Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa AKBP Arif Rahman Arifin diganjar hukuman 10 bulan penjara atas kasus obstruction of justice atau merintangi penyidikan dalam pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Vonis dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Ahmad Suhel di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (23/2/2023).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 10 bulan dan pidana denda sebesar Rp10 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti pidana kurungan 3 bulan," kata Ketua Majelis Hakim, Ahmad Suhel, Kamis.
Advertisement
Ahmad Suhel menyatakan, AKBP Arif Rachman Arifin telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana dengan sengaja merusak suatu informasi publik secara bersama-sama.
Hakim menyatakan, Arif Rahman melanggar Pasal 48 ayat (1) jo Pasal 32 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Dituntut 1 Tahun Penjara
Arif Rahman Arifin sebelumnya dituntut satu tahun penjara atas kasus menghalangi penyidikan terkait pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Tuntutan ini dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat 27 Januari 2023.
"Menjatuhkan pidana terhadal Arif Rahman Arifin dengan pidana selama 1 tahun penjara dikurangi masa penangkapan dan penahanan yang telah terdakwa jalani dan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan," kata JPU dalam persidangan.
Selain dituntut pidana penjara selama satu tahun, anak buah Ferdy Sambo juga dikenakan denda sebanyak Rp10 juta.
"Menjatuhkan pidana denda Rp10 juta, subsider 3 bulan kurungan," ujar jaksa.
Â
Â
Advertisement
Menghapus sejumlah rekaman
Tuntutan terhadap Arif Rahman ini berdasarkan berbagai pertimbangan. Salah satunya seperti hal yang memberatkan terdakwa yaitu meminta rekaman Baiquni Wibowo untuk menghapus sejumlah rekaman.
"Hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa yaitu meminta saksi Baiquni agar file rekaman terkait Nofriansyah Yosua Hutabarat masih hidup dan dengan berjalan masuk ke rumah dinas saksi Ferdy Sambo nomor 46 agar dihapus," kata JPU.
"Selanjutnya dirusak atau dipatahkan laptop tersebut yang ada salinan rekaman kejadian tindak pidana sehingga tidak bisa bekerja atau berfungsi lagi," sambungnya.
Selain itu, terdakwa juga mengetahui bahwa rekaman tersebut dapat mengungkap fakta kasus ini yang sebenarnya.
"Terdakwa tahu betul bukti sistem elektronik yang ada kaitannya terbunuhnya korban Yosua tersebut sangat berguna untuk mengungkap tabir tindak pidana yang terjadi, yang seharusnya terdakwa melakuakan tindakan mengamankannya untuk diserahkan kepada yang punya kewenangan yaitu penyidik," ujarnya.
Tak hanya itu, tindaka Arif Rahman juga dinilai telah melanggar prosedur dalam pengamanan barang bukti.
"Tindakan terdakwa telah melanggar prosedur pengamanan bukti sistem elektronik terkait kejahatan tindak pidana, dimana di dalam perbuatan tersebut tidak didukung surat perintah yang sah," pungkasnya.