Tantangan Santri Tidak Akan Sama dengan Era Sebelumnya

Direktur Eksekutif Said Aqiel Siradj (SAS) Institute, Sa’dullah Affandy berterima kasih kepada pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi, karena 22 Oktober kini menjadi hari istimewa bagi santri.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Okt 2022, 16:27 WIB
Diterbitkan 25 Okt 2022, 14:09 WIB
Pawai Hari Santri Nasional 2020
Sejumlah anak pengajian melakukan pawai di Jalan Raya Tapos, Depok, Jawa Barat, Kamis (22/10/2020). Pengajian Kampung Tapos menggelar pawai menyambut Hari Santri Nasional 2020 yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Direktur Eksekutif Said Aqiel Siradj (SAS) Institute, Sa’dullah Affandy berterima kasih kepada pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi, karena 22 Oktober kini menjadi hari istimewa bagi santri.

"Sebuah pengakuan negara kepada kaum santri atas kiprah dan jasa mereka terhadap Tanah Air. Santri, sebagaimana kita ketahui bersama, merupakan lulusan pesantren, sebuah intitusi pendidikan pertama dalam komunitas Islam Nusantara dan diyakini sebagai institusi Pendidikan keislaman yang genuine hasil kreasi para ulama Nusantara," kata dia dalam keterangannya, Selasa (25/10/2022).

Affandy mengatakan, santri lahir dari akar tradisi yang kuat, bukan hanya membawa dan mengajarkan kelimuan keislaman, namun juga mengakomodir sekaligus merawat tradisi lokal.

"Tidak mengherankan jika pesantren mampu eksis menjadi kawah candradimuka bagi kaum intelektual Islam selama berabad-abad, bertahan menghadapi beragam gelombang perubahan zaman. Bahkan, pesantren tidak jarang menjadi aktor penggerak bagi perubahan itu sendiri, baik di masa Kolonial, hingga reformasi dewasa ini," jelas dia.

Menurut dia, tantangan kaum santri saat ini, tentu tidaklah sama dengan era sebelumnya. Kesenjangan politik nyaris tidak lagi terjadi di era keterbukaan ini. Setiap orang bebas untuk menyampaikan aspirasi politik dan pendapatnya masing-masing selama tidak mengganggu ketertiban umum atau bertentangan dengan peraturan yang ada.

"Meski demikian, kesenjangan ekonomi dan kerentanan social masih kita saksikan bersama, dimana jurang pemisah antara si kaya dengan si miskin semakin menganga. Inilah salah satu tantangan kaum pesantren, dan pesantren, dewasa ini. Bagaimana memberdayakan kaum santri secara ekonomi, bukan hanya mandiri untuk dirinya sendiri, namun juga mampu menjadi penggerak bagi lingkungannya," ungkap Affandy.

 

Bangkitkan Ekonomi

Dengan demikian, pada Hari Santri yang ke-8 ini, sangatlah tepat kiranya jika kaum santri dan pesantren, memusatkan pandangan pada kebangkitan ekonomi santri. Secara politik, kaum santri telah memiliki panggung yang cukup terbuka untuk pentas, meski tentu belum sebanding dengan jasanya selama berabad-abad dalam membangun peradaban bangsa.

"Secara pemikiran, santri juga telah banyak memiliki professor apalagi doktor dalam berbagai bidang, baik lulusan dalam negeri maupun luar negeri. Namun, kalangan santri-pesantren, secara ekonomi dewasa ini, masih menjadi penghuni kelas menengah ke bawah. Inilah pekerjaan besar kaum santri ke depan. Sebuah tugas yang tidak lebih ringan dari perjuangan kaum santri dalam mengusir penjajah dan merebut kemerdeaan Indonesia," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya