Liputan6.com, Jakarta - Cuaca besok Selasa 26 Juli 2022, Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) langit paginya diprediksi cerah berawan.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut, langit Jakarta pada siang hari juga sebagiannya diperkirakan tetap cerah berawan dan berawan.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Namun untuk Jakarta Selatan dan Jakarta Timur diprediksi turun hujan ringan siang hari. Malam hari, seluruh wilayah Jakarta diperkirakan berawan.
Di wilayah penyangga Ibu Kota yaitu Bekasi dan Depok, Jawa Barat, cuaca cerah berawan diprediksi akan tetap terjadi hingga siang hari, namun malam harinya diprediksi hujan berintensitas ringan.
Sedangkan di Kota Bogor, Jawa Barat, siang hingga malam hari diperkirakan turun hujan dengan intensitas ringan.
"Waspada potensi hujan disertai kilat/petir dan angin kencang pada siang/sore hingga malam hari di wilayah Kabupaten dan Kota Bogor, Kabupaten dan Kota Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Subang," kata peringatan dini BMKG.
Berikut informasi prakiraan cuaca untuk wilayah Jabodetabek selengkapnya yang dikutip Liputan6.com dari laman resmi BMKG www.bmkg.go.id:
 Kota |  Pagi |  Siang |  Malam |
 Jakarta Barat |  Cerah Berawan |  Berawan |  Berawan |
 Jakarta Pusat |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |  Berawan |
 Jakarta Selatan |  Cerah Berawan |  Hujan Ringan |  Berawan |
 Jakarta Timur |  Cerah Berawan |  Hujan Ringan |  Berawan |
 Jakarta Utara |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |  Berawan |
 Kepulauan Seribu |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |  Berawan |
 Bekasi |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |  Hujan Ringan |
 Depok |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |  Hujan Ringan |
 Kota Bogor |  Cerah Berawan |  Hujan Ringan |  Hujan Ringan |
 Tangerang |  Berawan |  Berawan |  Berawan |
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Hindari Bencana Alam, BMKG Ajak Masyarakat Jaga Kelestarian Alam
Sebelumnya, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengajak seluruh komponen masyarakat menjaga kelestarian alam supaya terhindar dari bencana alam akibat kencangnya laju perubahan iklim yang diperparah dengan kerusakan lingkungan.
Perubahan iklim dan kerusakan lingkungan, kata dia, memicu terjadinya cuaca ekstrem yang kemudian menjadi penyebab berbagai bencana alam hidrometeorologi seperti siklon tropis, banjir, banjir bandang, tanah longsor, puting beliung, gelombang tinggi laut, dan lain sebagainya.
"Cuaca ekstrem yang intensitasnya semakin sering dan durasinya semakin panjang ini juga mengancam ketahanan pangan nasional. Karenanya, untuk menjaga produktivitasnya, kami (BMKG) terus melakukan pendampingan kepada para petani dan nelayan agar mampu memitigasi dan beradaptasi dengan perubahan iklim," ujar Dwikorita saat peringatan Hari Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Nasional (HMKGN) di Jakarta, Kamis (21/7/2022) yang mengambil tema "SDM unggul, BMKG Andal, Indonesia Tangguh".
Risiko krisis pangan akibat cuaca ekstrem tersebut, lanjut Dwikorita, semakin diperparah dengan kondisi pasca Pandemi Covid-19 dan perang antara Rusia - Ukraina yang menganggu rantai pasok pangan dan energi global. Apabila hal ini terus dibiarkan, maka akan menjalar ke berbagai persoalan lainnya, termasuk ekonomi dan politik.
Â
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Kajian Perubahan Cuaca Ekstrem
Dwikorita menyebut saat ini sejumlah kajian menunjukkan dampak nyata perubahan cuaca ekstrem yang bersifat lokal dan global.
Berdasarkan analisis hasil pengukuran suhu permukaan dari 92 Stasiun BMKG dalam 40 tahun terakhir, menunjukkan kenaikan suhu permukaan lebih nyata terjadi di wilayah Indonesia bagian barat dan tengah.
Di mana, Pulau Sumatera bagian timur, Pulau Jawa bagian utara, Kalimantan dan Sulawesi bagian utara mengalami trend kenaikan > 0,3℃ per dekade.
Laju peningkatan suhu permukaan tertinggi tercatat terjadi di Stasiun Meteorologi Aji Pangeran Tumenggung Pranoto, Kota Samarinda (0,5℃ per dekade). Sementara itu wilayah Jakarta dan sekitarnya suhu udara permukaan meningkat dengan laju 0,40 – 0,47℃ per dekade.
"Secara rata-rata nasional, untuk wilayah Indonesia, tahun terpanas adalah tahun 2016 yaitu sebesar 0,8 °C dibandingkan periode normal 1981-2010 (mengikuti tahun terpanas global), sementara tahun terpanas ke-2 dan ke-3 adalah tahun 2020 dan tahun 2019 dengan anomali sebesar 0,7 °C dan 0,6 °C," imbuhnya.
Analisis BMKG
Analisis BMKG tersebut, lanjut Dwikorita, senada dalam laporan Status Iklim 2021 (State of the Climate 2021) yang dirilis Badan Meteorologi Dunia (WMO) bulan Mei 2022 yang lalu.
WMO menyatakan bahwa hingga akhir 2021, suhu udara permukaan global telah memanas sebesar 1,11 °C* dari baseline suhu global periode pra-industri (1850-1900), dimana tahun 2021 adalah tahun terpanas ke-3 setelah tahun 2016 dan 2020.
WMO, kata dia, juga menyebutkan dekade terakhir 2011-2020, adalah rekor dekade terpanas suhu di permukaan bumi.
Lonjakan suhu pada tahun 2016 dipengaruhi oleh variabilitas iklim yaitu fenomena El Nino kuat, sementara itu terus meningkatnya suhu permukaan pada dekade-dekade terakhir yang berurutan merupakan perwujudan dari pemanasan global.
Dalam peringatan HMKGN tahun ini, Dwikorita kembali menekankan pentingnya kesadaran umat manusia bahwa betapa seriusnya dampak perubahan iklim baik terhadap Indonesia dan dunia.
Advertisement
Jaga Alam Indonesia
Menurut Dwikorita, kawasan Indonesia sendiri mengalami peningkatan suhu dalam kisaran 1 °C dan dapat bertambah mencapai 3 °C di akhir abad ini.
"Peningkatan 1 derajat Celcius saja dapat berdampak cuaca ekstrem seperti siklon tropis, hujan ekstrem, angin kencang/puting beliung, gelombang tinggi, yang dapat memicu banjir, banjir bandang, tanah longsor dan bencana hidrometeorologi lainnya. Jika tidak ditahan laju pemanasan di Indonesia dan global, bahkan dapat mencapai 3 derajat Celcius pada akhir abad 21," ucap Dwikorita.
"Ini adalah masalah yang sangat serius. Kuncinya, mari kita bersama-sama melakukan penghijauan masif, menggunakan transportasi publik, mengubah energi fosil ke energi terbarukan dan melakukan langkah-langkah pelestarian lingkungan, penghijauan, penanaman mangrove, dan lain sebagainya," tambahnya.
"Kuncinya yaitu kita jaga alam kita. Tidak kita rusak, kita hijaukan, penghijauan makin digalakkan, penanaman mangrove, menghutankan kembali, dan kita jaga laju kenaikan suhu udara di permukaan dan muka air laut agar menahan frekuensi kejadian bencana hidrometeorologi," kata dia.
Dwikorita juga mengingatkan setiap pemangku kepentingan agar dapat memberikan perannya dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (karbon).
Hal ini mensyaratkan masyarakat untuk juga mulai mengurangi penggunaan energi fosil, bertransfomasi ke energi hijau, dan lebih banyak menggunakan transportasi publik.