MA Sunat Vonis Edhy Prabowo, ICW: Multivitamin bagi Pejabat yang Ingin Korupsi

MA menyunat vonis hukuman terhadap eks Menteri KP, Edhy Prabowo dari 9 tahun menjadi 5 tahun penjara. MA berdalih, Edhy bersikap baik lantaran menyejahterakan nelayan.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 09 Mar 2022, 20:55 WIB
Diterbitkan 09 Mar 2022, 20:55 WIB
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo Dituntut Lima Tahun Penjara
Terdakwa suap izin ekspor benih lobster tahun 2020, Edhy Prabowo saat sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (29/6/2021). Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo dituntut lima tahun penjara dan denda Rp 400 juta. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik keputusan Mahkamah Agung (MA) menyunat vonis mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. MA memotong masa hukuman Edhy dari 9 tahun menjadi 5 tahun penjara.

Menurut peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, pemotongan vonis terhadap koruptor yang kerap dilakukan MA menjadi angin segar bagi para koruptor. Sebab, MA dianggap kerap berpihak kepada para koruptor.

"Pemotongan hukuman oleh MA ini dikhawatirkan menjadi multivitamin sekaligus penyemangat bagi pejabat yang ingin melakukan praktik korupsi. Sebab, mereka melihat secara langsung bagaimana putusan lembaga kekuasaan kehakiman jarang memberikan efek jera," ujar Kurnia dalam keterangannya, Rabu (9/3/2022).

Lagi pula, menurut Kurnia, dalam vonis terhadap Edhy, MA mengabaikan ketentuan Pasal 52 KUHP. Dalam pasal itu menegaskan pemberatan pidana bagi seorang pejabat yang melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya.

"Regulasi itu secara spesifik menyebutkan penambahan hukuman sepertiga, bukan justru dikurangi," ujar Kurnia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Hukuman Edhy Seharusnya Ditambah karena Korupsi saat Pandemi

Edhy Prabowo Kembali Digarap KPK
Menteri Kelautan dan Perikanan non aktif, Edhy Prabowo usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta, Jumat (4/12/2020). Sebelumnya, Edhy ditangkap dan ditahan KPK sebagai tersangka dugaan suap penetapan calon eksportir benih lobster pada Rabu (25/11). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Selain itu, Kurnia merasa heran dengan pertimbangan hakim MA dalam menyunat hukuman Edhy. MA beranggapan Edhy bersikap baik lantaran menyejahterakan masyarakat, dalam hal ini para nelayan.

"Jika ia sudah baik bekerja dan telah memberi harapan kepada masyarakat, tentu Edhy tidak diproses hukum oleh KPK. Mesti dipahami, bahkan berulang kali oleh MA bahwa Edhy adalah seorang pelaku tindak pidana korupsi. Ia memanfaatkan jabatannya untuk meraup keuntungan secara melawan hukum," kata Kurnia.

Apalagi, menurut Kurnia, Edhy melakukan tindak pidana korupsi di masa pandemi Covid-19. Kurnia berpendapat, seharusnya MA tidak menganulir putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. MA seharusnya bisa menambah hukuman Edhy, bukan mengurangi.

"Edhy melakukan praktik korupsi di tengah kesengsaraan masyarakat akibat pandemi Covid-19? Hukuman 5 tahun ini menjadi sangat janggal, sebab, hanya 6 bulan lebih berat jika dibandingkan dengan staf pribadinya Edhy, yakni Amiril Mukminin.


Infografis Penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo

Infografis Penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya