Liputan6.com, Jakarta Jaksa Penuntut Umum menuntut Irjen Teddy Minahasa hukuman mati dalam kasus peredaran sabu yang tak lain adalah barang bukti sitaan kepolisian. Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai tuntutan pidana mati terhadap Teddy Minahasa sudah sesuai dengan keadilan di masyarakat.
"Jaksa melihat begitu dibuktikan di persidangan ternyata memang sudah terbukti, kemudian jaksa juga mencoba mengambil perasaan keadilan di dalam masyarakat, Nah kejahatan seperti ini hukumannya bagaimana, nah sampailah kesimpulannya pada mati. Tapi ini belum selesai karena hakim belum memutuskan," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (31/3/2023).
Fickar menambahkan, selain berasaskan keadilan di masyarakat, tuntutan itu juga sudah sesuai dengan pasal yang menjerat Teddy Minahasa. Yang mana ia dijerat dengan pasal yang ancaman hukumannya pidana mati.
Advertisement
"Apakah tuntutannya itu sesuai? Secara hukum itu sudah sesuai karena pasal yang didakwakan itu ancaman hukumannya memang mati dan seumur hidup juga. Jadi memang sudah sesuai, dan itu menurut jaksa sudah sesuai dengan perasaan peradilan di masyarakat," dia menandaskan.
Sementara Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti Azmi Syahputra menilai, hukuman mati diperlukan untuk menghilangkan kejahatan yang sudah berjalan secara sistemik. Ia pun menilai tuntutan terhadap Teddy Minahasa sudah tepat.
"Dalam hukum pidana dikenal asas kejahatan yang sudah sistemik dapat dimusnahkan dengan hukuman mati (azas crimina morte extinguuntur) karenanya tuntutan hukuman mati bagi TM sudah tepat mengingat apa yang dilakukannya dengan sengaja:, dan menyalahgunakan jabatannya sebagai Kepala kepolisaan daerah ( Kapolda Sumbar)," kata Azmi kepada Liputan6.com, Jumat (31/3/2023).
Ia berharap, kasus yang menjerat Teddy Minahasa dapat menjadi peringatan bagi para pimpinan aparat penegak hukum lainnya agar menghindari tindakan penyalahgunaan kewenangan alias abuse of power.
"Apa yang dilakukan TM adalah sangat bertentangan dengan kewajibannya serta di dalam persidangan dianggap TM berbelit, banyak membantah perbuatannya dan tidak mengakui perbuatannya, mengingat kondisi Indonesia sudah darurat narkoba, tidak ada jalan lain selain menerapkan hukuman mati bagi pelaku dengan karakteristik yang menyalahgunakan jabatannya. Ini juga menjadi alasan pemberat hukuman bagi pelaku," ucap dia.
Di saat pemerintahan sedang berusaha membangun peradaban bangsa, memberantas narkoba justru perilaku aparatur mencoreng muka sendiri, membuat masyarakat hilang kepercayaan pada lembaga hukum.
"Harapanmya dengan tuntutan hukuman mati pada TM akan memunculkan efek jera, ancaman bagi para calon pelaku lainnya, agar tidak main-main dengan narkoba. Apalagi jika mereka aparat penegak hukum," Azmi menegaskan.
Meski demikian, perlu kebijakan yang mengiringinya agar pidana mati ini benar-benar dapat memberikan efek jera terhadap yang lain. Menurutnya, langkah itu berupa peningkatan integritas dan aparat hukum agar semakin tangguh.
"Akuntabilitas pejabat negara dan pengawasan aparatur hukum juga harus semakin ditingkatkan," ujar dia.
Pelaku Intelektual
Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tuntutan pidana mati terhadap mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa atas kasus peredaran narkoba. Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan bahwa terdakwa Teddy Minahasa merupakan pelaku intelektual dalam perkara tersebut, sehingga sudah selayaknya mendapatkan tuntutan pidana lebih berat dibanding terdakwa lainnya.
“Salah satu pertimbangan Jaksa Penuntut Umum yaitu terdakwa adalah pelaku intelektual alias intelectual dader, atau pelaku utama dari seluruh perkara yang ditangani di Kejaksaan sehingga hukumannya harus lebih berat daripada terdakwa lainnya,” tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Kamis (30/3/2023).
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar), lanjut Ketut, JPU membacakan amar tuntutan yang pada pokoknya yaitu menyatakan terdakwa Teddy Minahasa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana.
“Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan secara tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, menjadi perantara dalam jual beli, menukar dan menyerahkan Narkotika Golongan I bukan tanaman, yang beratnya lebih dari lima gram,” jelasnya.
Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Juncto Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP, sesuai Dakwaan Pertama JPU. Kemudian, amar tuntutan meminta majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap Teddy Minahasa dengan pidana mati, dan perintah agar terdakwa tetap ditahan.
Advertisement