Kejagung Periksa Eks Direktur Pelaksana I dan IV Terkait Kasus Korupsi LPEI

Kasus dugaan korupsi penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI diduga merugikan keuangan negara hingga Rp 2,6 triliun.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 18 Mar 2022, 01:10 WIB
Diterbitkan 18 Mar 2022, 01:10 WIB
Ilustrasi Kejaksaan Agung RI (Kejagung).
Gedung Kejaksaan Agung RI (Kejagung). (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa enam saksi terkait kasus dugaan korupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Tahun 2013-2019. Di antaranya adalah Mantan Direktur Pelaksana I dan IV LPEI.

"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan untuk melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI tahun 2013-2019," tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Kamis (17/3/2022).

Para saksi adalah Tomy Susanto selaku Analis di Divisi Analisa Risiko Bisnis II LPEI periode November 2015-Juni 2020, Maskur Hadi selaku KJPP Asnawi, dan Taufiqur Rahman selaku Kepala Departemen UKM LPEI periode tahun 2010-2014.

Kemudian Dwi Wahyudi selaku Wakil Presiden Komisaris PT Green Land Utama Development yang juga Direktur Pelaksana I LPEI periode 2009-2018, Omar Baginda Pane selaku Mantan Direktur Pelaksana IV LPEI Tahun 2009, dan Maryani Sawidyanti selaku Kepala Divisi Risiko Bisnis I periode 2014-Januari 2018.

"Seluruhnya diperiksa terkait pemberian fasilitas pembiayaan dari LPEI," kata Ketut.

Sebelumnya, Kejagung kembali menyita sejumlah aset milik tersangka JD atas kasus dugaan tindak pidana korupsi pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI Tahun 2013-2019.

Kasus korupsi LPEI tersebut diduga menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 2,6 triliun. Aset yang disita Kejagung dari tersangka JD sendiri berupa bangunan.

"Aset milik tersangka yang berhasil disita dan diamankan merupakan aset milik dan atau yang terkait tersangka JD di Kota Surabaya," tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Jumat (11/3/2022).

Penyitaan Aset di Surabaya dan Gresik

Ilustrasi Kejaksaan Agung RI (Kejagung)
Gedung Kejaksaan Agung RI (Kejagung). (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Menurut Ketut, penyitaan aset tersangka JD di Surabaya yang dilakukan pada Jumat 11 Maret 2022 sekitar pukul 15.00 WIB, yakni berupa tiga bangunan rumah toko atau ruko di Ruko Wisata Bukit Mas 2 dan satu bangunan rumah di Perumahan Wisata Bukit Mas 1 Surabaya.

"Terhadap aset-aset para tersangka yang telah disita tersebut, selanjutnya akan dilakukan penaksiran atau taksasi oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) guna diperhitungkan sebagai penyelamatan kerugian keuangan negara didalam proses selanjutnya," jelas dia.

Selain di Surabaya, penyidik juga sebelumnya telah menyita aset milik tersangka JD di Kedunganyar dan Desa Sumberame, Kecamatan Wringinanom, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

"Adapun aset milik tersangka JD yang disita berupa 20 bidang tanah dan bangunan yang di atasnya berdiri pabrik kertas PT Summit Paper dan PT Gunung Gilead dengan total 66.414 meter persegi di Kedunganyar dan Desa Sumberame, Kecamatan Wringinanom Kabupaten Gresik," beber Ketut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya