OTT Rektor Unila, Ma’ruf Amin Minta Ada Evaluasi Penerimaan Mahasiswa Baru

Wapres Ma'ruf Amin menyatakan perlu adanya evaluasi penerimaan mahasiswa baru untuk menutup celah terjadinya tindak pidana korupsi. Hal ini menyikapi penangkapan Rektor Unila oleh KPK terkait kasus suap penerimaan mahasiswa baru.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 23 Agu 2022, 05:15 WIB
Diterbitkan 23 Agu 2022, 05:15 WIB
Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin
Menyambut hari besar umat Islam tersebut, Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin mengharapkan Muslim di Indonesia dapat berhijrah ke arah yang lebih baik lagi, baik sebagai pribadi, kelompok, maupun bangsa. (Foto: BPMI, Setwapres).

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin menyatakan perlu adanya evaluasi terhadap proses penerimaan mahasiswa baru untuk menutup celah terjadinya korupsi.

Pernyataan Ma’ruf Amin ini menanggapi Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus suap penerimaan mahasiswa baru.

“Tentu kita harus melakukan evaluasi untuk menutup hole ini ya lubang-lubang (korupsi) ini supaya tidak terjadi lagi. Saya kira Pemerintah akan melakukan itu,” kata Ma’ruf dalam keterangannya, Senin (22/8/2022).

Ma’ruf berharap, adanya evaluasi penerimaan mahasiswa jalur mandiri akan membuat seleksi lebih transparan dan kasus korupsi seperti di Unila tidak lagi terulang.

“Mudah-mudahan nanti tidak terjadi lagi,” ungkap Ma’ruf.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyesali terjadinya tindak pidana suap berkaitan dengan penerimaan calon mahasiswa baru di Universitas Negeri Lampung (Unila). Dalam kasus ini KPK menjerat Rektor Unila Karomani dan tiga orang lainnya sebagai tersangka.

Menurut Ghufron, tindakan yang dilakukan Rektor Unila Karomani sangat mencoreng martabat dunia pendidikan yang diharapkan menghasilkan generasi penerus bangsa.

"Modus suap penerimaan mahasiswa baru telah mencoreng muruah dunia pendidikan, yang punya tanggung jawab moral tinggi untuk menghasilkan generasi masa depan bangsa yang berkualitas, unggul, dan berintegritas," ujar Ghufron di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (21/8/2022).

Ghufron tak habis pikir bagaimana generasi mendatang, jika untuk awal menuntut ilmu saja sudah berani melakukan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

"Manipulasi yang dilakukan pada tahap penerimaan menjadi pintu awal manipulasi-manipulasi berikutnya, pada pahap pembelajaran hingga kelulusannya nanti," kata dia.

Padahal, Ghufron menyebut pihak KPK sudah mencoba mencegah terjadinya tindak pidana suap di dunia pendidikan dengan mendorong perbaikan sistem dan tata kelola penyelenggaraan pendidikan.

"Melalui strategi pendidikan KPK telah mendorong implementasi pendidikan antikorupsi bagi mahasiswa. Namun sekali lagi, untuk mencegah korupsi butuh komitmen dan tindakan nyata dari seluruh pihak, termasuk penyelenggara pendidikan itu sendiri," kata dia.

Peran Rektor Unila

Ketua KPK Nurul Ghufron
Ketua KPK Nurul Ghufron mengumumkan penetapan Rektor Universitas Negeri Lampung (Unila) Karomani sebagai tersangka suap penerimaan calon mahasiswa baru. (Sumber Foto: KPK)

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyebut Rektor Universitas Negeri Lampung (Unila) Karomani memasang tarif hingga Rp350 juta bagi calon mahasiswa yang ingin lolos dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru Unila.

"Terkait besaran nominal uang yang disepakati antara pihak KRM (Karomani) diduga jumlahnya bervariasi dengan kisaran minimal Rp100 juta sampai Rp350 juta untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan," ujar Ghufron dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan Persada, Minggu (21/8/2022).

Ghufron menjelaskan, Karomani yang menjabat sebagai Rektor Unila periode 2020-2024, memiliki kewenangan dalam mekanisme pelaksanaan Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) untuk tahun akademik 2022.

Selama proses Simanila berjalan, Karomani diduga aktif terlibat dalam menentukan kelulusan para peserta Simanila.

Dia memerintahkan Wakil Rektor I Bidang Akademik Heryandi, Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Budi Sutomo, dan Ketua Senat Muhammad Basri untuk menyeleksi secara personal terkait kesanggupan orang tua mahasiswa yang ingin dinyatakan lulus.

Perintahkan Dosen Kumpulkan Uang Suap

KPK menetapkan Rektor Unila Karomani dan tiga orang lainnya sebagai tersangka dugaan suap penerimaan mahasiswa baru. (Sumber Foto: KPK)
KPK menetapkan Rektor Unila Karomani dan tiga orang lainnya sebagai tersangka dugaan suap penerimaan mahasiswa baru. (Sumber Foto: KPK)

Menurut Ghufron, setiap orang tua yang ingin anaknya dinyatakan lulus harus menyerahkan sejumlah uang selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme yang ditentukan pihak universitas.

"Karomani juga diduga memberikan peran dan tugas khusus untuk Heryandi, Muhammad, Basri dan Budi Sutomo untuk mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati dengan pihak orang tua peserta seleksi yang sebelumnya telah dinyatakan lulus berdasarkan penilaian yang sudah diatur Karomani," kata Ghufron.

Menurut Ghufron, Karomani diduga memerintahkan Mualimin, selaku dosen Unila untuk turut mengumpulkan sejumlah uang dari para orang tua peserta seleksi yang ingin dinyatakan lulus oleh Karomani.

Andi Desfiandi, sebagai salah satu keluarga calon peserta seleksi Simanila, diduga menghubungi Karomani untuk bertemu dengan tujuan menyerahkan sejumlah uang karena anggota keluarganya telah dinyatakan lulus Simanila atas bantuan Karomani.

"Mualimin selanjutnya atas perintah Karomani mengambil titipan uang tunai sejumlah Rp150 juta dari Andi Desfiandi di salah satu tempat di Lampung," ucap Ghufron.

Ubah Uang Suap Jadi Deposito hingga Emas

KPK menetapkan Rektor Unila Karomani dan tiga orang lainnya sebagai tersangka dugaan suap penerimaan mahasiswa baru. (Sumber Foto: KPK)
KPK menunjukkan barang bukti dugaan suap penerimaan mahasiswa baru Unila. Dalam kasus ini, KPK menetapkan Rektor Unila Karomani dan tiga orang lainnya sebagai tersangka. (Sumber Foto: KPK)

Menurut Ghufron, seluruh uang yang dikumpulkan Karomani melalui Mualimin yang berasal dari orang tua calon mahasiswa yang diluluskan Karomani berjumlah Rp603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi Karomani sekitar Rp575 juta.

"Selain itu, KPK juga menemukan adanya sejumlah uang yang diterima Karomani melalui Budi Sutomo dan Muhammad Basri yang telah dialih bentuk ke dalam bentuk tabungan, deposito, emas batangan, dan juga masih tersimpan dalam bentuk uang tunai dengan total seluruhnya sekitar Rp4,4 miliar," kata Ghufron.

Sebagai penerima, Karomani, Heryandi, dan Muhammad Basri disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 200 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara Andi Desfiandi selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.  

Infografis Klaim KPK di Hari Antikorupsi Sedunia. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Klaim KPK di Hari Antikorupsi Sedunia. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya