Polri Ajukan Red Notice Petinggi KSP Indosurya Suwito Ayub

Polri tengah memproses pengajuan red notice untuk Direktur Operasional Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Cipta Suwito Ajub, tersangka kasus dugaan investasi bodong.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 10 Mar 2022, 20:40 WIB
Diterbitkan 10 Mar 2022, 20:40 WIB
Ilustrasi investasi Bodong
Ilustrasi investasi Bodong (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta Polri tengah memproses pengajuan red notice untuk Direktur Operasional Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Cipta Suwito Ajub, tersangka kasus dugaan investasi bodong. Pasalnya, dia diduga tengah melarikan diri di luar negeri.

"Terkait dengan pencarian saudara tersangka Suwito Ajub, di sini kami sudah meminta bantuan kepada Divhubinter untuk menerbitkan red notice. Mudah-mudahan dengan jalur P2P itu kita bisa mengetahui keberadaan dari Suwito Ajub yang diduga ada di luar negeri," tutur Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan di Gedung Indosurya Center, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (10/3/2022).

Menurut Whisnu, pihaknya juga masih dalam proses menyelesaikan berkas perkara para tersangka. Termasuk tengah menyiapkan pengungkapan tersangka baru dalam kasus tersebut.

"Ada beberapa tersangka lain yang akan kita ungkapkan setelah ini selesai," jelas dia.

Bareskrim Polri dikabarkan telah menangkap sejumlah petinggi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya. Hal itu dilakukan pada Jumat, 25 Februari 2022.

Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan membenarkan penangkapan itu. Meski begitu, dia belum banyak memberikan keterangan perihal tersebut.

"Sudah," tutur Whisnu saat dikonfirmasi, Sabtu (26/02/2022).

Berdasarkan informasi, ada tiga petinggi KSP Indosurya yang ditangkap dan telah ditahan di Rutan Bareskrim Polri. Mereka adalah pendiri KSP Indosurya sekaligus Ketua KSP Indosurya Cipta, Henry Surya; Direktur Keuangan KSP Indosurya Cipta, June Indria; dan Direktur Operasional KSP Indosurya Cipta, Suwito Ayub.

"Nanti rilis lengkap Selasa minggu depan," kata Whisnu.

Koordinasi dengan Berbagai Pihak

Ilustrasi Investasi Bodong (Arfandi/Liputan6.com)
Ilustrasi Investasi Bodong (Arfandi/Liputan6.com)

Sebelumnya, Bareskrim Polri berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung (Kejagung), PPATK, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pihak Perbankan terkait kelanjutan penanganan kasus Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Inti/Cipta.

Dirtipideksus Bareskrim Polri saat itu yang dijabat oleh Brigjen Helmy Santika menyampaikan, koordinasi tersebut diperlukan demi mendapatkan masukan konstruksi perkara yang dibangun oleh penyidik.

"Setelah koordinasi dengan Kejaksaan Agung, PPATK, OJK, dan pihak Perbankan untuk melengkapi alat bukti, penyidik akan melakukan pemberkasan terhadap tiga tersangka kasus Indosurya," tutur Helmy dalam keterangannya, Rabu 26 Mei 2021.

Helmy menegaskan, penyidik dapat berhati-hati dalam menangani kasus Indosurya. Hal tersebut lantaran ada sejumlah aspek yang mesti diperhatikan dalam proses penyidikannya. Sejauh ini, tim masih melakukan pemeriksaan tambahan terhadap saksi-saksi maupun keterangan saksi ahli.

Penyidik juga harus mengakomodir korban-korban lain yang baru mengadukan Indosurya saat kasus tersebut sudah dalam proses penanganan Bareskrim Polri.

"Ini juga membutuhkan waktu karena perlu penyitaan ribuan dokumen," jelas dia.

Sejauh ini, dalam proses penyidikan nyatanya salah satu dari tiga tersangka mengajukan bukti baru.

"Tersangka Henry Surya mengajukan bukti baru berupa putusan perjanjian perdamaian (homologasi) atas gugatan PKPU," kata Helmy.

Dalam kasus ini, tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka perkara Indosurya. Mereka adalah Ketua KSP Indosurya Henry Surya, Manager Direktur Koperasi Suwito Ayub, dan Head Admin June Indria. Selain itu, polisi juga menetapkan KSP Indosurya sebagai tersangka korporasi.

Pada Juli 2020, hakim Pengadilan Niaga PN Jakarta Pusat memutus pengesahan homologasi perkara penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) antara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Cipta dengan para kreditur.

Helmy menyebut, pihaknya memperhatikan setiap aturan hukum agar tidak salah dalam proses administrasi penyidikan.

"Termasuk putusan PN Jakpus tentang PKPU yang harus diikuti meski dikesankan bahwa penyidikan berjalan lamban namun sebenarnya masih on the track," ujarnya.

Kasus kejahatan investasi dengan homologasi atas gugatan PKPU sendiri tidak hanya terjadi di kasus Indosurya. Hanya saja, penanganannya terkesan lambat lantaran banyak faktor.

"Jika kami mengunakan kacamata kuda, maka kasus ini sudah selesai dari dulu karena tersangka ada, korban ada, barang bukti ada dan saksi ada. Namun penyidik juga harus mempertimbangkan kemanfaatan hukum dan mekanisme hukum lainnya, di mana banyak korban yang mengharap kerugiannya dikembalikan begitu juga dengan adanya PKPU, sehingga penanganannya terkesan menjadi lambat," sebut Helmy.

Adapun konsep penanganan terhadap perkara-perkara serupa dipastikan tidak berbeda satu dengan lainnya. Di mana kepentingan masyarakat atau korban yang lebih banyak akan lebih diutamakan. Seperti kasus investasi Asuransi Kresna, PT Jouska, Pikasa Group, Indosterling dan sejumlah kasus lainnya.

Untuk poses penyidikan kasus Indosurya, masih tetap berjalan dan sudah ada ratusan orang yang telah diperiksa penyidik.

"Dan Kami tentunya berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini," Helmy menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya