Sederet Tanggapan Berbagai Pihak soal Legalisasi Ganja Medis di Indonesia

Wakil Presiden Ma'ruf Amin menegaskan pemakaian ganja dilarang di agama Islam. Meski demikian, ia menyebut ada pengecualian penggunaan ganja medis.

oleh Devira PrastiwiLiputan6.com diperbarui 30 Jun 2022, 16:00 WIB
Diterbitkan 30 Jun 2022, 16:00 WIB
Ilustrasi pengemasan daun ganja untuk pengobatan medis
Ilustrasi pengemasan daun ganja untuk pengobatan medis. (Liputan6.com/Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini permintaan keperluan ganja medis mencuat. Hal itu bermula dari pasangan suami istri Santi Warastuti dan Sunarta tengah berjuang untuk sang anak yang didera penyakit Cerebral Palsy.

Santi dan Sunarta menanti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) berkenaan dengan uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Mereka berharap ganja yang masuk dalam daftar narkotika golongan 1 itu dapat digunakan untuk kepentingan medis.

Hal tersebut pun mendapat beragam tanggapan berbagai pihak. Salah satunya anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Rahmad Handoyo.

Rahmad meminta pemerintah untuk menyikapi wacana melegalkan ganja untuk keperluan medis dengan penuh kehati-hatian. Dia menekankan wacana legislasi ganja harus berdasarkan kajian yang komprehensif, bukan karena latah mengikuti trend dunia.

"Kita harus berhati-hati menyikapi wacana ini, bukan latah. Artinya sebelum ganja medis dilegalkan, terlebih dahulu dilakukan kajian komperhensif yang melibatkan segala unsur terkait, khususnya para medis, psikolog," kata Rahmad Handoyo dikutip dari siaran persnya, Rabu 29 Juni 2022.

Sementara itu, Wakil Presiden Ma'ruf Amin menegaskan pemakaian ganja dilarang di agama Islam. Meski demikian, ia menyebut ada pengecualian penggunaan ganja untuk kebutuhan medis. Oleh karena itu, Ma'ruf meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk membuat fatwa.

"Memang kalau ganja itu dilarang, sudah dilarang. Masalah kesehatan itu MUI segera buat fatwa baru, kebolehannya itu, artinya ada kriteria," ujar Ma'ruf di Kantor MUI.

Berikut sederet tanggapan berbagai pihak terkait keperluan ganja medis di Indonesia dihimpun Liputan6.com:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

1. Wapres RI

Wapres Ma'ruf Amin
Wapres Ma'ruf Amin (Istimewa)

Wakil Presiden Ma'ruf Amin menegaskan pemakaian ganja dilarang di agama Islam. Meski demikian, ia menyebut ada pengecualian penggunaan ganja untuk kebutuhan medis. Oleh karena itu, Ma'ruf meminta MUI untuk membuat fatwa.

"Memang kalau ganja itu dilarang, sudah dilarang. Masalah kesehatan itu MUI segera buat fatwa baru, kebolehannya itu, artinya ada kriteria," ujar Ma'ruf di Kantor MUI, Selasa 28 Juni 2022.

Ma'ruf menyatakanya fatwa dibutuhkan agar menjadi pedoman bagi anggota legislatif merumuskan legalisasi ganja untuk medis.

Ia berharap wacana penggunaan ganja nantinya tidak menimbulkan kemudaratan.

"Nanti MUI segera buat fatwanya untuk bisa dipedomani DPR. Jangan sampai nanti berlebihan dan menimbulkan kemudaratan," tutur Ma'ruf.

Maruf juga meminta MUI membuat fatwa yang berisi aturan atau jenis-jenis ganja yang bisa digunakan untuk pengobatan.

"Ada berbagai spesifikasi itu ya ganja itu. Ada varietasnya. Supaya MUI nanti buat fatwa yang berkaitan dengan varietas-varietas ganja itu," pungkas Ma'ruf.

 

2. Menteri Kesehatan

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin memberikan keterangan pers usai Rapat Terbatas Evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat di Istana Merdeka Jakarta pada Senin, 18 April 2022. (Dok Sekretariat Kabinet RI)

Terkait penggunaan ganja medis, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan kajian penelitian dengan melibatkan perguruan tinggi. Dalam kajian penelitian untuk riset ganja medis juga memerlukan laboratorium dan sumber daya manusia.

Riset ganja medis tersebut disampaikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin. Fasilitas laboratorium pun sudah tersebar, salah satunya Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional di bawah naungan Kemenkes di Tawangmangu, Jawa Tengah.

"Fasilitas kita tersedia untuk riset ganja. Yang pertama, kita mesti punya lab-nya. Yang kedua, kita mesti punya orangnya (sumber daya manusia)," terang Budi Gunadi saat berdialog dengan wartawan di Gedung Kementerian Kesehatan RI Jakarta pada Rabu, 29 Juni 2022.

"Lab untuk riset ini banyak. Salah satu yang kita punya ya di Tawangmangu," sambung dia.

Budi Gunadi kembali menekankan, hasil riset yang dilakukan untuk ganja hanya ditujukan untuk medis saja, bukan konsumsi. Dari hasil riset akan diperoleh, apa saja layanan medis yang dapat diberikan dari penggunaan ganja.

"Soal ganja itu tahapannya riset dulu. Nanti habis riset kita tahu untuk digunakan buat medis, bukan untuk konsumsi. Jadi, buat medisnya apa saja. Mungkin bisa lah, misalnya, satu dua, atau tiga layanan medis bisa kita berikan dengan berbasis ganja," terang dia.

"Nah, habis itu kemudian dilakukan proses produksinya. Tapi itu dilakukan tahap kedua ya. Tahap pertama tadi riset dulu biar ketahuan (manfaat medis)," sambung Menkes Budi.

Saat ini, Budi Gunadi Sadikin mengatakan, Kemenkes sudah melakukan kajian dan akan segera mengeluarkan regulasinya. Hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian ganja medis terkait bagaimana mengontrol fungsi penelitian. Fungsi penelitian ini harus sejalan dengan fungsi medis dari ganja.

"Kami sudah melakukan kajian (soal ganja untuk medis). Nanti sebentar lagi akan keluar regulasinya. Tinggal masalah bagaimana kita mengontrol untuk fungsi penelitian. Nanti kalau sudah lulus penelitian, produksinya (ganja) harus kita jaga sesuai dengan fungsi medisnya," kata dia.

Dasar dari keputusan Kemenkes untuk menerbitkan regulasi penelitian tanaman ganja adalah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Pada Pasal 12 ayat 3 dan Pasal 13 aturan di atas disebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan produksi dan/atau penggunaan dalam produksi dengan jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi diatur dengan Peraturan Menteri.

Perihal kebutuhan medis, Budi Gunadi membandingkan dengan penggunaan morfin. Morfin yang dikenal lebih keras dari ganja dapat digunakan untuk medis. Penggunaan morfin sesuai ketentuan medis yang ditetapkan.

"Kalau buat saya, semua tanaman, semua binatang yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa pasti ada manfaatnya tapi kita enggak tahu. Kan harus ada riset penelitiannya dulu," terangnya.

"Sama juga dengan ganja yang dipakai buat kebutuhan lain. Tapi ganja sebenarnya sama seperti morfin. Ganja bisa dipakai untuk sesuatu yang bermanfaat," sambung dia.

Dalam kajian ganja untuk medis, Budi Gunadi Sadikin menambahkan, penelitian dilakukan tidak hanya oleh Kemenkes saja, melainkan melibatkan perguruan tinggi. Walau begitu, ia tak menyebut perguruan tinggi mana saja yang ikut terlibat dalam penelitian ganja untuk medis.

"Yang melibatkan penelitian enggak hanya di Kemenkes, tapi juga perguruan tinggi. Karena balik lagi tahap pertamanya, harus ada penelitian. Ini (ganja) bisa dipakai untuk layanan atau produk medis apa saja," tambahnya.

"Kalau sudah ada penelitiannya, nanti bisa diproduksi untuk khusus produk layanan medis tersebut. Sama seperti morfin, tetap ada penelitiannya. Yang morfin, misalnya, oh ternyata morfin itu bagus supaya kita enggak ngerasa sakit ketembak. Itu ada manfaatnya, habis itu diproduksi kan," sambung Menkes Budi.

Adanya regulasi ganja untuk medis dapat diketahui lebih lanjut, seberapa besar manfaatnya. Kelengkapan riset dibutuhkan sesuai basis data dan fakta berdasarkan sains.

"Nah, sekarang ganja sebentar lagi akan keluar regulasinya. Kita lihat manfaatnya dari riset seperti apa. Kalau riset kan ada data-datanya, ada faktanya, ada basisnya. Enggak hanya debat kusir untuk kepentingan saya dan kepentingan kamu. Kalau riset ada data yang jelas untuk kita berargumentasi secara ilmiah gitu." jelas Menkes Budi Gunadi.

 

3. Kemenkumham

20161217-Ganja-Medis-Kanada-AFP
Pekerja menyiram tanaman ganja medis di Tweed INC., Smith Falls, Ontario, Kanada (5/12). Tweed INC. merupakan salah satu lokasi budi daya ganja medis terbesar di Kanada. (AFP Photo/Lars Hagberg)

Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyatakan akan mempelajari lebih lanjut usulan legalisasi ganja untuk medis. Pemerintah ingin melihat baik dan buruknya ganja medis.

"Akan dilihat baik buruknya dengan cara meminta pendapat atau pandangan para ahli dari berbagai pihak seperti kesehatan, sosial, agama, dan lain sebagainya," ujar Kabag Humas Kemenkumham Tubagus Erif Faturahman dalam keterangannya, Rabu 29 Juni 2022.

Dia mengatakan, besar kemungkinan pemerintah akan melegalkan ganja untuk pengobatan jika banyak unsur positifnya dibanding negatif. Saat ganja untuk medis dilegalkan, pemerintah pun siap mengawasi penggunaannya.

"Kalau memang positifnya lebih banyak, pasti pemerintah akan melegalkan ganja untuk medis. Itu pun dengan mekanisme dan pengaturan ketat untuk menghindari penyalahgunaan," kata Tubagus Erif.

 

4. Polri

Thailand Pamerkan Ganja Medis Pertama di ASEAN
Menteri Kesehatan Thailand Anutin Chanvirakul memamerkan sebotol minyak ganja hasil ekstraksi saat konferensi pers di Bangkok, Thailand, Rabu (7/8/2019). Thailand menjadi negara ASEAN pertama yang melegalkan ganja untuk medis dan iptek. (AP Photo/Sakchai Lalit)

Polri turut menanggapi wacana legalisasi ganja untuk kepentingan medis yang belakangan diangkat Wakil Presiden Ma'ruf Amin.

Dirtipid Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Krisno Halomoan Siregar menyampaikan, tentu ada tahapan untuk merealisasikan hal tersebut.

"Usulan untuk melegalkan ganja untuk kepentingan medis harus melalui proses persetujuan Menteri Kesehatan atas rekomendasi BPOM sebagaimana bunyi Pasal 8 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009," tutur Krisno kepada wartawan.

Menurut Krisno, Polri sebagai penyidik tindak pidana narkotika berpedoman kepada ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, yakni bahwa ganja sebagai salah satu bentuk narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.

"Saya tidak mau mendahului untuk membuat prediksi apakah kasus penyalahgunaan meningkat manakala ganja dilegalkan untuk kepentingan medis, meskipun bisa saja terjadi demikian," jelas dia.

Krisno mengatakan, sejauh ini belum ada persiapan apapun dari pemerintah Indonesia terkait wacana legalisasi ganja untuk kepentingan medis.

"Polri sebagai alat negara penegak hukum tentunya wajib menegakkan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Sampai sejauh ini, Indonesia masih menjadi salah satu negara di PBB yang menolak legalisasi ganja," Krisno menandaskan.

 

5. Komisi IX DPR

Thailand Pamerkan Ganja Medis Pertama di ASEAN
Botol-botol minyak ganja hasil ekstraksi ditampilkan saat konferensi pers di Kementerian Kesehatan Thailand, Bangkok, Rabu (7/8/2019). Laman CNN menulis, sekitar 10 ribu botol ganja medis siap didistribusikan ke sejumlah rumah sakit pemerintah di Thailand. (AP Photo/Sakchai Lalit)

Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDIP Rahmad Handoyo angkat bicara, menyikapi pro-kontra wacana legalisasi ganja medis. Dia mengatakan, wacana ganja medis harus disikapi dengan penuh kehati-hatian.

Artinya, kalaupun pada akhirnya penggunaan ganja untuk pengobatan dilegalkan, itu bukan karena latah mengikuti trend dunia, tapi benar-benar berdasarkan kajian yang komperhensif.

"Kita harus berhati-hati menyikapi wacana ini, bukan latah. Artinya sebelum ganja medis dilegalkan, terlebih dahulu dilakukan kajian komperhensif yang melibatkan segala unsur terkait, khususnya para medis, psikolog," kata Rahmad Handoyo kepada wartawan di Jakarta.

Terutama masukan dari dunia medis terkait penggunaan ganja apakah ada manfaatnya untuk penyakit tertentu. Bila tidak ada kemungkinan opsi medis masuk akal dari ganja, dan ada obat medis kasiatnya sama atau lebih baik dari anja kenapa harus merasakan dengan ganja.

Menurutnya, setelah ada kajian yang menyatakan ganja benar-benar aman untuk kepentingan medis, harus ada pengawasan yang sangat ketat.

"Tentu saja ganja hanya digunakan untuk pengobatan. Di luar kepentingan medis, musalnya penyalahgunaan ganja, penanaman ganja, tetap dilarang. Karena itu lah kalau ganja medis diijinkan, aturan tersebut harus diikuti pengawasan yang ketat,'' bebernya.

Akan tetapi, tambah Rahmad, sampai saat ini penggunaan ganja untuk kepentingan medis masih dilarang oleh undang-undang.

"Saat ini amanat rakyat yang tertuang dalam undang-undang masih melarang penggunaan ganja medis. Tentu saja kuta semua harus menghormati aturan tersebut. Aturan tersebut kita harus kawal bersama," katanya.

Rahmad mewanti-wanti, jangan sampai setelah penggunaan ganja medis dilegalkan, penanaman dan penjualan ganja jadi semakin marak, seperti yang terjadi di banyak negara saat ini.

"Ganja kan nilai ekonominya tinggi, bisa jadi banyak orang yang mendadak jadi petani ganja. Tidak ada lagi petani yang nyawah, tidak ada yang menanam sayuran, dan buah-buahan,” katanya.

Dia pun mengingatkan release terbaru United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) yang melaporkan akibat konsumsi ganja di dunia yang semakin meningkat, semakin semakin ramai orang-orang yang memiliki gangguan mental Depresi hingga bunuh diri.

"Release WHO ini menyebutkan, saat ini semakin banyak warga depresi dan bunuh diri akibat maraknya pelegalan ganja di banyak negara. Kondisi ini harus menjadi perhatian kita, jangan hanya terbuai nilai ekonomi terjadi kemunduran generasi," jelas Rahmad.

Senada, Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Honoris juga menilai Indonesia perlu melakukan kajian tentang pemanfaatan ganja untuk kepentingan medis. Ia menyebut 50 negara sudah memiliki program ganja medis seperti Thailand dan Malaysia.

"Indonesia harus sudah memulai kajian tentang manfaat tanaman ganja (Cannabis sativa) untuk kepentingan medis. Kajian medis yang obyektif ini akan menjadi legitimasi ilmiah, apakah program ganja medis perlu dilakukan di Indonesia," kata Charles dalam keterangannya.

Menurut Charles, negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand juga telah memiliki payung hukum terkait ganja medis.

"Di seluruh dunia kini terdapat lebih dari 50 negara yang telah memiliki program ganja medis, termasuk negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand," kata dia.

Charles menyebut sejak akhir 2020, Komisi Narkotika PBB (CND) sudah mengeluarkan ganja dan resin ganja dari Golongan IV Konvensi Tunggal tentang Narkotika tahun 1961. Artinya, ganja sudah dihapus dari daftar narkoba paling berbahaya yang tidak memiliki manfaat medis.

"Sebaliknya, keputusan PBB ini menjadi pendorong banyak negara untuk mengkaji kembali kebijakan negaranya tentang penggunaan tanaman ganja bagi pengobatan medis," kata dia.

Politikus PDIP ini menambahkan riset penting dilakukan, meski nantinya Indonesia memutuskan tidak melakukan program ganja medis.

"Terlepas Indonesia akan melakukan program ganja medis atau tidak nantinya, riset adalah hal yang wajib dan sangat penting dilakukan untuk kemudian menjadi landasan bagi pengambilan kebijakan/penyusunan regulasi selanjutnya," tutur Chares.

Lebih lanjut, Charles mengatakan riset medis harus terus berkembang dan dinamis demi tujuan kemanusiaan. Ia menyebut pentingnya menyelamatkan anak sakit radang otak yang memerlukan terapi ganja medis.

"Demi menyelematkan kehidupan Pika, dan anak penderita radang otak lain, yang diyakini sang ibunda bisa diobati dengan ganja. Negara tidak boleh tinggal berpangku tangan melihat ‘Pika-Pika’ lain yang menunggu pemenuhan hak atas kesehatannya," tandas Charles.

 

6. Pimpinan DPR RI

Santi Warastuti, Ibu yang memiliki anak dengan penyakit Cerebral Palsy menemui Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Gedung DPR RI.
Santi Warastuti, Ibu yang memiliki anak dengan penyakit Cerebral Palsy menemui Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Gedung DPR RI. (Delvira Hutabarat)

Santi Warastuti, Ibu yang memiliki anak dengan penyakit Cerebral Palsy menemui Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Gedung DPR RI.

Kedatangan Santi untuk meminta DPR merevisi UU Narkotika agar penggunaan ganja untuk kebutuhan media diizinkan di Indonesia.

“Saya sangat bersyukur sekali alhamdulilah apa yang saya aspirasikan mendapat tanggapan yang bagus dari bapak. Minta doanya dari semua semoga bisa berjalan dengan lancar dan bisa menolong anak saya dan anak lain,” kata Santi di Kompleks Parlemen Senayan.

Dasco menyatakan DPR akan segera mendorong komisi II untuk membahas dan mengkaji revisi UU Narkotika.

“Kami akan mengambil langkah untuk mendorong rapat dengar pendapat dengan komisi 3 yang kebetulan sedang membahas revisi UU narkotika,” kata dia.

Dasco menyebut pembahasan akan dilakukan secepatnya dan melibatkan lintas komisi yakni komisi hukum dan komisi IX sebagai komisi kesehatan.

“Langsung dibahas, abis inisaya panggil ketua komisinya,” kata dia.

Dasco mengakui pembahasan ganja untuk medis tentu menuai kontroversi, namun ia menyatakan harus mendengar semua pihak.

“Namanya aspirasi semua aspirasi semua aspirasi harus kita dngerin baik yang pro maupun kontra,” pungkasnya.

Sebelumnya, Dasco menyatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk melakukan kajian terkait ganja untuk keperluan medis di Indonesia.

Menurut Dasco, meski ganja untuk pengobatan sudah diterapkan di sejumlah negara. Namun, penerapan di Indonesia belum bisa dilakukan lantaran belum ada Undang-Undang yang mengatur.

"Di beberapa negara ganja itu memang bisa dipakai untuk pengobatan atau medis, namun di Indonesia UU-nya kan masih belom memungkinkan, sehingga nanti kita akan coba buat kajiannya apakah itu kemudian dimungkinkan untuk ganja itu sebagai salah satu obat medis yang memang bisa dipergunakan, karena di Indonesia kajiannya belum ada demikian," kata Dasco.

Rencananya, DPR melalui komisi kesehatan atau Komisi IX akan mengoordinasikan soal usulan ganja medis bersama dengan Kemenkes.

"Nanti kita akan coba koordinasikan dengan komisi teknis dan Kemenkes dan lain-lain, agar kita juga bisa kemudian menyikapi hal itu," tegas Dasco.

 

7. MUI

MUI Majelis Ulama Indonesia
Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jakarta (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas mengatakan, suatu kajian untuk fatwa harus dilakukan jika tak ada atau tak dapat penjelasannya dalam pada Alquran atau Hadis.

"Kalau belum ada nash, baik dari Alquran maupun Alhadis yang menjelaskan tentang hukumnya, maka ulama terutama komisi Fatwa MUI harus mempelajari dan mendalaminya sedalam-dalamnya untuk kemudian menyimpulkan dan memfatwakannya. Apakah boleh atau tidak," kata dia kepada Liputan6.com.

Menurut dia, siapapun tak ada yang bisa mengintervensi Komisi Fatwa MUI. Ma'ruf Amin yang juga selaku Dewan Pertimbangan MUI menyadari hal tersebut. Dia menilai, pernyataan Ma'ruf Amin bukanlah untuk mengintervensi MUI.

Ma'ruf Amin hanya meminta dasar hukum dalam Islam mengenai legalisasi ganja untuk medis ke Komisi Fatwa.

"Karena beliau sangat tahu tentang hal demikian, maka beliau meminta MUI terutama dalam hal ini komisi fatwanya untuk mengeluarkan fatwa tentang hukum dari ganja yang akan dipakai untuk kepentingan medis tersebut. Oleh karena itu, kalau kepada saya ditanyakan tentang hukumnya, maka jawaban saya mari kita tunggu saja hasil dari kajian dan fatwa dari Komisi Fatwa MUI tersebut," tutur Abbas.

Secara pribadi, Abbas menyadari, jika memang keperluannya untuk medis atau peruntukannya untuk kebaikan, kenapa tidak. Dia mencontohkan bagaimana di Aceh ada yang menggunakan ganja untuk penyedap makanan.

"Silakan mereka mengkaji, mempelajari apakah ganja itu hukum dasarnya halal atau haram. Kalau babi kan hukum dasarnya haram, tapi tebu halal. Namun, kalau tebu diubah menjadi alkohol jadi haram kan. Sama seperti anggur halal, kalau difermentasi jadi haram kan, memabukkan," tuturnya.

"Tidak ada hadis atau ayat yang mengharamkan ganja. Jadi boleh, tapi kalau diolah sedemikian rupa ya bisa berubah hukumnya," sambung Abbas.

Meski demikian, dia mengingatkan, jika ada obat lain yang halal, maka itu wajib digunakan terlebih dahulu. "Tapi kalau yang halal tidak ada, sementara yang ada hanya yang haram dan untuk bisa menyelamatkan jiwa seseorang, maka kan jadi boleh," tuturnya.

"Jadi istilahnya, ada orang terdampar dua tiga hari belum makan dan ketemu babi yang sudah jadi bangkai. Kan makan babi dan bangkai haram. Kalau tidak dimakan bangkai itu orang itu mati, ya makanlah bangkai itu. Tapi kalau masih banyak makanan dan buah-buahan ya haram hukumnya makan bangkai atau babi," jelas Abbas.

 

(Belinda Firda)

Infografis: Pro Kontra Legalisasi Ganja Untuk Obat Medis (Liputan6.com / Abdillah)
Infografis: Pro Kontra Legalisasi Ganja Untuk Obat Medis (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya