“Konstruksi pembangunan siber nasional tidak terlepas dari anatomi postur siber nasional yang meliputi pembangunan kemampuan, kekuatan, dan pengerahan,” jelasnya.
Dalam hal ini, lanjutnya, quarter helix sangat berperan dalam membangun unsur-unsur kemampuan yang meliputi kemampuan penyerangan siber, kemampuan intelijen siber, kemampuan siber pertahanan, kemampuan siber kriminal, kemampuan diplomasi siber, dan kemampuan siber ekonomi.
Acara ini juga dihadiri langsung oleh Gubernur DIY yang diwakili oleh Asisten Sekda Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Tri Saktiyana dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang hadir secara daring. Simposium Strategi Keamanan Siber Nasional (SKSN) juga diikuti secara daring yang menghadirkan peserta dari berbagai stakeholders dan narasumber, di antaranya Intan Rahayu, (Direktur Identifikasi Kerentanan dan Penilaian Risiko Infrastruktur Informasi Kritikal Nasional, Deputi I BSSN), Rizal Edwin Manansang (Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Digital, Kemenko Perekonomian), Kalamullah Ramli, (Guru Besar Teknik Komputer, Universitas Indonesia), Fetri E.H. Miftach (Direktur PT Xynexis Internasional), dan Ardi Sutedja K (Ketua Indonesia Cyber Security Forum/ICSF).
(*)