Menteri PPPA: Sekolah Berasrama Harus Terapkan Pengasuhan Positif Berbasis Ramah Anak

Sejumlah kasus kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini baik kekerasan fisik maupun kekerasan seksual dinilai sangat mengkhawatirkan.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Des 2021, 20:37 WIB
Diterbitkan 13 Des 2021, 20:37 WIB
Ilustrasi - Sejumlah santri di Pondok Pesantren Elbayan, Cilacap, keluar dari masjid usai salat Jumat. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Ilustrasi - Sejumlah santri di Pondok Pesantren Elbayan, Cilacap, keluar dari masjid usai salat Jumat. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga mengatakan pendidikan berasrama harus menerapkan pengasuhan positif berbasis hak anak yang lebih menekankan pada komunikasi efektif dengan siswa dan tidak menggunakan pendekatan kekerasan dalam menegakkan disiplin.

Hal ini sangat penting mengingat pendidikan berasrama berbasis agama banyak diminati masyarakat sebagai alternatif pendidikan.

"Animo masyarakat yang tinggi maka harus diimbangi dengan perubahan paradigma pengasuhan di pendidikan berasrama berbasis agama dengan penerapan pengasuhan positif berbasis hak anak yang lebih menekankan pada komunikasi efektif dengan siswa," kata Bintang dalam acara "Peningkatan Pengasuhan Ramah Anak Di Satuan Pendidikan Berasrama" yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin (13/12/2021)

Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan Madrasah Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama, Prof Moh Isom Yusqi mengatakan saat ini banyak pemberitaan mengenai kekerasan terhadap anak di satuan pendidikan yang terintegrasi dengan asrama, khususnya di pesantren.

Sejumlah kasus kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini baik kekerasan fisik maupun kekerasan seksual dinilai sangat mengkhawatirkan.

"Padahal semua satuan pendidikan, termasuk yang model berasrama harus menjadi tempat yang ramah dan aman bagi siswa siswinya untuk menimba ilmu," ujar Isom.

Dia menuturkan semua anak ingin meraih pendidikan terbaik sehingga harus didukung dan diwujudkan bersama melalui implementasi sistem perlindungan anak yang terpadu di satuan pendidikan berasrama, termasuk di pondok pesantren, madrasah, sekolah katolik, sekolah kristen dan sekolah dari agama lainnya.

Aksi Bejat Berkedok Pesantren

Sebelumnya aksi kekerasan seksual terjadi di rumah tahfidz Bandung. Adalah Herry Wirawan yang berusia 36 tahun melakukan aksi bejat kepada belasan santriwati dari sejak 2016 hingga 2021. Akibatnya, beberapa santri hingga melahirkan sembilan bayi. Sementara, dua calon bayi hasil pencabulan tersebut kini masih dalam kandungan.

Kini ia diancam hukuman 15 tahun penjara. Hal itu sebagaimana pasal yang didakwakan terhadap Herry Wirawan Dalam petikan dakwaan yang diterima, pelaku kekerasan seksual di rumah tahfidz ini dikenai pasal primer dan subsider.

"Ancaman pidananya 15 tahun," ujar Plt Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat Riyono.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya