ICW Harap KPK Tak Libatkan Lili Pintauli dalam Kasus Suap Eks Penyidik Robin

Menurut ICW, KPK harus bersikap tegas dengan pernyataan Robin yang siap membongkar keterlibatan Lili dalam kasusnya.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 21 Des 2021, 15:21 WIB
Diterbitkan 21 Des 2021, 15:17 WIB
FOTO: KPK Tahan Dua Pejabat BPN Terkait Gratifikasi dan Pencucian Uang
Komisioner KPK, Lili Pintauli Siregar menyampaikan rilis penahanan Inspektur Wilayah I Kementerian ATR/ BPN, Gusmin Tuarita dan Siswidodo selaku Kabid Hubungan Hukum Pertanahan BPN Jawa Timur di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (24/3/2021). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak melibatkan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam pengusutan kasus dugaan suap penanganan perkara yang menjerat mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju.

"ICW mendesak agar KPK tidak melibatkan lagi Lili Pintauli Siregar dalam proses penanganan perkara yang melibatkan eks Penyidik KPK Robin Pattuju," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa (21/12/2021).

Menurut ICW, KPK harus bersikap tegas dengan pernyataan Robin yang siap membongkar keterlibatan Lili dalam kasusnya. Menurut ICW, tidak dilibatkannya Lili dalam perkara ini agar proses penanganannya tidak diwarnai konflik kepentingan.

Kurnia juga meminta agar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri tak bersikap seolah sebagai pengacara pribadi Lili Pintauli. Kurnia mengingatkan Ali Fikri merupakan corong lembaga antirasuah.

"Sebab, keterangan Ali yang menepis seluruh pernyataan Robin lebih terlihat seperti advokat Lili, ketimbang seorang Plt Juru Bicara KPK. Mestinya, keterangan Robin tersebut menjadi pintu masuk untuk menelusuri perihal dugaan keterlibatan Lili dalam perkara-perkara lain. Maka dari itu, bagi ICW pembelaan KPK kepada Lili itu berlebihan, tidak objektif, dan terlalu dini," kata Kurnia.

Kurnia juga merekomendasikan KPK mengeluarkan surat perintah penyelidikan yang bermula dari keterangan Robin terkait dugaan keterlibatan Lili. Dalam penyelidikannya, KPK juga harus memanggil dan menggali keterangan dari pengacara Arief Aceh.

Menurut Kurnia, pemeriksaan terhadap Arief Aceh bisa dilakukan untuk mengetahui intensitas komunikasi antara Lili dan Arief Aceh. Dari sana, penyidik bisa mengelaborasi substansi komunikasi antara Lili dengan Arief.

"Jika kemudian ada perkara-perkara yang dijadikan bancakan lalu terdapat aliran dana, maka ia (Lili Pintauli) dapat dijerat dengan pidana suap dan diberhentikan sebagai Komisioner KPK," kata Kurnia.

 

** #IngatPesanIbu 

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua

Harap JC Diterima

Sebelumnya, mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Stepanus Robin Pattuju berharap permohonan justice collaborator (JC) dirinya diterima Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Robin menyatakan siap menjadi saksi pelaku yang bekerjasama dengan penegak hukum dengan membongkar keterlibatan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dan pengacara Arief Aceh dalam kasus penanganan perkara korupsi yang ditangani KPK.

"Selanjutnya perlu saya sampaikan kembali permohonan justice collaborator saya, di mana saya akan membongkar peran komisioner KPK, Ibu Lili Pintauli Siregar dan pengacara Arief Aceh," ujar Robin dalam pleidoinya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (20/12/2021).

Stepanus Robin Pattuju dan pengacara Maskur Husain didakwa menerima uang Rp 11.025.077.000 dan USD 36 ribu atau jika dirupiahkan senilai Rp 513.297.001. Jika ditotal setara dengan Rp 11,5 miliar.

Jaksa menyebut Robin dan Maskur menerima suap sejak Juli 2020 hingga April 2021. Suap berkaitan dengan penanganan kasus di KPK.

Berikut rincian uang yang diterima Robin bersama Maskur Husain;

1. Dari Wali Kota Tanjungbalai Muhamad Syahrial sejumlah Rp 1.695.000.000,

2. Dari Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan politikus Partai Golkar Aliza Gunado sejumlah Rp 3.099.887.000 dan USD 36 ribu,

3. Dari Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna sejumlah Rp 507.390.000,

4. Dari Usman Effendi sejumlah Rp 525.000.000,

5. Dari mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari sejumlah Rp 5.197.800.000.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya