BSNP Dibubarkan, Ini Dampak Buruknya terhadap Kualitas Pendidikan di Indonesia

Pembubaran BSNP dinilai dapat berdampak buruk terhadap kualitas pendidikan di Indonesia karena badan penggantinya tidak lagi mandiri atau independen.

oleh Yopi Makdori diperbarui 01 Sep 2021, 13:06 WIB
Diterbitkan 01 Sep 2021, 13:05 WIB
FOTO: Perbaikan Sistem Pembelajaran Jarak Jauh
Seorang siswi memperhatikan ponsel saat belajar secara daring di Jakarta, Rabu (4/11/2020). Federasi Serikat Guru Indonesia merekomendasikan sejumlah usulan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengubah sistem Pembelajaran Jarak Jauh. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Keputusan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) membubarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) memicu polemik. Kebijakan itu dinilai bisa berdampak buruk pada kualitas pendidikan di Indonesia.

Bekas anggota BSNP, Doni Koesoema mengatakan, dampak buruk itu terjadi lantaran pengembangan dan evaluasi keterlaksanaan standar pendidikan sulit diukur objektivitasnya. Sebab badan pengganti BSNP tak lagi independen dan justru menginduk pada Kemendikbudristek.

Menurut dia, bisa saja standar yang ditetapkan badan pengganti BSNP buatan Mendikbudristek Nadiem Makarim tak sesuai dengan kelayakan standar pendidikan pada umumnya. Hal itu supaya pemerintah dianggap memenuhi target capaian pendidikan nasional dengan menurunkan standarnya. Padahal pendidikan berkualitas merupakan hak rakyat yang dijamin oleh undang-undang.

"Ini contohnya. Proses belajar mengajar adalah salah satu standar yang ditetapkan BSNP. Sejauh ini standar tentang proses belajar mengajar yang ditetapkan BSNP sudah baik. Namun yang menjadi masalah adalah penerapan proses belajar oleh guru yang kompeten," ujar Doni kepada Liputan6.com, Rabu (1/9/2021).

BSNP juga menetapkan standar tenaga kependidikan untuk memastikan bahwa guru-guru yang mengajar di kelas berkualitas dan kompeten. Sementara yang harus melaksanakan kewajiban menyediakan guru-guru berkualitas dan sejahtera adalah pemerintah.

"Jadi BSNP membuat standar, pemerintah melaksanakannya, badan akreditasi menilai kualitasnya," katanya menjelaskan.

Doni juga menerangkan alasan BSNP dibentuk terpisah dengan Kemendikbudristek atau mandiri. Menurutnya, jika BSNP tidak mandiri dan kewenangannya ada di bawah Kemdikbudristek, maka bisa jadi nanti pendekatan pengembangan guru menjadi tidak menyeluruh seperti yang dikembangkan.

"Contohnya adalah program guru penggerak yang tidak menyentuh seluruh guru. Akibatnya, anak anak bapak ibu yang diajar oleh guru yang tidak perform akan mendapatkan layanan buruk. Masa depan anak dipertaruhkan," tegas Doni.

Contoh lain, ihwal hasil Ujian Nasional (UN) para siswa di tahun-tahun terdahulu yang buruk. Menurut Doni, hal itu terjadi karena pemerintah gagal memenuhi standar-standar yang ditetapkan BSNP. 

"Harusnya pemerintah mengevaluasi kinerjanya, bukan membubarkan UN, bukan menggantinya dengan Asesmen Nasional, atau seperti sekarang, malah membubarkan BSNP," katanya.

 

Pembubaran BSNP Langgar UU Sisdiknas?

Mendikbud Nadiem Makarim.
Mendikbud Nadiem Makarim.

Sebelumnya, Mendikbudristek Nadiem Makarim melalui Permendikbud Nomor 28 Tahun 2021 membubarkan BSNP. Dampaknya, badan standarisasi pendidikan itu resmi berhenti beroperasi per 31 Agustus 2021 kemarin.

Melalui aturan yang sama, Nadiem mengganti posisi BSNP dengan Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen. Berbeda dengan BSNP yang mandiri dan tak bersubordinasi dengan Kemendikbudristek, badan baru ini justru secara tegas berada di bawah tanggung jawab Mendikbudristek.

Sejumlah pihak pun menuding hal itu menyalahi UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Sebabnya, pada Pasal 35 Ayat 3 UU Sisdiknas disebutkan bahwa badan standarisasi harus mandiri.

Namun Kemendikbudristek menepis tudingan tersebut. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Kerjasama dan Humas Kemendikbudristek, Anang Ristanto menerangkan, penggabungan badan standarisasi pendidikan di bawah naungan Kemendikbudristek tak menyalahi aturan UU Sisdiknas.

Menurutnya, amanat kemandirian yang tertuang pada Pasal 35 Ayat 3 UU Sisdiknas bukan dialamatkan pada badan standarisasi pendidikan, melainkan badan akreditasi pendidikan.

"Pasal 35 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) mengatur bahwa pemantauan dan pelaporan pencapaian standar nasional pendidikan secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan. Selanjutnya, penjelasan Pasal 35 menyebutkan bahwa badan tersebut bersifat mandiri. Selaras dengan penataan tugas dan fungsi Kemdikbudristek, badan sebagaimana dimaksud pada UU Sisdiknas tersebut adalah badan akreditasi," urai Anang dalam keterangan tulis, Rabu, 1 September 2021.

Anang menjelaskan, terdapat tiga badan akreditasi yang membantu pengembangan standar nasional pendidikan serta memantau dan melaporkan pencapaiannya secara nasional melalui akreditasi.

Pertama Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Nonformal, Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah, serta Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya