Liputan6.com, Jakarta - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harahap mengatakan, kuasa hukum Ketum HIPMI Mardani H Maming bisa dipidana dengan Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jika benar menjadi penghalang dalam proses penyidikan.
Apalagi, menurut Yudi, bila kuasa hukum mengetahui keberadaan Mardani Maming yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) alias buron.
"Kalau pasal 21 kan salah satunya merintangi penyidikan, jika penyidik menemukan bukti adanya perbuatan penasihat hukum terlibat untuk menyembunyikan tersangka, ya, bisa dipidana," ujar Yudi dalam keterangannya, Rabu (27/7/2022).
Advertisement
Baca Juga
Yudi berpandangan, akan lebih baik bila kuasa hukum meminta Mardani Maming segera menyerahkan diri ke KPK. Menurut Yudi, kuasa hukum memiliki kewajiban memastikan kliennya kooperatif terhadap proses hukum.
"Saya pikir penasehat hukum punya kewajiban hukum untuk mengimbau kepada Maming agar menyerahkan diri," kata Yudi.
Yudi menyebut, KPK berpengalaman menghadapi kuasa hukum yang diduga merintangi proses penyidikan kasus dugaan korupsi. Ancaman hukuman bagi penghalang proses penyidikan KPK yaitu penjara paling lama 12 tahun dan denda maksimal Rp 600 juta.
Seperti halnya kasus yang dialami mantan kuasa hukum Setya Novanto, yakni Fredrich Yunadi yang dijerat pasal 21 UU Tipikor. Fredrich dijerat karena merintangi penyidikan kliennya dalam pusaran korupsi e-KTP.
"Sama seperti ppenasihat hukum yang pernah kena di KPK, itu Pasal 21. Misal pengacaranya SN (Setya Novanto)," kata dia.
Merujuk pasal 21 UU Tipikor menyatakan: Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang Pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Pengacara Sebut Mardani Siap Menghadiri Pemeriksaan KPK
Sementara itu, Kuasa hukum Mardani H Maming, Denny Indrayana mengaku belum bisa memastikan apakah Mardani akan menyerahkan diri usai majelis hakim menolak permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (27/7/2022).
Denny beralasan, tak hadirnya Mardani Maming dalam dua panggilan KPK, disebabkan pihaknya masih menunggu putusan praperadilan. Namun, kini setelah hakim tunggal praperadilan menolak praperadilan Mardani Maming, Denny belum bisa memberikan kepastian apakah kliennya bakal menyerahkan diri ke KPK.
"Padahal, lagi-lagi tadi saya katakan, kami tetap menyampaikan surat permintaan untuk sama-sama menunggu putusan (praperadilan) hari Rabu. Kami akan datang setelah itu jika diperlukan. Kenapa Kamis? Setelah mendengar putusan, jadi tidak ada niat untuk tidak datang,” ujar Denny usai pembacaan putusan praperadilan di PN Jakarta Selatan, Rabu (27/7/2022).
Sebelumnya, kuasa hukum Mardani Maming lainnya, Bambang Widjojanto menyebut kliennya siap menghadiri pemeriksaan tim penyidik lembaga antirasuah pada 28 Juli 2022 mendatang.
Advertisement
Praperadilan Mardani Maming Ditolak
Bahkan, Bambang sudah mengirimkan surat konfirmasi terkait kehadiran Mardani Maming kepada tim penyidik KPK. Namun Bambang kecewa lantaran KPK seolah menyembunyikan informasi terkait hal itu.
"Kenapa informasi yang sangat jelas itu disembunyikan KPK, beginikah cara penegakan hukum ala KPK, tidak transparan dan sangat tidak akuntabel," ujar Bambang, Selasa (26/7/2022).
Bambang melampirkan surat Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPBH PBNU) yang dikirim ke KPK pada 25 Juli kemarin. Dalam surat tersebut Mardani Maming siap hadir pada 28 Juli 2022.
Diketahui, praperadilan yang diajukan oleh Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Mardani Maming, ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atau PN Jaksel.
Praperadilan ini terkait pengujian keabsahan penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK terhadapnya.
"Menyatakan praperadilan pemohon tidak dapat diterima," kata Hakim tunggal Hendra Utama Sutardodo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (27/7/2022).