Liputan6.com, Jakarta - Seorang perempuan di Cianjur, Jawa Barat, meninggal dunia setelah disiram air keras oleh suaminya yang merupakan seorang warga negara Arab Saudi. Perempuan berinisial S tersebut "kawin kontrak" dengan Abdul Latif selama 1,5 bulan di Cianjur, Jawa Barat.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menyesalkan peristiwa tersebut.Â
Baca Juga
"Kami turut prihatin atas kejadian yang terjadi di Kampung Manjul, Desa Sukamaju, Kecamatan Cianjur yang menimpa S (21) korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suaminya yang merupakan WNA berinisial AL (29) yang dengan keji menyiram air keras dan menyiksa korban hingga meninggal dunia," tutur Menteri Bintang melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (23/11/2021).
Advertisement
Bintang pun mengajak masyarakat untuk mengawal kasus kekerasan yang dialami oleh S agar tak ada lagi korban kawin kontrak.
"Kami mengajak masyarakat untuk mengawal kasus ini agar tidak ada lagi korban kekerasan dalam rumah tangga, baik secara fisik, psikis, seksual dan penelantaran dalam rumah tangga. Kami juga meminta aparat kepolisian untuk memproses kasus ini sesuai aturan hukum yang berlaku. Tugas kita semua untuk semaksimal mungkin mencegah terjadinya kekerasan di sekeliling kita agar terwujud zero kekerasan," kata Bintang.
Abdul Latif, kata Bintang dapat dikenakan sanksi Pasal 6 jo Pasal 44 ayat (3) UU PKDRT karena menyebabkan meninggalnya korban dan jika dilihat dalam KUHP, pelaku dapat dikatakan telah melakukan penganiyaan berat yang mengakibatkan matinya seseorang atau pembunuhan.
Bintang menyatakan aturan dalam Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga harus ditegakkan sebagai pembaharuan hukum yang berpihak pada kelompok rentan atau subordinasi, khususnya perempuan mengingat banyaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga.
"Selama ini kita terus berjuang untuk tidak melanjutkan budaya kekerasan di semua lingkup masyarakat hingga lingkup terkecil, yaitu keluarga. Dalam kelompok masyarakat, perempuan dan anak adalah kelompok rentan sehingga kita semua wajib melindungi dan menghindarkan mereka menjadi korban kekerasan, termasuk kawin kontrak yang juga marak terjadi di daerah," tegas Bintang seperti dikutip dari Antara.
Â
Kampanye Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
HAM dalam konstitusi merupakan hak warga negara yang disebut sebagai hak-hak konstitusional, yakni hak-hak warga negara yang dijamin dalam UUD 1945, sejalan dengan prinsip Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan harus dilakukan di segala bidang, seperti sosial, politik, ekonomi, hukum, keamanan termasuk diskriminasi dalam keluarga.
Hal ini juga sejalan dengan upaya mengawal Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence) untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia sejak 25 November yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan hingga 10 Desember yang merupakan Hari HAM Internasional.
Rentang waktu tersebut dipilih dalam rangka menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM serta menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM.
Â
Advertisement