Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Benny Rianto memastikan, pemerintah membuka ruang diskusi publik dalam upaya penyusunan RUU KUHP. Menurut dia, Pembentukan RUU KUHP adalah produk estafet dari para pendahulu menuju langkah akhir yang mutlak.
"Ruang terbuka harus kita wujudkan sebagai salah satu magnum opus (mahakarya) anak bangsa yang patut kita banggakan," kata Benny dalam Diskusi Publik Penyusunan Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana yang berlangsung di Medan, melalui keterangan persnya, Kamis (23/2/2021).
Benny memandang, ruang diskusi dan masukan selalu terbuka demi penyempurnaan karya monumental dalam pembangunan hukum nasional di Republik Indonesia. Dia menambahkan, diskusi publik terkait RUU KUHP juga dapat digunakan sebagai sosialisasi pentingnya revisi KUHP.
Advertisement
"Ruang publik diskusi ini mengedepankan prinsip restorative justice. Menurutnya, sosialisasi luas ini juga menjadi kunci agar publik mendapatkan informasi yang utuh dan benar soal revisi KUHP," yakin dia.
Selain itu, imbuh Benny, RUU KUHP merupakan penal code nasional yang disusun sebagai simbol peradaban suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat. Dia ingin, KUHP dibangun dan dibentuk dengan mengedepankan prinsip nasionalisme dan mengapresiasi seluruh partisipasi masyarakat.
"Oleh karena itu, perbedaan pemahaman dan pendapat dalam pengaturan RUU KUHP tentunya merupakan kontribusi positif yang perlu disikapi dengan melakukan diskusi yang komprehensif dan menyeluruh dari seluruh komponen anak bangsa," dia memungkasi.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Pemerintah Tunda Pengesahan RUU KUHP
Sebagai informasi, pada September 2019 lalu DPR akhirnya menunda pengesahan RUU KUHP akibat penolakan dari sejumlah elemen masyarakat.
Keputusan ini menyusul pernyataan Presiden Joko Widodo yang meminta Menteri Hukum dan HAM menyampaikan sikap pemerintah, yakni menunda pengesahan RUU KUHP, kepada DPR. RUU KUHP juga akhirnya tidak dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2021.
Adapun penolakan dari elemen masyarakat sebagian muncul akibat disinformasi, misalnya isu bahwa RUU KUHP menetapkan perempuan yang pulang malam akan ditangkap dan didenda Rp 1 juta. Karena itu pula pemerintah dan DPR sepakat perlunya dilakukan sosialisasi lebih mendalam dan luas kepada masyarakat terkait RUU KUHP sebelum akhirnya bisa disahkan.
Advertisement