Liputan6.com, Jakarta - Fenomena pasangan muda-mudi yang baru menjalin hubungan lalu memamerkan kebersamaan dalam ibadah, termasuk sholat, kerap menjadi perhatian . Tak jarang di media sosial muncul unggahan sepasang kekasih yang tampak sholat berjamaah hanya berdua—satu pria menjadi imam, perempuan sebagai makmum, di satu ruangan tertutup.
Lalu, timbul pertanyaan yang cukup mengusik, apakah hukum sholat berdua dengan pacar seperti itu dibolehkan dalam Islam? Apakah ibadah yang dilakukan justru bisa menjadi masalah karena dilakukan dalam kondisi yang tak seharusnya?
Ustadz Adi Hidayat (UAH), salah satu ulama muda yang aktif berdakwah, memberikan penjelasan lengkap mengenai hal ini. Menurutnya, persoalan ini tidak sekadar soal sholat berjamaah, tapi menyangkut etika dan tata cara ibadah yang sesuai syariat.
Advertisement
Pendakwah muda yang juga aktif berdakwah kepada generasi milenial, menegaskan pentingnya menjaga adab dan batasan dalam berinteraksi antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, terlebih saat beribadah.
UAH menyampaikan bahwa ia tidak menganjurkan seorang laki-laki dan perempuan, yang bukan mahram dan tidak ada hubungan pernikahan, melakukan sholat berjamaah hanya berdua di satu ruangan yang tertutup, seperti di mushala kecil atau tempat umum yang tidak memadai.
“Tolong catat kalimat ini ya. Saya tidak menganjurkan di mushola yang bukan tempat sholat umum, kemudian ada laki-laki sholat , perempuan di belakang, sholat tapi cuma berdua. Maka itu tidak dianjurkan,” ujar UAH dalam kajian yang dikutip dari kanal YouTube @audio.dakwah.
Dalam lanjutan penjelasannya, UAH mengatakan bahwa sebaiknya jika sedang dalam perjalanan atau di ruang terbatas, laki-laki terlebih dahulu menunaikan sholat, lalu keluar. Setelah itu, barulah perempuan menunaikan sholat secara terpisah.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Pacaran Jangan Cari Alasan agar Islami
Hal ini dimaksudkan untuk menjaga adab dan menghindari fitnah. Karena dalam Islam, segala hal yang mendekatkan kepada zina atau membuka celah pergaulan bebas harus dihindari, termasuk ibadah dalam kondisi yang kurang tepat.
Namun demikian, UAH juga menjelaskan bahwa jika tempatnya cukup luas, memiliki sekat antara laki-laki dan perempuan, dan terdapat jamaah lain—maka berjamaah bersama tetap diperbolehkan.
Situasi semacam ini bisa ditemui di masjid atau mushola besar, seperti di rest area jalan tol atau bandara, yang memang sudah difasilitasi dengan tempat sholat laki-laki dan perempuan yang terpisah rapi.
Ustadz Adi Hidayat menegaskan bahwa niat baik untuk beribadah tidak bisa dijadikan alasan untuk mengabaikan kaidah syariat. Terlebih, jika hubungan itu belum sah secara agama, seperti hanya sebatas pacaran.
Islam memuliakan ibadah sholat, termasuk sholat berjamaah. Namun, kemuliaan itu harus tetap berada dalam koridor hukum dan adab yang telah digariskan oleh Nabi Muhammad ﷺ.
“Kalau pacaran, ya jangan cari-cari cara supaya kelihatan islami, tapi tetap melanggar batas,” tutur UAH dengan nada serius dalam salah satu sesi ceramahnya yang diunggah di berbagai kanal dakwah digital.
Banyak dari generasi muda hari ini, menurut UAH, ingin tampil religius namun tidak diiringi dengan pemahaman yang matang tentang syariat. Akibatnya, niat baik itu bisa berujung pada kekeliruan.
Advertisement
Lebih Baik Cegah Keburukan
Pendiri Akhyar Quantum ini juga menambahkan bahwa mendidik diri untuk ikhlas beribadah tanpa mencari pujian atau validasi dari pasangan adalah kunci untuk menjaga kemurnian niat dalam ibadah.
Pacaran dalam Islam sendiri bukanlah sebuah status yang diakui. Islam hanya mengenal dua status hubungan antara laki-laki dan perempuan: mahram dan bukan mahram. Maka, apapun aktivitasnya, jika dilakukan dengan pacar, harus berada dalam pengawasan hukum syariat.
Jika ingin tetap menjaga ibadah bersama, maka pilihan terbaik menurut UAH adalah menikah. Setelah itu, sholat berjamaah menjadi ibadah yang penuh pahala, bahkan bernilai sunnah muakkadah di rumah tangga.
Lebih lanjut, UAH menyebut bahwa lebih baik seseorang menjaga jarak yang sesuai saat belum halal, daripada menunjukkan kedekatan namun ternyata bertentangan dengan aturan agama.
Dalam Islam, mencegah keburukan lebih didahulukan daripada menarik kebaikan. Maka menjaga diri dari aktivitas yang bisa menimbulkan prasangka atau fitnah menjadi bagian dari keutamaan iman.
Umat Islam diajak untuk bijak dalam mengekspresikan kecintaan terhadap ibadah, tanpa mencampurkan dengan hal-hal yang tidak disyariatkan. Apalagi jika dilakukan hanya untuk konten atau tren sosial media.
“Kalau memang ingin sholat bareng, sholat berjamaah, ya silakan. Tapi jangan cuma berdua dan bukan mahram. Ikuti adab dan syariat. Jangan hanya bermodal niat baik tapi jalannya salah,” tutup UAH dengan tegas.
Dengan demikian, umat Islam, terutama generasi muda, diajak untuk memahami bahwa ibadah bukan hanya soal niat, tapi juga harus dilandasi ilmu dan ketaatan pada aturan yang ditetapkan Allah SWT.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
