Liputan6.com, Jakarta - Desakan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mundur dari lembaga antirasuah kian kencang lantaran polemik dalam pengungkapan kasus dugaan suap pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas).
Desakan mundur terhadap pimpinan KPK lantaran meminta maaf telah menetapkan Kepala Basarnas periode 2021-2023 Marsekal Madya Henri Alfandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka. Selain kedua prajurit aktif TNI, KPK juga menjerat tiga tersangka lainnya dari pihak swasta.
Baca Juga
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak yang meminta maaf kepada masyarakat usai menerima kedatangan Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) Marsekal Muda (Marsda) Agung Handoko di markas antirasuah pada Jumat, 28 Juli 2023. Saat itu Johanis Tanak tak hanya meminta maaf, tetapi juga menyalahkan anak buahnya di jajaran Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK.
Advertisement
"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya anggota TNI, dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, kelupaan, bahwasanya manakala ada keterlibatan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani," ucap Johanis Tanak saat itu.
Mendengar pernyataan dari Johanis Tanak, pegawai KPK geram. Bagaimana tidak, seorang pimpinan yang sejatinya melindungi anak buahnya malah berlindung dan lari dari tanggung jawab. Pegawai KPK menuntut, tak hanya Johanis Tanak, melainkan seluruh pimpinan KPK untuk mundur dari jabatan mereka.
Desakan mundur untuk komisioner KPK disampaikan pegawai melalui surat. Dalam suratnya, pegawai meminta kesediaan pimpinan KPK untuk beraudiensi membahas hal terkait. Di sisi lain, dalam surat itu juga pegawai mendesak pimpinan mundur.
"Pengunduran diri karena telah berlaku tidak profesional dan mencederai kepercayaan publik, lembaga KPK, maupun pegawai KPK," bunyi surat pegawai yang ditujukan kepada pimpinan KPK.
Pegawai Minta Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Tidak Mundur
Namun alih-alih komisioner KPK yang mundur, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Brigjen Pol Asep Guntur Rahayu yang malah mengajukan surat pengunduran diri kepada pimpinan KPK. Asep yang juga mengemban jabatan Direktur Penyidikan KPK ini merasa bertanggung jawab atas polemik ini.
Namun demikian, para pegawai mencoba menahan Brigjen Asep agar tak meninggalkan KPK. Para pegawai merasa Brigjen Asep sudah bekerja profesional bahkan kerap membantu saat mereka mengalami kebuntuan dalam menindak koruptor.
"Brigjen Asep Guntur merupakan senior, abang, dan orang tua kami di Kedeputian Penindakan dan Eksekusi. Bahkan beliau sering memberikan solusi jitu untuk keluar atau survive dari masalah yang dihadapi baik di lapangan yang meliputi teknis dan taktis, maupun direktif melalui kebijakan strategis yang beliau kuasai," kata mereka.
Mantan penyidik senior KPK Herbert Nababan angkat suara terkait isu mundurnya Brigjen Asep Guntur. Menurut Herbert, Asep Guntur tidak perlu mundur. Sebab, jika mundur maka perkara OTT Basarnas bisa tidak berjalan sebagaimana mestinya proses penegakan hukum.
"Sebaiknya Asep Guntur tidak perlu mundur agar pemahaman Pimpinan KPK yang kurang terhadap UU KPK itu sendiri tidak semakin membuat KPK seperti saat ini," kata Herbert dalam keterangan tertulis diterima, Minggu (30/7/2023).
Herbert justru menegaskan, yang layak dan harus mundur adalah pimpinan KPK karena terlihat sangat tidak bertanggung jawab dan menyalahkan anak buah atas apa yang pimpinan KPK perintahkan melalui tanda tangan sprinlidik dan sprindik kepada anak buahnya.
"Terlebih Firli Bahuri yang saat ini sebagai Ketua KPK yang selayaknya mundur atas kekisruhan ini," tegas Herbert.
Advertisement
Di mana Firli Saat Kisruh KPK Vs Basarnas?
Saat kisruh soal OTT Basarnas ini terjadi, Firli Bahuri tengah berada di luar kota, tepatnya di Manado, Sulawesi Utara. Firli saat itu menghadiri beberapa kegiatan di Manado sambil didampingi Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey. Salah satu kegiatan yang dilakukan Firli, yakni meresmikan gedung dan main badminton.
Tak adanya Ketua KPK saat polemik terjadi membuat desakan mundur terhadap pimpinan kian santer. Salah satunya muncul dari Ketua KPK periode 2011-2025 Abraham Samad. Menurut Samad, bentuk tanggung jawab yang bisa dilakukan pimpinan KPK atas polemik ini yakni dengan mengundurkan diri.
"Salah satu bentuk tanggung jawab yang dilakukan pimpinan KPK, dia harus mundur dong, bukan direktur penyidiknya, tapi pimpinan KPK yang harus mundur. Itu bentuk pertanggungjawaban dari mereka sebenarnya. Apa yang terjadi sekarang ini sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya, dan ini sangat memalukan. Ini menggambarkan betapa tidak profesionalnya pimpinan KPK dalam menangani kasus-kasus," kata Samad.
Senada, mantan Komisioner KPK Bambang Widjojanto pun menyebut demikian. Menurut Bambang, polemik yang terjadi atas OTT Basarnas ini merupakan waktu yang tepat agar pimpinan KPK diberhentikan.
"Dan sangat layak diminta untuk mengundurkan diri atau diberhentikan," kata Bambang.