Data Hasil Face Recognition di Kasus Ade Armando Bocor ke Medsos, Ini Kata Polri

Polisi salah mengidentifikasi seorang terduga pelaku pengeroyokan terhadap pegiat media sosial, Ade Armando.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Apr 2022, 16:32 WIB
Diterbitkan 15 Apr 2022, 16:28 WIB
Ade Armando Babak Belur
Pegiat media sosial Ade Armando saat diamankan pihak kepolisian dari amukan massa di depan Gedung DPR RI, Senin (11/4/2022). (FOTO: Dok. Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengaku, tidak mengerti terkait data hasil identifikasi seseorang dapat tersebar luas hingga ke media sosial. Hal ini berkaitan dengan salahnya identifikasi terhadap terduga pelaku pengeroyokan Ade Armando yang terjadi pada Senin (11/4/2022) lalu di DPRt/MPR, Jakarta.

"Kalau itu enggak ngerti, kok bisa gitu (data seseorang bocor dan terseber ke media sosial)," kata Dedi saat dihubungi merdeka.com, Jumat (15/4/2022).

Selain itu, ia menjelaskan cara kerja Face Recognition dalam mengungkap data seseorang. Menurutnya, cara kerja alat itu dengan memotret tampilan wajah seseorang yang nantinya akan muncul sebuah data seseorang.

Data yang kemudian ditampilkan mengacu pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektornik yang sudah terhubung dengan Dinas Kependudukan Catatan Sipil (Disdukcapil).

"Ya hanya motret saja sesuai data e-KTP kan ada 9 titik wajah. Kalau 8 cocok, berarti 95 persen cocok," jelasnya.

 

Sesuai e-KTP

Proses face recognition, katanya, akan menjadi sulit ketika seseorang tidak melakukan perekaman e-KTP. Sebab, hanya pada e-KTP lah ada proses perekaman wajah seseorang.

"Ya datanya sesuai e-KTP, kalau enggak punya e-KTP angel-angel (susah-susah)," ujarnya.

Ditambahkan Komisioner Komisi Polisi Nasional (Kompolnas) Poengki Indarti, proses face Recognition biasanya dimulai dengan meletakkan foto seseorang di depan alat Face Recognition. Dilanjutkan mengidentifikasi data seseorang.

"Pakai foto, terus ditaruh di depan alatnya untuk identifikasi. Jika fotonya jelas, pasti akan bisa terindentifikasi dan tersambung dengan data yang bersangkutan yang terekam di Dukcapil," jelas Poengki.

 

Tidak Tepat Jadi Alat Identifikasi

Kendati demikian, dia menilai alat tersebut tidak tepat jika dipakai untuk melakukan identifikasi. Sebab hasilnya bisa menjadi tidak akurat jika foto atau objek yang dipakai tidak jelas.

"Bukan alatnya yang belum tepat, tapi fotonya yang diupayakan jelas agar bisa diidentifikasi oleh alatnya. Kayak di film-film itu lho, ada foto pelaku terus dipindai dengan alat, dan alatnya bisa melacak identitasnya," ungkapnya.

"Posisi berdiri menghadap alat tersebut juga menentukan, karena alat akan merekam struktur wajah kita," sambungnya.

Secara terpisah, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan mengungkapkan, kesalahan dalam mengidentifikasi dengan menggunakan Face Recognition karena orang tersebut menggunakan benda tambahan dalam tubuhnya.

"Kesalahan bisa saja semisal karena dia pakai topi, jadi tertutup itu," tutup Zulpan.

 

Foto Try Budi Viral

Sebelumnya, foto Try Budi Purwanto viral di media sosial berserta alamat tempat tinggalnya. Viralnya foto tersebut berawal terjadinya pengeroyokan terhadap Ade Armando saat unjuk aksi rasa yang terjadi di DPR/MPR, Jakarta.

Diketahui, Polisi salah mengidentifikasi seorang terduga pelaku pengeroyokan terhadap pegiat media sosial, Ade Armando. Sosok Abdul Manaf yang diumumkan dalam proses pencarian beberapa waktu lalu dipastikan tidak terlibat dalam penganiayaan itu.

Sebelumnya, Polda Metro Jaya menyebut Abdul Manaf merupakan satu di antara enam pelaku pemukulan dan pengeroyokan terhadap Ade Armando, selain M Bagja, Komar, Dhia Ul Haq, Ade Purnama, dan Abdul Latip.

Namun faktanya, Abdul Manaf bukanlah pelaku. "Setelah kita lakukan pencocokan pemeriksaan awal ternyata Abdul Manaf itu tidak terlibat," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan kepada wartawan, Rabu (13/4) malam.

Reporter: Nur Habibie/Merdeka.com

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya