Jokowi Cabut Lampiran Perpres Miras, Ini Tanggapan Anggota DPR dari PKS

Menurut anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PKS, aturan soal miras tidak layak diberlakukan karena dinilai bertentangan dengan kampanye gerakan masyarakat sehat yang dilakukan Kemenkes RI.

oleh Yopi Makdori diperbarui 03 Mar 2021, 12:07 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2021, 12:07 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan ucapan selamat kepada Nahdlatul Ulama (NU) di peringatan hari lahir (harlah) ke-95 salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia tersebut pada Sabtu, 30 Januari 2021. (Biro Pers Sekretariat Presiden)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi memutuskan untuk mencabut aturan mengenai investasi industri minuman keras atau miras yang tercantum dalam lampiran Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang sebelumnya menimbulkan penolakan dari masyarakat.  

Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher menilai, pencabutan tersebut sebagai sikap yang memang harus diambil mengingat kebijakan memasukkan miras dalam daftar positif investasi akan membahayakan rakyat.

Menurut Wakil Ketua F-PKS DPR RI ini, laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, selama tahun 2016, ada sekitar 3 juta orang di dunia meninggal akibat konsumsi alkohol. Angka ini setara dengan 1 dari 20 kematian di dunia yang disebabkan oleh konsumsi alkohol.

"Jika ingin rakyat selamat, aturan tersebut memang harus dicabut. Melindungi dan memberikan jaminan kesehatan rakyat adalah amanah konstitusi pada pemerintah. Implementasinya antara lain dengan memastikan barang konsumsi yang diproduksi dan beredar di tengah masyarakat adalah barang yang baik, berkualitas dan halal," kata Netty dalam keterangannya, Rabu (3/3/2021).

"Apa jadinya jika pemerintah justru melegalkan investasi industri miras yang jelas buruk untuk kesehatan dan haram pula buat umat Islam yang mayoritas di negeri ini," sambung Netty. 

Menurut dia, aturan tersebut tidak layak diberlakukan karena dinilai bertentangan dengan kampanye gerakan masyarakat sehat yang dilakukan Kemenkes RI.

"Rilis Kemenkes menyebutkan 10 dampak negatif dari minuman beralkohol bagi kesehatan. Artinya rakyat diminta untuk menghindari miras. Jadi aneh kan jika malah dilegalkan dan didorong investasi industrinya," kata dia.

  

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Kajian dan Penelitian

Netty pun meminta pemerintah melakukan kajian, penelitian serta masukan dari pihak terkait sebelum membuat kebijakan agar tidak kontra produktif dan menimbulkan kegaduhan publik. 

"Apa sih susahnya melakukan kajian, penelitian dan meminta masukan dari tokoh agama, tokoh masyarakat atau pihak lain yang terkait. Jangan pernah coba-coba, test the water, apalagi tidak menelaah dengan teliti setiap kebijakan yang dibuat. Ini hanya membuat kontra produktif dan menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Jika pola komunikasi publik semacam ini terus dilakukan pemerintah, jangan salahkan masyarakat jika mengabaikan pemerintah," tandasnya 

Dalam Lampiran III Perpres Nomor 10 Tahun 2021 pada angka 31, 32, dan 33 ditetapkan bahwa bidang usaha industri minuman keras mengandung alkohol, alkohol anggur, dan malt terbuka untuk penanaman modal baru di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan setempat.

Peraturan ini diteken Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku per 2 Februari 2021.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya