Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak dua WN India yakni berinisial JS (24) dan VK (26), kedapatan menggunakan visa Australia palsu saat hendak cek in menuju konter Garuda Indonesia di Bandara Internasional Soekarno Hatta. Ternyata, keduanya diselundupkan dua WN India lain dari jarak jauh.
Hal tersebut diungkap Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Soekarno Hatta. Kepala Kantor Imigrasi setempat, Muhammad Tito Andrianto mengatakan, kedua tersangka menjadikan Indonesia sebagai negara transit sebelum menyelundupkan diri ke Australia, sebagai negara tujuan.
Baca Juga
"Keduanya terlebih dulu masuk ke Indonesia melalui Bandara Ngurah Rai, lalu melanjutkan perjalanan ke Jakarta melalui penerbangan domestik ke Bandara Soekarno Hatta, sempat menginap di daerah Serpong, Tangerang. Namun, saat berusaha melanjutkan penerbangan ke Australia dengan pesawat GA 712 rute Jakarta-Sydney dari Bandara Soekarno-Hatta, kami tahan karena menggunakan Visa Australia palsu,” kata Tito, Selasa (28/3/2023).
Advertisement
Penyidik Imigrasi Soekarno-Hatta sebelumnya mendapatkan laporan masyarakat tentang rencana perjalanan JS dan VK. Saat dilakukan penyidikan, petugas kemudian melakukan koordinasi dengan Airlines Liaison Officer (ALO) di Jakarta.
"Hingga akhirnya memperoleh keterangan bahwa Visa Australia yang digunakan oleh JS dan VK adalah palsu," ujar Tito.
Dikendalikan Orang Lain
Tersangka JS dan VK tidak bekerja sendiri, keduanya dikendalikan dari India oleh tersangka lain dengan inisial AL. Tersangka AL merupakan otak sindikat yang memiliki dua asisten di Indonesia, dengan inisial SS yang juga WN India, menikah dengan seorang wanita WNI berinisial YG. Pasutri tersebut beetugas menyediakan akomodasi untuk JS dan VK selama berada di Indonesia, termasuk hotel, tiket, dan transportasi.
“Ini adalah sindikat penyelundupan manusia yang melibatkan tersangka di India, Indonesia, dan Australia. Untuk kepentingan pendalaman dan pengembangan, saat ini Imigrasi telah mendetensi JS, VK, dan SS, kami juga segera melakukan koordinasi dengan otoritas India dan Australia untuk proses pengejaran tersangka lainnya,” jelas Tito.
Atas perbuatanya, para tersangka dapat dijerat dengan Pasal 120 ayat (1) atau ayat (2) UU RI Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Advertisement