Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar sidang perdana kasus dugaan ujaran kebencian dengan terdakwa Ferdinand Hutahaean di akun media sosial Twitter. Sidang digelar hari ini (Selasa/2/2022).
Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaannya menjelaskan, Ferdinand Hutahaean aktif mengunggah beberapa tweet mengenai perkembangan perkara Bahar Bin Smith selama dua hari berturut-turut terhitung sejak Senin, 3 Januari 2022.
Diuraikan jaksa, pertama kali tweet Ferdinand Hutahaean menyinggung agenda pemeriksaan Bahar Bin Smith di Polda Jabar. Ferdinand Hutahaean meminta supaya Bahar Bin Smith ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
Advertisement
"Pertama, terdakwa mengunggah dengan cuitan 'Hari ini Bahar Smith dijadwalkan diperiksa di Polda Jabar atas ujaran kebencian. Kita dorong Polda Jabar untuk menetapkan Bahar Smith sebagai TERSANGKA dan DITAHAN demi keadilan. Yang setuju dengan saya mohon Retweet'," papar jaksa membacakan dakwaan sebagaimana dikutip dari rilis Kasipenkum Kejati DKI Jakarta Ashari Syam.
Pada hari yang sama, jaksa mengungkapkan Bahar Bin Smith juga mengomentari salah satu pemberitaan di media online yang mengulas mengenai Bahar Bin Smith. jaksa mengatakan, Ferdinand Hutahaean kembali meminta pihak kepolisian menahan Bahar Bin Smith.
"Tampilan laman Twitter terdakwa, ia telah mengunggah berita Tribun 'Bahar Bin Smith: Kalau saya langsung ditahan maka keadilan dan demokrasi sudah mati di NKRI' lalu mengomentari berita itu dengan cuitan, 'Semoga ditahan, biar bangsa ini teduh..!'," lanjut jaksa.
Jaksa menerangkan, Ferdinand kembali membuat tweet pada Selasa 4 Januari 2022. Lagi-lagi yang dibahas terkait proses hukum yang dijalani oleh Bahar Bin Smith. Salah satu tweet bahkan mempersoalkan kedatangan simpatisan Bahar Bin Smith.
Rangkaian Tweet Ferdinand
Berikut tweet Ferdinand yang dipaparkan Jaksa di dalam dakwaan
(1) "Orang2 ini apa tidak paham kalau pemeriksaan belum selesai Polisi tidak bisa memberikan keterangan? Lagian yg nyuruh kalian nungguin disitu siapa woii?? Bukannya pulang nemanin anak bini, cari makan utk anak bini, malah gini."
(2) "Terimakasih untuk kawan2 yg sudah mendukung Polri dengan carat RT atau Like cuitan saya ini kemarin. Kita sampaikan apresiasi kepada Polri yang terus memperbaiki kultur kerja yg lbh humanis dan tdk arogan. Polri berani, Polri tegas, Polri Dipercaya."
(3) "Tak hanya Bahar Bin Smith, Polda Jabar juga tetapkan penggunggah Video Ceramah jadi Tersangka. Jadi tidak ada alasan menyebut ini kriminalisasi, TR pengunggah video jg jd TSK. Ini murni penegakan hukum demi keadilan."
(4) "Gaya doang !” dari tweet (cuitan) Dumdum @yusuf_dumdum “kemana pengawal ini semua saat Bahar ditahan?" yang maksud isi cuitan tersebut ditujukan kepada para pengawal Bahar Bin Smith.
(5) "Ceramah menuduh Polri membunuh 6 FPI pengawal Rizieq. Difitnah dgn keji dgn kata Dibunuh, disiksa, dikuliti, dicabut kukunya, kemaluannya dibakar, padahal otopsi jenazah sdh jelas tdk ada itu semua. Berita hoax itu membuatnya akan mendekam lama di penjara..!!
Jaksa membeberkan, Ferdinand menutupnya dengann membuat tweet "Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, DIA lah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu di bela."
Tweet tercatat sekitar pukul 10.54 WIB. Belakangan, kata jaksa, tweet dihapus kala ada reaksi di kalangan rakyat khususnya umat Islam.
Jaksa mengungkapkan terdakwa menghapus pada 5 Januari 2022, dengan tweet: "Saya hapus biar ngga brisik org sprt lu..II Ngga diapa2in tp merasa diapa2in wkwkwk."
Atas hal tersebut, jaksa menilai Ferdinand Hutahaean secara sadar mengetahui akibat dari unggahannya akan dibaca oleh orang banyak.
"Namun rangkaian kata-kata unggahan terdakwa telah dipertimbangkan dan telah dipikirkan sebelumnya akan akibatnya yang ditujukan dengan rasa kebenciannya kepada Bahar Bin Smith bersama kelompoknya," kata jaksa.
Atas perbuatan, JPU mendakwa Ferdinand dengan Pasal belapis. Adapun, dakwaan Primer, Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Kemudian subsidiair Pasal 14 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Kedua Pasal 45A Ayat (2) Jo Pasal 28 Ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Atau ketiga, Pasal 156a huruf a KUHP atau Keempat Pasal 156 KUHP.
Advertisement