Fakta-Fakta Terkait Sidoarjo, Tempat Penyelenggara Puncak Harlah 1 Abad NU

Puncak harlah 1 Abad NU di Sidoarjo, Jawa Timur pada 7 Februari 2023. Bukan tanpa alasan Sidoarjo dipilih untuk menjadi tempat perhelatan akbar NU tersebut. Berikut fakta-fakta Sidoarjo.

oleh Agustina Melani diperbarui 06 Feb 2023, 11:38 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2023, 11:38 WIB
Sidoarjo, Jawa Timur dipilih menjadi tempat perhelatan akbar 1 Abad NU, Selasa, 7 Februari 2023.
Sidoarjo, Jawa Timur dipilih menjadi tempat perhelatan akbar 1 Abad NU, Selasa, 7 Februari 2023. Liputan 6 SCTV)

Liputan6.com, Jakarta - Puncak resepsi 1 abad Nahdlatul Ulama (NU) di depan mata dan dalam hitungan jam. Puncak resespsi 1 abad NU tersebut akan digelar di Gelora Delta Sidoarjo, Jawa Timur pada Selasa, 7 Februari 2023.

Mengutip nu.or.id,  Gelora Delta Sidoarjo (GDS) Jawa Timur ditunjuk menjadi tempat kegiatan resepsi akbar yang diperkirakan dihadiri jutaan Jemaah dari seluruh Indonesia.

Sedangkan Sidoarjo dipilih menjadi tempat perhelatan akbar tersebut seiring menjadi daerah tempat pendiri NU untuk memperdalam ilmu agama. Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari dan Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan pernah menimba ilmu di daerah yang memiliki nama asal Sidokare ini di Pondok Pesantren Siwalan Panji, Sidoarjo.

Juru Bicara Puncak Resespsi 1 Abad Nu, Rahmat Hidayat Pulungan menuturkan,  penyelenggaraan harlah 1 Abad NU di Sidoarjo ini seiring ingin meraup berkah dari para muassis NU dan guru-guru semua.

Semangat yang disampaikan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf  untuk menyambut 1 Abad NU ini untuk mengambil berkah. “Gus Yahya selalu menyampaikan dalam berbagai pidato sambutannya, bahwa Resepsi Satu Abad NU ini harus diniatkan untuk mengambil berkah,” kata dia.

Terkait penyelenggaraan hari lahir (harlah) 1 Abad NU di Sidoarjo ini, berikut fakta-fakta terkait Sidoarjo, yang dihimpun dari berbagai sumber, Senin (6/2/2023):

1.Pusat Kerajaan Jenggala

Mengutip laman Pemerintah Kabuapten Sidoarjo, Sidoarjo dahulu dikenal sebagai pusat kerajaan Janggala atau Jenggala.

Pada masa kolonialisme Hindia Belanda, daerah Sidoarjo bernama Sidokare, yang termasuk bagian dari Kabupaten Surabaya. Daerah Sidokare dipimpin oleh seorang patih bernama R. Ng. Djojohardjo, bertempat tinggal di kampung Pucang Anom yang dibantu oleh seorang wedana yaitu Bagus Ranuwiryo yang berdiam di kampung Pangabahan.

Pada 1859, berdasarkan Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No. 9/1859 tanggal 31 Januari 1859 Staatsblad No. 6, daerah Kabupaten Surabaya dibagi menjadi dua bagian yaitu Kabupaten Surabaya dan Kabupaten Sidokare. Sidokare dipimpin R. Notopuro (kemudian bergelar R.T.P. Tjokronegoro) yang berasal dari Kasepuhan. Ia adalah putra dari R.A.P. Tjokronegoro, Bupati Surabaya.

 

Perubahan Nama Sidoarjo

5 Pesona Wisata Bahari di Sidoarjo, Indah dan Eksotis
Kota Sidoarjo menyimpan wisata bahari yang menarik dan memesona. (Foto: Istimewa)

Pada 28 Mei 1859, nama Kabupaten Sidokare yang memiliki konotasi kurang bagus diubah namanya menjadi Kabupaten Sidoarjo. Setelah R. Notopuro wafat 1862, kakak almarhum pada 1863 diangkat sebagai bupati, yaitu Bupati R.T.A.A. Tjokronegoro II yang merupakan pindahan dari Lamongan.

Pada 1883 Bupati Tjokronegoro pensiun, sebagai gantinya diangkat R.P. Sumodiredjo pindahan dari Tulungagung tetapi hanya 3 bulan saja menjabat sebagai Bupati karena wafat pada tahun itu juga, dan R.A.A.T. Tjondronegoro I diangkat sebagai gantinya.

Pada masa pendudukan Jepang (8 Maret 1942 - 15 Agustus 1945), daerah delta Sungai Brantas termasuk Sidoarjo juga berada di bawah kekuasaan Pemerintahan Militer Jepang (yaitu oleh Kaigun, tentara Laut Jepang).

Pada 15 Agustus 1945, Jepang menyerah pada Sekutu. Permulaan Maret 1946 Belanda mulai aktif dalam usaha-usahanya untuk menduduki kembali daerah ini.

Ketika Belanda menduduki Gedangan, pemerintah Indonesia memindahkan pusat pemerintahan Sidoarjo ke Porong. Daerah Dungus (Kecamatan Sukodono) menjadi daerah rebutan dengan Belanda. Pada  24 Desember 1946, Belanda mulai menyerang kota Sidoarjo dengan serangan dari jurusan Tulangan.

Sidoarjo jatuh ke tangan Belanda hari itu juga. Pusat pemerintahan Sidoarjo lalu dipindahkan lagi ke daerah Jombang. Pemerintahan pendudukan Belanda (dikenal dengan nama Recomba) berusaha membentuk kembali pemerintahan seperti pada masa kolonial dulu.

Pada November 1948, dibentuklah Negara Jawa Timur salah satu negara bagian dalam Republik Indonesia Serikat. Sidoarjo berada di bawah pemerintahan Recomba hingga 1949. Pada 27 Desember 1949, sebagai hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar, Belanda menyerahkan kembali Negara Jawa Timur kepada Republik Indonesia, sehingga daerah delta Brantas dengan sendirinya menjadi daerah Republik Indonesia.

2. Penghasil Ikan Bandeng Terbesar di Jawa Timur

Berkah Penjual Bandeng Musiman Jelang Imlek
Pembeli memilih ikan bandeng yang di jual di Rawa Belong, Jakarta, Jumat (20/1/2023). Penjual bandeng musiman ini menjual daganganya jelang perayaan Imlek yang dijual dengan harga mulai dari Rp. 50.000 hingga Rp. 90.000 per kilonya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Mengutip nu.or.id, Kabupaten Sidoarjo juga menjadi daerah penghasil ikan bandeng terbesar kedua se-Jawa Timur. Produksi ikan bandeng Sidoarjo mencapai 34.150 ton dengan nilai sekitar Rp 750 juta per tahun.

Pada 2025, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo menetapkan bandeng sebagai ikon kota yang diwujudkan dengan membangun Monumen Jayandaru di Kabupaten Sidoarjo, di Jalan Jenggolo 21, Sidokumpul, Sidoarjo. Adapun salah satu olahan paling terkenal di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur yaitu bandeng presto.

3.Geografis Sidoarjo

Di sebelah utara, Kabupaten Sidoarjo berbatasan dengan Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik. Sebelah Selatan, Kabupaten Sidoarjo berbatasan dengan Kabupaten Pasuruan. Lalu sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto, dan sebelah timur berbatasan dengan Selat Madura.

Kabupaten Sidoarjo terletak di antara dua aliran sungai yaitu Kali Surabaya dan Kali Porong yang merupakan cabang dari Kali Brantas yang berhulu di Kabupaten Malang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya