Ini Kronologi Laporan Setara Institute Terkait Kapolres Kampar ke Propam Polri

Jajaran Polres Kampar sejak Januari 2021 memeriksa sejumlah petani dengan cara-cara yang tidak prosedural disertai tekanan dan ancaman.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 15 Jun 2021, 11:12 WIB
Diterbitkan 15 Jun 2021, 11:04 WIB
Suasana Mabes Polri
Mabes Polri. (Foto: Radityo Priyasmoro/Liputan6.com).

Liputan6.com, Jakarta Setara Institute melaporkan Kapolres Kampar AKBP Muhammad Kholid atas dugaan tindakan tidak profesional dalam menangani kasus sengketa tanah yang melibatkan para petani di Desa Pangkalan Baru, Siak Hulu, Kampar, Riau.

Koordinator Tim Advokasi Keadilan Agraria Setara Institute, Disna Riantina menyampaikan, hal tersebut berawal saat 997 petani yang tergabung dalam Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa-M) melaporkan dugaan korupsi di PTPN V ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 25 Mei 2021 dan dugaan tindak pidana penyerobotan lahan ke Bareskrim Polri pada 27 Mei 2021, yang melibatkan perusahaan tertentu.

"Yang saat ini beroperasi tanpa izin atau ilegal di lahan seluas 400 hektare milik petani. Ancaman kriminalisasi ini dilakukan oleh Polres Kampar dengan mereaktivasi kasus yang direkayasa oleh pihak yang terganggu," tutur Disna dalam keterangannya, Selasa (15/6/2021).

Seseorang berinisial HTP kemudian menyampaikan surat kepada semua anggota Kopsa-M pada 25 September 2020, berisikan permintaan untuk menjadi Ketua Kopsa-M periode 2020-2021. Petani menduga HTP, yang pernah dipenjara karena kasus penyerobotan lahan dan pemalsuan surat tanah milik keluarga petinggi negeri, memiliki niat tidak baik untuk menutupi kasus dugaan penyerobotan lahan para petani.

"Di tahun yang sama, masuklah seseorang berinisial HST yang mengaku sebagai pengacara dan anggota Kopsa-M dengan memalsukan identitas anggota Kopsa-M lainnya, untuk memperoleh kuasa dari Pengurus Kopsa-M. Alih-alih memberikan nasihat hukum dan melakukan upaya-upaya hukum, HST justru melakukan demonstrasi di lahan milik petani yang dikuasai perusahaan tertentu," jelas dia.

Kemudian, lanjut Disna, pada 15 Oktober 2020, HST menunjukkan kepada publik bahwa dirinya mendapat izin dari seseorang yang diklaimnya sebagai Kapolres Kampar untuk melakukan demonstrasi di lahan petani anggota Kopsa-M yang dikuasai oleh PT. LH milik HTP di Desa Pangkalan Baru, Siak Hulu, Kampar.

HST kemudian memasuki lahan yang dikuasai PT. LH bersama sekitar 400 orang dan bertemu dengan kepala desa setempat berinisial YE. Mereka lantas meminta karyawan PT. LH keluar dari barak dan menuju kantor kepala desa.

"Jadi, narasi tentang perusakan dan penjarahan secara bersama-sama adalah cerita fiktif yang sengaja dibuat dan diatur secara sistematis dengan tujuan seolah-olah Ketua Kopsa-M yang menjadi otak pelaku perusakan dan penjarahan, sehingga mudah untuk dilumpuhkan dan Kopsa-M beralih kepemimpinan kepada pihak HTP," ujar Disna.

Keesokan harinya, pengacara PT. LH berinisial P kemudian melaporkan dugaan tindak pidana itu ke Polres Kampar dengan Laporan Polisi Nomor: LP/332/X/2020/Riau Res Kampar tertanggal 16 Oktober 2020.

"Dalam perkembangan selanjutnya, penyidik Polres Kampar mengambil peran aktif dalam upaya kriminalisasi ini dengan melakukan pemeriksaan secara tidak profesional. Upaya kriminalisasi merupakan salah satu modus mafia tanah pada sektor perkebunan dengan menggunakan instrumen hukum," Disna menandaskan.

Sebelumnya, Setara Institute melaporkan Kapolres Kampar AKBP Muhammad Kholid atas dugaan tindakan tidak profesional dalam menangani kasus sengketa tanah yang melibatkan para petani di Desa Pangkalan Baru, Siak Hulu, Kampar, Riau.

Disna Riantina menyampaikan, para petani yang tergabung dalam Koperasi Petani Sawit Mandiri (Kopsa M) di Desa Pangkalan Baru saat ini menghadapi ancaman kriminalisasi melalui skenario peristiwa hukum yang melibatkan PTPN V, PT Langgam Harmuni, dan dukungan aktif dari jajaran Polres Kampar.

"Akibat peristiwa tindak pidana perusakan yang dilakukan oleh sekelompok preman di lahan miliki anggota Kopsa M, saat ini Ketua Kopsa M menghadapi ancaman pentersangkaan," tutur Disna dalam keterangannya, Jumat (11/6/2021).

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Mencoreng Citra Polri

Menurut Disna, jajaran Polres Kampar sejak Januari 2021 terus melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah petani dengan cara-cara yang tidak prosedural, disertai tekanan dan ancaman.

"Polres Kampar menutup mata atas ketidakjelasan pelapor yang tidak memiliki legal standing, Laporan Polisi Nomor: LP/332/X/2020/Riau Res Kampar tertanggal 16 Oktober 2020 adalah persekongkolan pihak-pihak untuk melemahkan dan membungkam petani Kopsa M guna menutupi dugaan tindakan korupsi di PTPN V, penyerobotan lahan, dan hilangnya kebun-kebun petani," jelas dia.

Disna menegaskan, sikap jajaran Polres Kampar yang menyudutkan petani Kopsa M melalui media massa, termasuk mendramatisir peristiwa perusakan secara hiperbolik, adalah tindakan yang tidak profesional dan menggambarkan obsesi mengkriminalisasi petani tanpa dasar.

Aduan pun telah diterima Divisi Propam Polri dengan Nomor: SPSP2/2042/VI/2021/Bagyanduan tertanggal Jumat, 11 Juni 2021. Pengaduan pun tertulis ditujukan terhadap Kapolres Kampar dan Satreskrim Polres Kampar Riau.

"Tindakan-tindakan jajaran Polres Kampar bukan hanya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan tetapi juga mencoreng citra Polri dan menjadi ukuran keseriusan Polri memberantas mafia tanah," Disna menandaskan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya