Nyepi 2025 pada Sabtu, 29 Maret: Heningnya Bali yang Mendalam

Tahun Baru Saka 1947, Nyepi 2025 jatuh pada 29 Maret. Simak sejarah, makna spiritual, dan tradisi unik hari raya umat Hindu di Bali ini.

oleh Nila Chrisna Yulika Diperbarui 28 Mar 2025, 12:30 WIB
Diterbitkan 28 Mar 2025, 12:30 WIB
Sambut Nyepi 2025, Pawai Ogoh-ogoh Kala Rau Digelar di TMII Jakarta Lebih Awal
Pawai ogoh-ogoh di TMII. (dok. TMII)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Hari Raya Nyepi 2025 akan jatuh pada hari Sabtu, 29 Maret 2025, pukul 05.59 WITA dan berakhir Minggu, 30 Maret 2025 pukul 06.00 WITA. Perayaan ini merupakan Tahun Baru Saka bagi umat Hindu di Indonesia, khususnya Bali, yang dirayakan dengan suasana hening dan penuh refleksi selama 24 jam penuh.

Perayaan ini ditetapkan sebagai hari libur nasional, di mana seluruh aktivitas publik dihentikan untuk menghormati tradisi spiritual yang mendalam ini. Bagaimana sejarah dan makna perayaan Nyepi ini? Mari kita telusuri lebih lanjut.

Umat Hindu di Bali dan seluruh Indonesia akan menjalankan Catur Brata Penyepian: Amati Geni (tidak menggunakan api), Amati Karya (tidak bekerja), Amati Lelungan (tidak bepergian), dan Amati Lelanguan (tidak bersenang-senang).

Keempat pantangan ini bertujuan untuk menciptakan suasana tenang dan kontemplatif, memberikan kesempatan bagi umat Hindu untuk melakukan introspeksi diri dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tradisi ini telah berlangsung turun-temurun dan menjadi bagian integral dari kehidupan spiritual masyarakat Bali.

Menariknya, Nyepi 2025 berdekatan dengan Idul Fitri yang diperkirakan jatuh pada 31 Maret 2025. Kedekatan kedua hari raya besar ini menjadi cerminan indahnya keragaman dan toleransi antarumat beragama di Indonesia. Suasana hening Nyepi di Bali, dengan penutupan bandara dan jalanan yang sepi, menunjukkan betapa pentingnya menghormati tradisi dan budaya bagi semua pihak, termasuk wisatawan yang berkunjung ke Pulau Dewata.

Promosi 1

Sejarah Nyepi: Dari Kalender Saka hingga Tradisi Modern

Sejarah Nyepi berakar pada penggunaan Kalender Saka yang diperkenalkan pada tahun 78 Masehi oleh Raja Kanishka I dari Dinasti Kushan di India. Kalender ini kemudian menyebar ke berbagai wilayah, termasuk Nusantara, dan diadopsi oleh umat Hindu di Indonesia sebagai pedoman perayaan keagamaan. Pergantian tahun dalam Kalender Saka menjadi momen sakral yang dirayakan sebagai Nyepi.

Awalnya, Nyepi mungkin lebih fokus pada pergantian tahun. Namun, seiring waktu, makna spiritualnya semakin diperkaya. Nyepi menjadi lebih dari sekadar pergantian tahun; ia menjadi waktu untuk refleksi diri, penyucian jiwa, dan memperkuat hubungan dengan Sang Hyang Widhi. Kesunyian dan meditasi selama 24 jam bertujuan untuk mencapai keseimbangan batin dan menciptakan kehidupan yang lebih harmonis.

Perayaan Nyepi yang kita kenal sekarang merupakan hasil evolusi tradisi yang panjang. Ia berakar pada sejarah yang kaya dan terus beradaptasi dengan konteks zaman modern, namun tetap mempertahankan inti spiritualitasnya.

Tradisi menghentikan seluruh aktivitas publik selama Nyepi, seperti penutupan bandara dan jalanan yang sepi, menunjukkan betapa pentingnya perayaan ini bagi masyarakat Bali dan bagaimana mereka menghargai nilai-nilai spiritual dan budaya.

Makna Mendalam Nyepi: Lebih dari Sekadar Libur Nasional

Nyepi memiliki makna yang sangat mendalam bagi umat Hindu. Lebih dari sekadar hari libur nasional, Nyepi adalah momen penyucian diri dan alam semesta. Catur Brata Penyepian, empat pantangan utama, yaitu Amati Geni, Amati Karya, Amati Lelungan, dan Amati Lelanguan, bukan sekadar aturan, melainkan praktik spiritual untuk mencapai keseimbangan dan harmoni.

Pantangan-pantangan tersebut bertujuan untuk menciptakan ketenangan batin dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Dengan menjauhi aktivitas duniawi selama 24 jam, umat Hindu berharap dapat mencapai kedamaian batin dan merefleksikan kehidupan mereka.

Melalui Nyepi, umat Hindu mendapatkan kesempatan untuk membersihkan pikiran, memperkuat hubungan dengan Sang Hyang Widhi, dan mempersiapkan diri untuk tahun baru Saka dengan hati yang bersih dan pikiran yang jernih. Ini adalah waktu untuk introspeksi, meditasi, dan penyucian diri.

Nyepi juga memberikan kesempatan bagi alam untuk beristirahat dan pulih. Kesunyian dan ketenangan selama 24 jam memberikan dampak positif bagi lingkungan dan keseimbangan alam. Hal ini menunjukkan bagaimana tradisi Nyepi tidak hanya bermakna spiritual, tetapi juga ekologis.

Dengan memahami sejarah dan makna Nyepi, kita dapat lebih menghargai nilai-nilai spiritual dan budaya yang terkandung di dalamnya. Perayaan ini juga menjadi momentum untuk memperkuat toleransi dan kerukunan antarumat beragama di Indonesia.

Sumber: Antara

infografis journal
infografis Kebiasaan Saat Puasa Ramadan di Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah).... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya