Liputan6.com, Jakarta Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 mengatakan Covid-19 varian Omicron memiliki tingkat mutasi yang tinggi pada gen bagian S atau Spike. Kondisi ini berdampak pada akurasi deteksi alat uji diagnostik, terutama yang menggunakan target gen S untuk mendeteksi  virus.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Bakti Bawono Adisasmito mencatat, saat ini Indonesia menggunakan dua alat uji, yakni rapid antigen dan deteksi molekuler atau Nucleic Acid Amplification Test (NAAT).
Metode NAAT ini di antaranya ada pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), reverse transcription loop mediated isothermal amplification (RT-LAMP, dan Tes Cepat Molekuler (TCM).
Advertisement
Berdasarkan pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat, serta publikasi ilmiah pada Desember 2021, kemampuan rapid antigen untuk mendeteksi keberadaan varian Omicron masih diteliti.
"Rapid antigen kemungkinan masih bisa mendeteksi adanya infeksi. Namun, akurasinya bisa berkurang," katanya dalam konferensi pers yang disiarkan melalui YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (4/1).
Â
Belum Tentu Omicron
Sementara uji NAAT bervariatif. Ada yang hanya manargetkan gen S, ada juga lebih dari satu gen. Uji NAAT yang hanya manargetkan gen S berpotensi gagal mendeteksi Omicron. Sedangkan uji NAAT yang menargetkan lebih dari satu gen dapat memunculkan hasil deteksi pada gen lain, selain gen S.
"Hasil NAAT yang demikianlah yang disebut S Gene Target Failure (SGTF) atau S gen dropout," jelasnya.
"Perlu diingat, tes NAAT yang hasilnya gagal mendeteksi gen S atau SGTF tersebut belum tentu merupakan varian Omicron dan tetap harus dilanjutkan dengan sequencing atau lebih dikenal Whole Genome Sequencing (WGS)," tutupnya.Â
Â
Reporter: Titin SupriatinÂ
Sumber: Merdeka.com
Advertisement