Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Jamaah Islamiah (JI) Wilayah Timur, Nasir Abas mengungapkan, orang yang frustasi dengan masalah hidupnya di dunia akan lebih mudah dipengaruhi paham radikalisme. Pengamat terorisme itu menuturkan, para jaringan terorisme akan dengan mudah merekrut orang-orang yang terlihat frustasi dan depresi, serta anak dari keluarga broken home. Orang-orang itulah yang nantinya ditargetkan menjadi eksekutor atau pelaku bom bunuh diri.
"Ketika dia sudah frustasi dunia atau yang broken home, itu lebih cepat merekrutnya," kata Nasir dalam diskusi virtual Terorisme yang diselenggarakan oleh Universitas Budi Luhur, Selasa (6/4/2021).
Pengamat terorisme yang pernah menjadi bagian dari jaringan terorisme itu secara terang-terangan membeberkan seperti apa ajakan para perekrut itu.
Advertisement
"Biasanya perekrut itu akan bilang, ya sudahlah (kalau kamu capek) kalau kamu masuk surga, kamu bisa ajak bapak-ibumu bersatu di Surga," kata Nasir mengikuti ucapan para perekrut jaringan terorisme.
Bukan hanya orang-orang yang merasa frustasi saja, orang yang merasa bahwa dirinya memiliki banyak dosa pun akan mudah untuk direkrut menjadi pelaku bom bunuh diri. Sehingga, kata dia, momen dimana orang-orang yang banyak melakukan kesalahan dalam hidupnya dan ingin bertaubat merupakan momen yang paling tepat untuk menyebarkan paham radikalisme.
"Lalu orang-orang yang merasa banyak dosa. Salah satu pelaku bom bunuh diri Bali itu preman dari Serang. Dia merasa banyak dosa. 'Dosamu bisa diampuni kalau kamu mati syahid'. Ya bahasa (perekrut) begitu lah," ujarnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Rekrut Orang Kaya untuk Jadi Donatur
Selama ini, yang biasanya menjadi eksekutor atau pelaku bom bunuh diri, kata Nasir yaitu orang-orang dengan kriteria yang ia sebutkan di atas. Sementara itu, untuk para anggota Jamaah jaringan terorisme yang sangat kaya, mereka tidak akan dijadikan eksekutor, namun akan terus diberikan pemahaman agar tetap menjadi donatur tetap. Uang dari para donatur tetap itu diperuntukkan untuk membeli segala kebutuhan mulai dari bahan pembuat bom, dan sebagainya.
Sehingga, kata Nasir, faktor ekonomi dan pendidikan bukanlah satu-satunya faktor seseorang bisa terpapar paham radikal dan mengikuti jaringan terorisme.
"Faktor ekonomi itu hanya faktor tambahan. Kalau dia kaya dan dia setuju dengan pemahaman ini, dia akan diarahkan terus supaya infaq yang banyak. Kalau dia broken home, dia bagus jadi eksekutor atau jadi pengantin lah istilahnya," ujarnya.
Dia kembali menegaskan bahwa saat ini, penyebaran paham radikal bukan hanya disebarkan kepada orang-orang dengan kategori ekonomi kelas menengah atau kelas bawah saja. Apalagi saat ini, kata dia, penyebaran paham radikal itu sangat marak dilakukan di ranah digital.
"Mereka ibarat tebar jaring, jaring yang ditebar yaitu paham. dari paham yang disebarkan. Misalnya ternyata orang yang tertarik itu seorang insinyur, nah kita arahkan dulu (supaya jadi donatur)," kata dia.
Reporter:Â Rifa Yusya Adilah
Sumber: Merdeka
Advertisement