Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan dirinya sudah meneken Keputusan Presiden (Keppres) pembentukan tim penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu.
Menteri Koordinato Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menjelaskan alasan pemerintah membuka jalur non yudisal dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu. Pasalnya, kata dia, penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu lewat jalur yudisial kerap mengalami kendala dalam pembuktian.
Baca Juga
"Problem teknis yuridisnya adalah Kejaksaan Agung selalu meminta Komnas HAM memperbaiki, Komnas HAM selalu juga merasa sudah cukup, padahal Kejaksaan Agung itu kalah kalau tidak diperbaiki seperti yang sudah-sudah, 34 (kasus Timor Timur) orang bebas," kata Mahfud, Jumat (19/8/2022).
Advertisement
Dia lalu mencotohkan saat 34 orang yang didug terlibat dalam kasus Timor Timur dibebaskan oleh Mahkamah Agung karena Komnas HAM tak bisa melengkapi bukti-bukti yang bisa meyakinkan majelis hakim. Padahal, saat itu 34 orang tersebut sudah diadili semua.
"Oleh sebab itu sudahlah yang itu, biar bolak-balik Kejaksaan Agung, Komnas HAM, dan DPR sampai menemukan formulasi, kita buka jalur yang non-yudisial ini sebagai pengganti KKR. Kalau KKR nunggu UU lagi enggak jadi-jadi," jelasnya.
Mahfud mengatakan pemerintah harus segera menyelesaikan kasus pelanggaran HAM asa lalu. Dia pun tak mempersoalkan adanya kritik terkait jalur non yudisial yang ditempuh pemerintah dalam menyelesaian kasus HAM masa lalu.
"Soal ada kritik ya biasalah saya senang ada kritik. Kalau saya enggak apa-apa, dan akan didengarkan serta dilaksanakan, dan Anda boleh ceklah transparan. Masalah pelanggaran ham berat kita selesaikan baik-baik," tutur Mahfud.
Â
Jokowi Teken Keppres Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan dirinya sudah meneken Keputusan Presiden (Keppres) pembentukan tim penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu.
Hal ini dikatakan Jokowi saat menyampaikan Pidato Kenegaraan di Sidang Tahunan MPR RI, Selasa 16 Agustus 2022.
"Keppres Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu telah saya tanda tangani," kata Presiden Jokowi sebagaimana disiarkan di Youtube Sekretariat Presiden, Selasa.
Dia menekankan bahwa pemerintah terus memberikan perharian serius untuk penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu. Untuk itu, sejumlah aturan disiapkan agar kasus pelanggaran HAM berat masa lalu bisa diselesaikan.
"Penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu, juga terus menjadi perhatian serius Pemerintah. RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sedang dalamproses pembahasan," ujarnya.
"Tindak lanjut atas temuan Komnas HAM masih terus berjalan," sambung Jokowi.
Disisi lain, dia menuturkan bahwa perlindungan hukum, sosial, politik,dan ekonomi untuk rakyat harus terus diperkuat. Jokowi menegaskan bahwa hukum harus ditegakkan seadil-adilnya, tanpa pandang bulu.
"Keamanan, ketertiban sosial, dan stabilitas politik adalah kunci. Rasa aman dan rasa keadilan harus dijaminoleh negara, khususnya oleh aparat penegak hukum dan lembaga peradilan," pungkas Jokowi.
Sementara pada Desember 2021 silam, Presiden Jokowi menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk menuntaskan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Menurut dia, kasus HAM berat akan diselesaikan dengan prinsip-prinsip keadilan.
"Pemerintah berkomitmen untuk menegakkan, menunutaskan dan menyelesaikan pelanggaran HAM berat. Dengan prinsip-prinsip keadilan bagi korban dan prinsip keadilan bagi yang diduga menjadi pelaku HAM berat," jelas Jokowi saat berpidato dalam acara Hari HAM Sedunia Tahun 2021, Jumat 10 Desember 2021.
Dia menyampaikan bahwa pemerintah melalui Jaksa Agung telah mengambil langkah untuk melakukan penyidikan umum terhadap pelanggaran HAM berat. Hal ini dilakukan pemerintah pasca terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Salah satu kasus yang dilakukan penyidikan yakni, kasus Paniai di Papua pada tahun 2014. Kejaksaan Agung akhirnya membentuk Tim Penyidik Dugaan Pelanggaran HAM Berat di Paniai, Papua pada 3 Desember 2021.
Â
Advertisement
Jokowi: Jangan Ada Kriminalisasi Kebebasan Berpendapat
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengaku telah meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengedepankan langkah-langkah edukasi dan persuasif dalam penanganan perkara UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dia meminta agar tak ada kriminalisasi terhadap kebebasan berpendapat.
"Jangan ada kriminalisasi terhadap kebebasan berpendapat," kata Jokowi saat memberikan pidato di Peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia Tahun 2021 yang disiarkan secara virtual, Jumat 10 Desember 2021 silam.
Dia menyadari bahwa perkembangan industri 4.0 menuntut semua pihak untuk mengantisipasi beberapa isu HAM. Jokowi pun memahami banyak masyarakat yang gelisah dan khawatir dengan sanksi pidana UU ITE saat menyuarakan pendapatnya.
"Kapolri telah menindaklanjuti perintah yang saya instruktsikan untuk mengedepankan langkah-langkah edukasi dan persuasif dalam perkara ITE," jelasnya.
Jokowi menyampaikan dirinya telah memberikan amnesti terhadap Baiq Nuril dan Saiful Mahdi yang dijerat pasal UU ITE. Meski begitu, dia mengingatkan semua pihak untuk tetap bertanggung jawab saat berpendapat di depan publik.
"Saya juga ingatkan kebebasan berpendapat harus dilakukan secara bertanggung jawab kepada kepentingan-kepentingan masyarakat yang lebih luas," ujar dia.
Di sisi lain, Jokowi menekankan komitmen pemerintah untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat. Pemerintah, kata dia, akan memegang prinsip keadilan bagi korban dan keadilan bagi terduga pelaku HAM berat.
"Pemerintah berkomitmen untuk menegakkan, menuntaskan dan menyelesaikan pelanggaran hak berat dengan prinsip-prinsip keadilan bagi korban dan prinsip keadilan bagi yang diduga menjadi pelaku HAM berat," tutur Jokowi.
Â