Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai menyelidiki kasus dugaan korupsi terkait adanya pungutan liar (pungli) di rumah tahanan alias rutan KPK yang nilainya diduga mencapai Rp 4 miliar. Pengusutan dugaan korupsi ini selaras dengan terbitnya surat perintah penyelidikan.
"Pimpinan telah menandatangi surat perintah penyelidikannya," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam jumpa pers di Gedung KPK, Rabu (21/6/2023).
Baca Juga
Ghufron menyebut surat perintah penyelidikan didasari UU Nomor 11 tahun 2019 tentang perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. UU itu menyebut, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana lorupsi yang salah satunya melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain berkaitan dengan yang dilakukan aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.
Advertisement
"Sehingga, dugaan tindak pidana korupsi ini akan ditangani sebagaimana proses penanganan terhadap dugaan tindak pidana korupsi lainnya yang ditangani KPK," kata Ghufron.
Tak hanya akan menyelidiki dugaan korupsi, KPK juga melalui Sekretariat Jenderal (Setjen) membentuk tim khusus menindaklanjuti dugaan pungli di rutan KPK ini. Pihak Setjen KPK akan mengusut dugaan adanya pelanggaran disiplin oleh pegawai KPK.
"Secara bersamaan, Sekretaris Jenderal akan membentuk tim khusus dalam rangka pemeriksaan atas dugaan pelanggaran disiplin pegawai KPK pada Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK. Bahwa pemeriksaan tersebut selanjutnya akan dikoordinasikan oleh Inspektorat," kata Ghufron.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk membongkar dugaan pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) lembaga antirasuah. KPK meminta bantuan PPATK untuk menelusuri aliran uang yang diduga mencapai Rp 4 miliar.
"KPK juga bersinergi, kerja sama dengan PPATK, karena ini kan tadi dugaannya ada melalui juga transaksi," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (21/6/2023).
Pungli Rutan KPK, Kasus Rumit
Ali menyebut pengusutan kasus ini terbilang rumit. Namun demikian, Ali berjanji KPK akan mengusut tuntas dan menyeret terduga pelaku ke proses pidana.
"Memang ini kelihatannya lebih kompleks sehingga butuh waktu untuk menyelesaikan proses penyelidikan ini," kata Ali.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md minta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menindaklanjuti dugaan pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) yang dikelolanya.
“Hal itu harus dibuka ke publik dan setelah itu ditindaklanjuti secara hukum, karena pungli itu adalah tindak pidana,” jelas Menkopolhukam.
Apalagi ini terjadi di tubuh lembaga pemberantasan korupsi, KPK. Namun demikian, Mahfud juga mengakui sejauh ini dirinya belum mengetahui detail kasus tersebut. Menkopolhukam masih menunggu pengumuman hasil penyelidikan.
Menurut Menteri Mahfud, jika pungli tersebut melibatkan dana yang cukup besar, maka bisa disebut atau dikategorikan sebagai tindak pidana penyuapan.
“Saya belum tahu apakah pungli atau penyuapan. Dalam korupsi ada tujuh macam perbuatan, yaitu mulai dari mark up (menaikkan harga), mark down (menurunkan harga), pemalsuan dokumen, pemerasan dan sebagainya. Yang paling ringan itu biasanya pungli,” beber Menteri Mahfud.
Advertisement
Berawal dari Sidak Dewas KPK
Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menemukan dugaan adanya pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) KPK. Tak tanggung-tanggung, Dewas menyebut jumlahnya mencapai Rp4 miliar.
Anggota Dewas KPK Albertina Ho menyebut temuan ini bukan berdasarkan laporan dari masyarakat, melainkan hasil pengutusan pihaknya sendiri.
"Tanpa pengaduan, jadi kami di sini ingin menyampaikan Dewan Pengawas sungguh-sungguh mau menertibkan KPK ini, kami tidak pandang," ujar Albertina Ho di Gedung ACLC KPK, Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (19/6/2023).
Albertina menyebut jumlah itu merupakan temuan sementara dari Desember 2021 hingga Maret 2022. Albertina menyebut pihaknya komitmen membersihkan KPK dari perilaku korup.
"Desember 2021 sampai dengan bulan Maret 2022 itu sejumlah Rp4 miliar. Itu jumlah sementara," kata Albertina.
Albertina tak menampik jumlah itu akan terus bertambah jika dibiarkan. Albertina menyebut pihaknya akan mengusut dugaan pelanggaran etik dari temuan itu. Sementara terkait masalah pidana akan ditangani oleh pimpinan KPK.
"Ini ada unsur pidananya, dan Dewan Pengawas sudah menyerahkan kepada pimpinan. Masalah kode etiknya, kami juga sudah melakukan klarifikasi-klarifikasi, nanti setelah semua teman-teman juga akan mengetahui siapa saja yang dibawa ke sidang etik," pungkas Albertina.