KSP Cari Solusi Terobosan Konflik Agraria

Misalnya, kata Nova, Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang reforma agraria mengamanatkan penanganan sengketa dan konflik agraria diatur dengan peraturan menteri.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Jun 2022, 00:16 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2022, 01:25 WIB
moeldoko
Kepala Staf Kepresidenan RI Dr. Moeldoko. (Kantor Staf Presiden RI)

Liputan6.com, Jakarta - Langkah Kantor Staf Kepresidenan atau KSP menggelar pertemuan bersama beragam pakar seraya menggandeng perwakilan Kementerian BUMN dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) untuk mencari solusi terobosan penyelesaian konflik agrarian, khususnya yang terjadi di atas aset PTPN, kontan memancing reaksi publik.

Direktur Eksekutif Indonesian Bureaucracy and Service Watch (IBSW), Nova Andika, mengapresiasi upaya tersebut sebagai terobosan penting yang memberikan harapan baru bagi penyelesaian konfik-konflik agraria selama ini.

Menurut Nova, selama ini regulasi atau kebijakan penyelesaian konflik agraria yang ada seringkali dirasakan belum komprehensif. Misalnya, kata Nova, Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang reforma agraria mengamanatkan penanganan sengketa dan konflik agraria diatur dengan peraturan menteri.

"Namun, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 21 Tahun 2020 itu diterbitkan tidak secara spesifik membahas reforma agraria," kata Nova.

Yang juga terjadi, ujar Nova, adalah lemahnya koordinasi antarinstansi yang akhirnya menjadi kendala yang menghambat pelaksanaan reforma agraria, baik di pusat maupun daerah. Hal itulah yang kemudian membuat terjadinya maladministrasi pelayanan publik, yang kemudian memunculkan penundaan yang berlarut-larut serta tak jarang menimbulkan penyalahgunaan kewenangan dalam penyelesaian konflik dan redistribusi lahan.

"Jadi, manakala Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko dalam terobosannya mengumpulkan semua pihak terkait, kecuali para petani penggarap yang pada saatnya pasti akan dilibatkan juga, itu memberikan harapan besar bahwa persoalan yang kadang sudah terjadi berlarut-larut ini bisa terselesaikan," ucap Nova.

Tidak sinkronnya langkah dan regulasi antarkementerian lembaga itulah, kata Nova, yang membuat penyelesaian konflik agraria menjadi Panjang, lama dan berlarut-larut.

Nova menunjuk kehadiran para perwakilan Kementerian BUMN dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) di antara beragam pakar, yakni pakar hukum, pakar ekonomi, pakar hukum perusahaan, pakar hukum pidana dan pakar kebijakan public yang diundang KSP untuk mencari solusi persoalan agrarian, sangatlah tepat.

"Becermin dari berbagai upaya yang suda dilakukan di masa lalu, yang masih menyisakan banyak persoalan, bisa dikatakan upaya KSP ini sebuah langkah out of the box," kata pengamat birokrasi dan kebijakan publik tersebut.

Nova juga mewanti-wanti bahwa persoalan konflik agraria adalah persoalan krusial yang banyak terjadi di Indonesia. Ia menunjuk data, selama tahun 2021 saja ada 1.612 laporan masyarakat yang berkaitan dengan kasus agraria yang masuk ke kantor Ombudsman RI, lembaga negara yang berwenang melakukan pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik di seluruh Indonesia. Laporan itu lebih tinggi dibandingkan kasus-kasus lain, misalnya urusan kepegawaian (984 laporan), urusan Kepolisian (940 laporan), dan pendidikan (913 laporan).

 

PTPN Kurangi Dominasi Lahan

Moeldoko
Kepala Staf Presiden RI, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Laporan publik yang masuk ke Kantor Staf Presiden tidak jauh berbeda dengan laporan masyarakat tentang konflik agraria yang masuk ke Kantor Ombudsman RI. KSP mencatat, secara total ada 1.504 kasus konflik agraria yang masuk ke KSP sejak 2016 hingga 2022.

"Karena itu jangan dipandang enteng, karena urusan ini bersangkutan langsung dengan hajat hidup orang banyak, langsung berurusan dengan perut mereka," kata Nova. Itulah sebabnya, kata dia, pemerintah Presiden Jokowi menjadikannya sebagai program strategis nasional dan dimonitor langsung oleh Presiden.

Masih kata Nova, substansinya adalah PTPN harus mengurangi dominasinya atas lahan yg dikelola jika ingin memberi Kesejahteraan kepada masyarakat lebih luas. Karena Negara dan Pemerintah ada untuk mensejahterakan masyarakat.

Tapi di sisi yang lain, masyarakat petani penggarap, jika sudah mendapatkan Redistribusi lahan dari pengurangan area lahan PTPN, jangan langsung dijual atau dipindahtangankan/dimutasi ke pihak lain atau swasta/Pengusaha karena adanya lahan lebih diprioritaskan untuk penunjang kedaulatan pangan domestik keluarga dan nasional.

"IBSW sering menemukan kasus sengketa lahan antara petani penggarap dengan PTPN" pungkas Nova.

Sebagaimana diberitakan banyak media massa arus utama, pada Rabu (8/6) lalu, Kepala Staf Kepresidenan RI, Moeldoko, menggelar diskusi dengan banyak pakar dan wakil Kementerian BUMN dan PTPN. Diskusi tersebut dilakukan untk mencari solusi terobosan, mengingat masih banyaknya kasus-kasus konflik agraria yang terjadi di masyarakat. Saat membuka diskusi, Moeldoko mengatakan, hal itu juga dilakukan untuk menindaklanjuti amanat Presiden Joko Widodo yang menaruh perhatian besar pada penyelesaian konflik agraria yang beririsan dengan aset BUMN.

"Kita harus dapat memilih kebijakan yang dapat menyelesaikan masalah dan memperkuat kepercayaan diri para pihak bahwa permasalahan ini dapat diselesaikan," kata Moeldoko saat membuka diskusi.

Moeldoko berharap akan segera ditemukannya solusi komprehensif yang pada gilirannya tanah-tanah sengkreta tersebut dapat segera dimanfaatkan rakyat sehingga terjadi peningkatan pendapatan. “Dalam hal ini, akan ada pemberdayaan kepada penerima manfaat, yakni rakyat," kata Moeldoko.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya