Bagaimana Hentikan Fenomena Klitih di Yogyakarta?

Seorang siswa SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta, nama Daffa Adzin Albasith menjadi korban klitih alias kejahatan jalanan hingga meninggal dunia, Minggu dini hari (3/4/2022).

oleh Nila Chrisna Yulika diperbarui 13 Apr 2022, 14:35 WIB
Diterbitkan 13 Apr 2022, 14:35 WIB
Ilustrasi klitih
Ilustrasi klitih. Foto: Pixabay dari Pexels.

Liputan6.com, Jakarta Fenomena klitih di Yogyakarta menimbulkan korban jiwa. Seorang siswa SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta, nama Daffa Adzin Albasith menjadi korban klitih alias kejahatan jalanan hingga meninggal dunia, Minggu dini hari (3/4/2022). Kasus yang terus berulang hingga membuat muram wajah Kota Yogyakarta.

Lalu bagaimana menyetop fenomena klitih yang dipastikan dilakukan oleh pelajar?

Kriminolog dari Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Soeprapto mengatakan, klitih selalu terjadi di malam hari. Sehingga dipastikan saat ini fungsi utamanya keluarga seperti sosial, pendidikan, norma, budaya dan proteksi tidak dilakukan dengan baik. Sehingga remaja cenderung lebih nyaman dengan teman-temannya. 

"Mestinya kalau ada anak yang tidak di rumah maka orang tua seharusnya dipertanyakan di mana, sedang apa, nah sekarang saya menangkap saat ini banyak orangtua yang sudah tidak peduli, yang penting anak itu tidak menganggu aktivitas orang tua maka dibiarkan dia di mana saja," kata Soeprapto kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu, (13/4/2022).

Sehingga untuk mengatasi fenomena klitih ini, seharusnya para orangtua memenuhi fungsi utamanya. Selain itu, lembaga pendidikan juga harus menerapkan kurikulum berkarakter.

Selain itu, media juga memiliki peran penting untuk mendidik anak-anak dan remaja, misalnya tidak menayangkan tayangan berbau kekerasan dan mengajak konsumtif. Selain itu, perlu juga adanya keterlibatan lembaga agama dan pemerintah. 

"Kalau itu terintegrasi dengan baik saya kira itu bisa diminimalkan," ujar dia.

Soeprapto mengatakan, dengan ditangkapnya pembuhun Daffa, maka sebenarnya sasaran serangan kelompok remaja ini bukan dilakukan secara acak. Namun, mengarah pada kelompok remaja atau pelajar yang berpotensi dijadikan musuh.

"Sesuai pembelokan makna klitih yang di maknai kegiatan mencari musuh-musuh. Maksud acak yang terjadi bukan berarti sembarang pengguna jalan, namun sembarang kelompok yang berpotensi dijadikan musuh," ujar Soeprapto.

Sebenarnya, kata dia, pihak kepolisian sudah menjalankan fungsinya dengan baik dengan melakukan tindakan preventif. Namun, dia menyarankan agar pihak berwenang perlu melakukan pendalaman kepada orangtua kelompok pelaku maupun korban untuk mengetahui bagaimana bisa anak-anak berada di luar rumah sampai larut malam.

Sementara kepada masyarakat tidak perlu takut jadi korban, asal saat bertemu atau papasan dengan kelompok mereka jangan terpancing merespons apapun.

Asal Mula Fenomena Klitih

Fenomena klitih di Yogyakarta sejatinya sudah dilakukan masyarakat Yogyakarta dari jaman dahulu. Dulu, klitih merupakan kegiatan untuk mengisi waktu luang. Biasa dilakukan dengan menjahit, mengisi TTS, membaca atau jalan-jalan sore. 

Namun, berdasarkan penelitian yang dilakukan Kriminolog dari Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Soeprapto makna klitih kemudian bergeser menjadi amat negatif sejak 2004. Di mana para remaja tersebut memanfaatkan waktu luang mereka dengan mencari musuh di jalanan. 

Hal ini terjadi sejak Pemerintah Kota Yogyakarta menerapkan kebijakan untuk mengembalikan setiap siswa yang terlibat tawuran kepada orangtua alias dikeluarkan dari sekolah. 

Sejak pendisiplinan itu, pelajar yang terbiasa tawuran mulai merasa dibatasi dan tak leluasa membuktikan eksistensi diri sehingga melampiaskan kekecewaan dan dendam lewat tawuran.

"Akhirnya sekarang mengisi waktu luang tapi ditumpangi mencari musuh, sehingga tiap kali bilang klitih maknanya jadi mencari musuh," kata Soeprapto kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu, (13/4/2022).

Soeprapto mengatakan, sebenarnya fenomena tawuran ini juga sudah lama dilakukan namun hanya dengan menggunakan batu dan kerikil sehingga disebut tawuran. Namun, kini sekelompok remaja tersebut dimanfaatkan oleh pihak tertentu sehingga mereka dibekali pedang, celurit, dan gir. 

"Masih banyak yang beranggapan jika pelakunya anak-anak maka hukumannya hanya sebatas pembinaan. Nah ini karena anak-anak hukumannya ringan, maka dimanfaatkan oleh pihak tertentu, istilahnya "nabok nyilih tangan", menanfaatkan anak-anak ini," ujar dia.

Kenekatan yang dilakukan remaja tersebut, kata Soeprapto, karena mereka belum memiliki daya pikir rasional yang panjang, selain itu juga karena kecerdasan emosi mereka masih rendah.

"Jika mereka memiliki Kedewasaan Emosional pada level mampu mengendalikan diri maka saat mendengar ada kelompok memblayer kendaraannya, kelompok korban tidak harus mengejar. Kelompok korban pasti tidak menduga bahwa pemancing pertikaian itu sudah siap dengan senjatanya," tandas Soeprapto.

Polisi Bakal Blusukan ke Sekolah-Sekolah dan Gelar Razia

Polres Bantul DIY memerintahkan anggotanya blusukan ke SMA/SMK guna mencegah sejak dini tawuran pelajar dan segala bentuk kejahatan jalanan alias klitih.

Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Bantul AKBP Ihsan usai memantau penyaluran bantuan tunai bagi PKL dan nelayan di Kodim Bantul, Jumat (8/4/2022) mengatakan, terkait antisipasi kejahatan jalanan pihaknya sudah melakukan upaya preemtif, preventif, dan represif.

"Preemtif itu pencegahan, kita cegah atau menangkal sejak dini. Sekarang saya perintahkan Kasat Binmas (Kepala Satuan Pembinaan Masyarakat) bersama Bhabinkamtibmas mendatangi sekolah-sekolah yang memang rawan siswanya menjadi pelaku kejahatan jalanan," katanya.

Dia mengatakan anggotanya akan mendatangi SMK yang siswanya rawan terlibat kejahatan jalanan. Anggota kepolisian datang ke sekolah didampingi guru akan merazia tas yang kemungkinan berisi benda tajam atau barang yang tidak semestinya dibawa saat sekolah.

Bahkan, katanya, anggota Satuan Lalu Lintas (Satlantas) diinstruksikan pula mendatangi sekolah untuk merazia siswa yang membawa kendaraan bermotor karena ada kemungkinan para siswa belum memiliki SIM dan kelengkapan lainnya.

Polres Bantul juga menggiatkan razia knalpot blombongan atau tidak sesuai standar, termasuk razia anak yang membawa sepeda motor dan jika kedapatan ada pelanggaran, maka polisi akan menindak tegas dengan tilang.

"Bahkan saya sudah perintahkan Kasat Lantas terkait kejahatan jalanan ini atau tawuran, kalau siswa tidak mempunyai SIM dan tidak memakai helm, maka akan kita tahan sepeda motornya sampai usai Lebaran 2022," katanya.

Dia mengatakan hal itu bertujuan agar anak-anak yang belum waktunya mengendarai sepeda motor jera.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya