SPP Menunggak Setahun, Siswi SMP di Bekasi Tak Boleh Ikut PTS

Nasib memprihatinkan dialami seorang siswi sebuah SMP swasta di Kota Bekasi, Jawa Barat. Akibat menunggak SPP, siswi berinisial AA (13), tak diperbolehkan mengikuti Penilaian Tengah Semester (PTS) oleh pihak sekolah.

oleh Bam Sinulingga diperbarui 01 Okt 2022, 01:00 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2022, 01:00 WIB
Hari Pertama PTM 100 Persen di Depok
Ilustrasi SMP (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Bekasi - Nasib memprihatinkan dialami seorang siswi sebuah SMP swasta di Kota Bekasi, Jawa Barat. Akibat menunggak SPP, siswi berinisial AA (13), tak diperbolehkan mengikuti Penilaian Tengah Semester (PTS) oleh pihak sekolah.

AA diketahui memiliki tunggakan SPP selama satu tahun yang berjumlah Rp1 juta. Penghasilan sang ayah yang hanya kerja serabutan, tak mencukupi untuk membayar SPP sang putri tercinta.

Ketidakberdayaan orangtua membuat AA terpaksa tidak bisa mengikuti PTS. Pihak sekolah mewajibkannya untuk membayar tunggakan SPP jika ingin ikut ujian. Keputusan pihak sekolah sontak membuat anak kedua dari pasangan TP dan VD itu dirundung kesedihan.

Orangtua AA yang memiliki banyak keterbatasan, memutuskan menyambangi kediaman Yayan Setiawan, mantan ketua RT di lingkungannya di RT 03 RW 12 Rawa Semut, untuk meminta bantuan.

"Orangtua anak tersebut ke rumah saya untuk minta tolong didampingi, mau urus sekolah anaknya karena tidak bisa masuk sekolah. Karena belum bayar SPP dan administrasi lainnya, sehingga anaknya tidak dapat mengikuti PTS," kata Yayan kepada wartawan, Jumat (30/9/2022).

Menurutnya, orangtua AA sempat menemui pihak sekolah untuk meminta keringanan, namun tetap diharuskan melunasi seluruh tunggakan jika ingin anaknya ikut PTS. AA sendiri diketahui tidak bersekolah selama tiga hari, yakni sejak Senin (26/9) hingga Rabu (28/9).

"Menurut orangtuanya kalau belum bisa membayar tunggakan, akan dirumahkan selama dua minggu. Karena orangtuanya tidak ada biaya, terus datang ke saya untuk minta menghadap ke anggota dewan untuk minta solusi dan arahan terkait masalah ini," ujar Yayan.

Karena merasa iba, Yayan akhirnya mendampingi orangtua AA ke kediaman Wakil Ketua Komisi I DPRD Kota Bekasi, Abdul Rozak. TP yang ingin AA bisa mengikuti ujian, kemudian memohon agar masalah anaknya dapat dibantu.

"Alhamdulilah ada bantuan dari beliau uang sebesar Rp600 ribu. Paginya saya dampingi dan bicara dengan pihak sekolah, bahwasanya baru ada biaya Rp600 ribu dan memohon agar anak tersebut bisa masuk lagi," paparnya.

Pihak sekolah lantas mengizinkan AA untuk masuk kembali mengikuti PTS. Meski begitu pihak sekolah memberikan tenggang waktu hingga 15 Oktober 2022 untuk orangtua AA melunasi sisa tunggakan sebesar Rp 400 ribu.

"Menurut sekolah kalau belum melunasi kekurangan, maka tidak bisa diberikan rapot dulu," ungkap Yayan.

Prihatin

Sementara, Wakil Ketua Komisi I DPRD Kota Bekasi, Abdul Rozak mengaku prihatin dengan kondisi yang dialami AA yang terpaksa tidak ikut ujian dikarenakan kendala membayar SPP. Padahal, kata dia, pendidikan merupakan hal penting yang harus dimiliki setiap generasi bangsa.

"Saya sangat miris, bahwasanya di negara kita yang begitu luar biasa gembar gembor tentang pendidikan, masih ada masyarakat Kota Bekasi, yang hanya karena tidak mampu bayar SPP, dia tidak mengikuti PTS," celetuknya.

Menurutnya, sekolah harusnya tak hanya fokus pada pendidikan sekuler, tapi juga mampu menerapkan aspek sosial, meski itu sebuah sekolah swasta. Ia menjelaskan, jika sekolah masih dapat menerima bantuan dari berbagai program pemerintah yang dikhususkan untuk pendidikan.

"Saya tidak tahu kalau sekolah itu masuk BNPS, masuk dana BOS atau tidak atau melakukan upaya subsidi silang. Namun apapun itu, sangat saya sesalkan dan sayangkan, hanya karena tidak bayar SPP, tidak bisa mengikuti PTS. Harusnya bisa tetap ikut ujian, dimana aspek sosialnya?" jelas Abdul Rozak.

Meski masalah ini bukan ranahnya, Abdul Rozak mengaku perannya sebagai wakil rakyat, mendorongnya untuk membantu AA dan orangtuanya. Terlebih melihat semangat AA untuk bersekolah sangat besar, meski di tengah keterbatasan orangtua.

"(SPP) sudah tercover, alhamdulillah Kamis sudah bisa sekolah. SPP 50 persen kita bayar dulu, sambil nanti saya berkoordinasi dengan disdik, seperti apa sih mekanisme dan aturannya sehingga masih ada anak yang hanya karena tidak bayar SPP, bentuk ketidakmampuan orangtuanya, tidak bisa bersekolah," terangnya.

Menurutnya, masalah seperti ini sangat tidak etis dilakukan pihak sekolah terhadap anak didiknya yang kurang mampu. Mirisnya, kondisi ini diakui masih kerap terjadi di berbagai daerah, tak terkecuali di Kota Bekasi.

"Ya tidak harus seorang warga yang tidak mampu, bermasalah di sekolahnya, dia harus lapor dulu ke DPRD, ditangani, viral, baru bisa ditindaklanjuti, kan tidak perlu seperti itu harusnya," tegasnya.

Aspek Sosial

Abdul Rozak berharap sekolah-sekolah di Kota Bekasi dapat mengedepankan aspek sosial, sehingga permasalahan serupa tidak terjadi lagi. Karena bagaimanapun mendapatkan pendidikan merupakan hak seluruh warga Indonesia.

"Saya minta dan memohon berupaya mengatur regulasinya biar baik dan benar. Kedua, ayolah para sekolah-sekolah swasta ada aspek sosial lah, ada nuraninya, kenapa sih pendidikan tidak dikedepankan. Dan tidak ada lagi alasan tidak bayar SPP, tidak bisa bersekolah," tandasnya.

Infografis 3 Bansos untuk Hadapi Harga BBM Naik. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 3 Bansos untuk Hadapi Harga BBM Naik. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya