KPK Tetapkan 2 Eks Petinggi BUMN Amarta Karya Tersangka, Rugikan Negara Rp46 Miliar

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan dua mantan petinggi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Amarta Karya.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 11 Mei 2023, 19:02 WIB
Diterbitkan 11 Mei 2023, 19:01 WIB
KPK menetapkan dua mantan petinggi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Amarta Karya sebagai tersangka.
KPK menetapkan dua mantan petinggi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Amarta Karya sebagai tersangka. (Liputan6.com/Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan dua mantan petinggi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Amarta Karya. Keduanya yakni mantan Direktur Utama (Dirut) Catur Prabowo dan mantan Direktur Keuangan Trisna Sutisna.

Keduanya dijerat dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan subkontraktor fiktif di PT Amarta Karya Persero Tahun 2018 hingga 2020.

"Ditemukan adanya kecukupan alat bukti untuk dinaikkan pada tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan dua pihak sebagai tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak di kantornya, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (11/5/2023).

Johanis menyebut kasus ini bermula pada 2017 saat Catur Prabowo memerintahkan Trisna Sutisna dan pejabat di bagian akuntansi PT Amarta Karya mempersiapkan sejumlah uang untuk kebutuhan pribadi Catur Prabowo. Sumber uang diambil dari pembayaran berbagai proyek yang dikerjakan PT Amarta Karya.

Kemudian, Trisna Sutisna bersama dengan beberapa staf di PT Amarta Karya mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV.

"CV tersebut digunakan untuk menerima pembayaran subkontraktor dari PT Amarta Karya tanpa melakukan pekerjaan yang sebenarnya alias fiktif," kata Johanis.

Kemudian pada 2018, dibentuklah beberapa badan usaha CV fiktif sebagai vendor yang akan menerima berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan proyek PT Amarta Karya. Hal ini sepenuhnya atas sepengetahuan Catur Prabowo dan Trisna Sutisna.

Kerugian Keuangan Negara Sekitar Rp46 miliar.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak . (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Johanis menyebut untuk pengajuan anggaran pembayaran vendor, Catur Prabowo selalu memberikan disposisi 'lanjutkan' dibarengi dengan persetujuan Surat Perintah Membayar (SPM) yang ditandatangani oleh Trisna Sutisna.

Buku rekening bank, kartu ATM dan bongol cek dari badan usaha CV fiktif dipegang staf bagian akuntansi PT Amarta Karya yang menjadi orang kepercayaan dari tersangka agar memudahkan pengambilan dan pencairan uang sesuai dengan permintaan Catur Prabowo.

Johanis menyebut diduga ada sekitar 60 proyek pengadaan PT Amarta Karya yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh Catur Prabowo dan Trisna Sutisna. Di antaranya yakni pekerjaan konstruksi pembangunan rumah susun Pulo Jahe, Jakarta Timur, pengadaan jasa konstruksi pembangunan gedung olahraga Univesitas Negeri Jakarta, dan pembangunan laboratorium Bio Safety level 3 Universitas Padjajajran.

Akibat perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara sekira Rp46 miliar.

"Saat ini tim penyidik masih terus menelusuri adanya penerimaan uang maupun aliran sejumlah uang ke berbagai pihak terkait lainnya," pungkas Johanis.

Atas perbuatannya, keduanya disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Infografis Rompi Oranye Rafael Alun Jadi Tersangka & Tahanan KPK
Infografis Rompi Oranye Rafael Alun Jadi Tersangka & Tahanan KPK (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya