4 Pengakuan Stafsus Edhy Prabowo Terkait Kasus Suap Izin Ekspor Benur

Staf khusus Edhy Prabowo mengaku bahwa dirinya diminta mantan Menteri KKP tersebut untuk membeli delapan sepeda senilai Rp 168 juta.

oleh Maria Flora diperbarui 25 Feb 2021, 12:38 WIB
Diterbitkan 25 Feb 2021, 06:44 WIB
FOTO: KPK Kembali Periksa Mantan Menteri KP Edhy Prabowo
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo usai menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK Jakarta, Senin (4/1/2021). Sebelumnya, Edhy ditangkap dan ditahan KPK sebagai tersangka suap penetapan calon eksportir benih lobster pada Rabu (25/11/2020) lalu (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Sidang lanjutan perkara suap izin ekspor benih lobster atau benur yang melibatkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo kembali digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu, 24 Februari. 

Agenda sidang kali ini menghadirkan saksi Safri Muis, salah satu staf khusus Edhy Prabowo yang diduga telah menerima uang suap dari Suharjito untuk diberikan kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut.

Suharjito sendiri merupakan pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPP) yang menyuap Edhy Prabowo dalam kasus suap ezin ekspor benur. 

Saat memberi kesaksikan di hadapan majelis hakim, Safri membeberkan sederet pengakuan. Salah satunya mengaku pernah menerima SGD 26 ribu dari Suharjito di Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)

Diberikannya uang tersebut menurut Safri dinilai sebagai bentuk terima kasih karena usaha benur terdakwa berjalan lancar.

"Saya pikir dia kasih saya karena usaha lobsternya sudah lancar," kata Safri dalam sidang kasus yang juga menjerat Edhy Prabowo di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu. 

Tak hanya itu, staf khusus Edhy Prabowo ini juga mengaku bahwa dirinya diminta mantan Menteri KKP tersebut untuk membeli delapan sepeda senilai Rp 168 juta. 

Berikut deretan pengakuan Safri Muis dalam sidang lanjutan kasus suap izin ekspor benih lobster dihimpun dari Liputan6.com:

Saksikan video pilihan di bawah ini:

1 Diberi Uang Rp 168,4 juta untuk Beli Sepeda

Safri mengaku pernah diminta Edhy Prabowo selaku Menteri KKP membeli delapan buah sepeda. Safri mengaku diberi uang Rp 168,4 juta yang dikirim melalui rekening Ainul Faqih, yang merupakan staf khusus dari istri Edhy, yakni anggota DPR Iis Rosita Dewi.

"Ya. Ada itu uang beli sepeda. Itu untuk Pak Menteri (Edhy Prabowo)," ujar Safri dalam kesaksiannya.

Jaksa kemudian membacakan berita acara pemeriksaan Safri dalam proses penyidikan. BAP nomor 16 itu berkaitan dengan pengakuan Safri soal perintah membeli sepeda untuk Edhy Prabowo.

"Uang sejumlah Rp 168,4 juta dari rekening milik Ainul Faqih, saya belikan sepeda seharga Rp 14 juta per-unit, atas perintah Edhy Prabowo. Edhy saat itu memerintahkan agar delapan tersebut ditaruh di Widya Chandra. Lalu sisa uangnya saya belikan handphone Samsung," kata jaksa.

Pada dakwaan, jaksa menyebut pembelian sepeda terjadi pada 24 Agustus 2020. Dari uang Rp 168,4 juta itu dibelikan delapan buah sepeda yang kemudian sisanya dibelikan dua ponsel merek Samsung.

Delapan sepeda tersebut sudah disita tim penyidik KPK saat menggeledah rumah dinas Edhy Prabowo di Widya Chandra pada Rabu, 2 Desember 2020. Saat penggeledahan tersebut, selain menyita delapan buah sepeda, tim penyidik juga menyita uang Rp 4 miliar.

2. Tak Menampik KKP Terima Rp 1.500 Tiap Ekor Benur

Safri pun menyebut bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dipimpin Edhy menerima Rp 1.500 dari satu ekor benih lobster atau benur yang diekspor ke luar negeri.

Hal itu terungkap saat jaksa penuntut umum KPK membacakan berita acara pemeriksaan Safri saat proses penyidikan. Perlu diketahui, Safri yang dijerat dalam perkara ini dihadirkan sebagai saksi dalam perkara suap ekspor benur dengan terdakwa Pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito.

"Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saudara mengatakan 'saya tidak tahu jasa kargo ekspor BBL (Benih Bening Lobster) tapi saya tahu dari Andreau (Pribadi Misanta-stafsus Edhy yang lain) bahwa biaya ekspor adalah Rp 1.800 per-ekor berdasakan kesepakatan KKP dengan perusahaan forwarder yaitu PT ACK, di mana KKP mendapat Rp 1.500 per-ekor dan PT ACK mendapat Rp 300 per-ekor', keterangan ini benar?" tanya jaksa KPK Siswhandono di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu, 24 Februari kemarin.

Safri mengaku tak ingat dengan isi BAP yang dituangkan dalam proses penyidikan. Namun Safri menyatakan tak akan mengubah keterangan yang telah dia sampaikan kepada penyidik.

"Saya tidak ingat. Tapi kalau keterangan BAP, saya tetap," kata Safri.

3. Akui Pernah Terima SGD 26 ribu dari Suharjito

Safri Muis, mengaku pernah menerima SGD 26 ribu dari Firektur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito. Pemberian uang dilakukan Suharjito di Gedung KKP.

"Dia (Suharjito) kasih uang ke saya pak," ujar Safri menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum (JPU).

Jaksa kemudian bertanya nominal uang tersebut. Safri mengaku, diberi uang sebesar SGD 26 ribu.

"Kalau enggak salah SGD 26 ribu," jawab Safri.

Sebelumnya, pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito didakwa menyuap Menteri Keluatan dan Perikanan Edhy Prabowo. Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan Suharjito menyuap Edhy sebesar USD 103 ribu dan Rp 706 juta.

Suharjito menyuap Edhy Prabowo melalui Safri dan Andreau Misanta Pribadi selaku staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Ainul Faqih selaku staf pribadi Iis Rosita Dewi sebagai anggota DPR sekaligus istri Edhy Prabowo, dan Siswandi Pranoto Loe selaku Komisaris PT. Perishable Logistics Indonesia (PT. PLI) sekaligus Pendiri PT. Aero Citra Kargo (PT. ACK).

Jaksa menyebut, pemberian suap yang diberikan Suharjito kepada Edhy melalui lima orang itu dengan tujuan agar Edhy Prabowo mempercepat persetujuan perizinan ekspor benih lobster atau benur di KKP tahun anggaran 2020.

4. Akui Terima Titipan Uang dari Penyuap Edhy Prabowo

Staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ini juga mengaku pernah menerima titipan uang dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPP) tersebut. 

Safri yang juga dijerat dalam perkara ini awalnya bercerita tentang pertemuan antara dirinya dengan Suharjito serta Manager Operasional Kapal PT DPP, Agus Kurniyawanto.

Pertemuan itu membahas soal perizinan ekspor benur yang belum didapat.

"Saya bilang dilengkapi berkas-berkas yang disampaikan di tim due deligence," ujar Safri di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu, 24 Februari. 

Mendengar kesaksian Safri, tim jaksa penuntut umum kemudian bertanya apakah dalam pertemuan tersebut ada pemberian atau penerimaan sesuatu untuk memperlancar perizinan tersebut. Safri mengaku saat pertemuan itu tak pernah ada pemberian atau penerimaan uang.

"Enggak ada pak. Seingat saya enggak pernah meminta uang, seingat saya, saya enggak pernah meminta uang," kata Safri.

Namun, Safri mengaku Suharjito sempat menitipkan uang pada pertemuan yang dilakukan berikutnya. Saat itu Safri mengaku tak tahu nominal uang titipan tersebut.

"Suharjito waktu itu menitipkan uang, titipin kepada saya. Titipan saja tapi jumlahnya enggak tahu, titip uang untuk pokoknya titip saja. Saya enggak tahu jumlahnya berapa," kata Safri.

Jaksa bertanya uang tersebut dititipkan untuk diberikan kepada siapa. Safri mengklaim tahu. Safri hanya menyerahkan titipan tersebut kepada sekretaris pribadi (Sespri) Edhy Prabowo, Amiril Mukminin.

Menurut Safri, pemberian titipan uang itu dilakukan di ruang kerjanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya