HEADLINE: Memburu 'Escobar' Indonesia Fredy Pratama, Kemana Aliran Uang Narkotika Mengalir?

Bersandi Escobar, Bareskrim Polri memburu gembong narkoba internasional Fredy Pratama. Selain menangkap puluhan tersangka, polisi juga menyita aset Fredy di banyak tempat. Upaya memiskinkan sang gembong dilakukan dengan menerapkan pasal TPPU.

oleh Muhammad AliFachrur Rozie diperbarui 15 Sep 2023, 00:00 WIB
Diterbitkan 15 Sep 2023, 00:00 WIB
Bareskrim Polri membongkar sindikat narkoba internasional kelas kakap jaringan Fredy Pratama.
Bareskrim Polri membongkar sindikat narkoba internasional kelas kakap jaringan Fredy Pratama. (Liputan6.com/ Nanda Perdana Putra)

Liputan6.com, Jakarta - Bersandi Escobar, Bareskrim Polri tengah memburu gembong narkoba internasional Fredy Pratama. Aktor utama sindikat kelas kakap yang memiliki aset hasil narkotika sebesar Rp 10,5 triliun itu diduga tengah berada di Thailand.

Dalam operasinya, Polri menggandeng kepolisian dan imigrasi Thailand. Selain itu, juga dengan pihak Bea dan Cukai Indonesia untuk melacak perjalanan Fredy Pratama karena tak menutup kemungkinan menggunakan identitas palsu.

Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Wahyu Widada mengungkapkan, Polri telah memburu jaringan Fredy Pratama sejak 2020 sampai 2023. Total ada 408 laporan polisi yang diungkap dengan jumlah tersangka sebanyak 884 orang. Sedangkan 39 tersangka yang ditangkap dalam operasi Escobar Indonesia dimulai dari periode Mei 2023.

Tak hanya itu, Polri juga melacak aset Fredy sebagai upaya penerapan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sejauh ini telah disita aset senilai Rp273 miliar dari keluarga Fredy.

Tindakan Polri yang menerapkan pasal TPPU dinilai Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar sebagai kewenangan aparat. Polisi memiliki kebebasan dalam meneruskan laporan yang diterimanya.

"Polisi punya kewenangan itu. Tidak melulu tergantung pada isi laporan tindak pidana itu. Berkembang," kata dia kepada Liputan6.com, Kamis (14/9/2023).

Dia menjelaskan, TPPU tersebut digunakan dengan tujuan agar para pelaku kejahatan menjadi jera. Dengan penyitaan aset, mereka tidak memiliki lagi kekuatan untuk menjalankan bisnis narkoba.

"Salah satu tujuan TPPU dilahirkan, supaya hasil kejahatan itu dilacak kemanapun larinya. Yang dicuci itu uang hasil kejahatannya," dia menegaskan.

Sementara Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih mengapresiasi langkah Polri yang menerapkan pasal TPPU terhadap pelaku kejahatan narkoba. Menurutnya, sebenarnya TPPU ini dibentuk hanya untuk dalam kasus narkoba.

"Ya baguslah sangat positif, justru pertanyaannga selama ini kan narkoba banyak, tapi kok sedikit sekali TPPU, dan yang penting begini mas, rezim anti TPPU internasional itu dulu dibangun dibentuk 1988 itu justri harusnya untuk narkotika saja awalnya, baru setelah itu untuk kasus yang lain," kata dia kepada Liputan6.com, Kamis (14/9/2023).

Dia pun merasa heran dengan penerapan hukum di Indonesia. Menurutnya, kasus narkoba yang membanjiri meja para penegak hukum, justru mereka tidak menjeratnya dengan pasal TPPU.

"Nah Indonesia ini aneh, kejahatan narkabanya banyak tapi jarang pakai TPPU. Nah sekarang ini kalau sampai enggak ya kebangetan kan, seperti Teddy (Teddy Minahasa) kan enggak ada TPPU-nya aneh sekali. Jadi ini harus didorong dan betul-betul kita kawal, antara lain tracing tadi, ada rumah mobil dan sebaganya yang nilainya 10, berapa triliun itu, itu TPPU jelas. Dulu bagus, tapi tahun 2010 ke sini kok meloyo TPPU-nya," terang dia.

Yenti mengaku tidak mudah untuk menyita aset gembong narkoba di luar negeri. Namun dengan adanya kerja sama internasional, akan membuat pekerjaan tersebut menjadi lebih ringan.

"Gampang kok, ini sangat mudah, tapi memang untuk narkoba susah, TPPU-nya juga khas," ujar dia.

"Tapi begini kita kan dibantu oleh Thailand, Malaysia dan DEA Amerika. Jadi kerja sama internasional juga sudah sangat bagus gitu, malah saya berpikir ini kalau enggak ada kerja sama dengan luar negeri jangan-jangan engga juga TPPU-nya," Yenti menegaskan.

Menurutnya, Polri harus mendalami aliran duit dari pelaku kejahatan narkoba. Namun demikian, hendaknya itu tidak melulu melacaknya melalui PPATK.

"TPPU harus didalami, jangan berharap dari aliran dana (melalui) PPATK, tidak akan seperti itu, karena khusus untuk TPPU dan narkotika biasanya mereka mengunakan cara-cara tradisional, malah jadi susah," ujar dia.

Mereka para gembong narkoba, Yenti menambahkan, biasanya menggunakan teknik hawala atau main kode dalam menyamarkan aset hasil kejahatannya. Bahkan di Amerika, para pemain besar juga menggunakan teknik yang demikian.

"Nah bisanya menggunakan teknik hawala atau main kode. Nah itu tantangan, bahkan di Amerika pun narkobanya hawala, jadi jangan penyidik hanya berharap penulusuran bank (PPATK)," tegas dia.

Sementara untuk mengungkap narkotika, kata Yenti, mereka yang masuk dalam jaringan sindikat internasional memiliki teknik tersendiri dalam memuluskan aksinya. Di antara mereka ada mata rantai yang terputus, dan itu ciri khas dari kejahatan narkotika.

"Ini betul-betul bukan hanya TPPU tapi narkotikanya harus semua. Dengan membuka semua pelaku narkotika, TPPU-nya akan semkain banyak, itu yang diharapkan menjerakan dan mecegah yang lain jadi gembong," terang dia.

Selanjutnya ia meminta agar Polri nantinya dalam penyidikan dan penuntutan tidak memisahkan kasus narkotika dan TPPU. Keduanya diharapkan masuk dalam satu dakwaan. Terlebih totalnya mencapai puluhan triliun rupiah.

"Nah itu justifikasinya penulusuran TPPU. Kalau di Bareskrim ini berarti kan di Dirnarkoba, nah di dirnarkoba itu kan ada ahli TPPU-nya, jadi jangan pindah direktorat. Itu ada teknisnya. Jadi langsung Dirnarkoba, langsung enggak usah ke pidsus atau kemana, penyidik dirnarkoba langsung menyidik TPPU-nya dan mereka pasti bisa, penyidiknya satu aja kelompok dirnarkoba saja. Enggak ada alasan enggak bisa, kita harus support semua," dia menandaskan.

Infografis Memburu Gembong Narkoba Internasional Fredy Pratama. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Memburu Gembong Narkoba Internasional Fredy Pratama. (Liputan6.com/Abdillah)

Pakar Hukum TPPU Pahrur Dalimunthe juga menilai tepat tindakan Polri yang menerapkan TPPU terhadap Fredy Pratama. Cara ini dinilainya bukan pertama kali diterapkan. BNN sebelumnya juga merampas aset gembong narkoba yang berada di Batam.

"TPPU secara teknis di aturan kita di mana harta yang diduga hasil tindak pidana bisa, setelah diblokir, sita kemudian diminta untuk disita untuk negara. Itu cara yang bagus, dan sebenernya bukan baru pertama dilakukan. Dulu BNN juga pernah pakai cara ini di Batam, aset-aset gembong narkobanya dirampas disita untuk negara tapi saat itu pelaku tidak tertangkap, tapi mudah-mudahan kalau yang sekarang karena katanya kerja sama lintas negara, mudah-mudahan selain asetnya di berbagai negara bisa disita dan dirampas juga orangnya bisa ditangkap," kata dia kepada Liputan6.com, Kamis (14/9/2023).

Pahrul mengungkapkan kesulitan yang dihadapi penyidik dalam menyita aset gembong narkoba Fredy Pratama. Menurutnya, secara teknis saat penyidik menyita asetnya, ada waktu bagi pihak ketiga yang merasa harta bendanya dihasilkan dari cara yang sah.

Karena itu, dia menegaskan, penyidik harus benar benar menyiapkan alasan kuat jika aliran dana yang dimiliki Fredy Pratama diduga kuat berasal dari hasil kejahatan narkotika. Hal itu yang menurutnya, harus dikuatkan.

"Kalau ada pihak ketiga yang merasa ini punya dia, tinggal dia buktikan. Dari mana dia sampai bisa beli aset yang jumlahnya ratusan miliar itu, kalau enggak tetap bisa disita," ujar dia.

"Soal rampas (aset) di luar negeri, ya bisa, TPPU itu kan masuk dalam kategori tindak pidana transnasional terorganisir dan di berbagai negara khususnya ASEAN ada kerja sama pertukaran informasi, pertukaran MLA, mutual legal assistance untuk menyita aset di berbagai negara, seperti Polri bantu FBI menelusuri aset di Malaysia yang di Bali, kan dibantu Polri untuk disita," kata dia.

Pahrul pun meminta Polri untuk tetap cermat dalam menyelidiki kasus terkait narkoba. Karena kejahatan jenis ini memiliki ciri khas yang berbeda dengan kasus lainnya.

"Ya hati-hati saja karena model transaksi keuangan narkoba beda dengan yang lain. Mereka sudah rapi, bahkan antarpelaku bisa saling menutupi dan ngeblock selain transaksinya. Jadi saat ini dirampas harus ada dugaan kuat, ada bukti-bukti yang mengerucut ke sana. Karena gampang bagi pihak ketiga bilang 'oh ini punya saya'. Apalagi aset-aset kecil. Jadi justifikasinya banyak," dia menandaskan.

Saat ini, Polisi juga masih memburu sepasang suami istri yang menjadi orang kepercayaan Fredy Pratama untuk mengelola keuangan hasil narkotika. Kedua orang itu yang telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) polisi, yakni Frans Antony (FA) dan Petra Niasi (PN).

"Ini adalah sebagai orang-orang keuangannya. Yang cewek sama cowok. Suami istri," kata Direktur Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Pol Mukti Juharsa kepada wartawan, Kamis (14/9/2023).

Mukti menyebut keduanya merupakan warga negara Indonesia yang bekerja sebagai kaki tangan langsung dari Fredy Pratama. Dengan, proses pencarian difokuskan ke luar negeri.

"Kaki tangannya dong Warga Negara Indonesia semua. Masih di luar negeri," katanya.

Jenderal Bintang Satu itu mengatakan perburuan terhadap FA dan PN. Dilakukan sejalan dengan terbitnya rednotice dan dijalankannya operasi 'Escobar' untuk menangkap Freddy selaku otak dari sindikat narkoba.

"Kan sekarang baru kebongkar sindikatnya semua. Sindikatnya terbongkar dari mulai Mei kemarin terbongkar semua. Makanya terbit lah red notice oleh Hubinter, udah keluar," katanya.

Bareskrim Polri juga mulai melebarkan operasi 'Escobar' ke wilayah sekitar negara Thailand. Negeri Gajak Putih ini diketahui berbatasan dengan beberapa negara, seperti Myanmar, Laos, Kamboja, dan Malaysia.

"Prioritas pertama Thailand, berikutnya negara-negara tetangga di sekitar Thailand," kata Wadir Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Kombes Pol Jayadi saat dikonfirmasi, Kamis (14/9/2023).

Meskipun begitu, Jayadi mengaku pihaknya tetap akan mencari keberadaan Freddy. Dengan menjalin kerja sama ke beberapa negara lain yang kemungkinan menjadi tempat persembunyian Freddy.

Kerja sama itu dilakukan melalui ICPO-Interpol. Sebagai tindaklanjut diterbitkannya red notice terhadap Freddy yang telah masuk daftar pencarian orang (DPO).

"Dugaan sementara demikian tetapi juga kita tidak fokus wilayah itu. Negara lain juga akan terus komunikasi. Akan terus bekerja sama dengan kepolisian di lintas melalui interpol untuk mencari keberadaan yang bersangkutan," katanya.

Namun demikian, terkait teknis pengejaran Freddy, Jayadi tak bisa membeberkan secara detail. Karena berkaitan dengan materi penyidikan yang masih bersifat rahasia.

"Secara teknis tidak dapat kami sampaikan. Karena ini berkaitan dengan penyidikan. Jika kami sampaikan dan jaringan tahu akan strategi dari petugas, tambah rumit pencariannya," katanya.

Infografis Ragam Tanggapan Memburu Gembong Narkoba Internasional Fredy Pratama. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Ragam Tanggapan Memburu Gembong Narkoba Internasional Fredy Pratama. (Liputan6.com/Abdillah)

PPATK Temukan Rp51 triliun Sejak 2013 sampai 2023

Polisi masih memburu gembong narkoba kelas kakap Fredy Pratama. Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dit Tipidnarkoba) Bareskrim Polri pun bekerja sama dengan kepolisian hingga imigrasi Thailand. 

"Kita tetap bekerja sama dengan kepolisian dan imigrasi Thailand, karena yang bersangkutan sudah keluar red noticenya," kata Dir Tipidnarkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa saat dihubungi, Rabu (13/9/2023).

Polisi juga akan melakukan kerja sama dengan pihak Bea dan Cukai Indonesia. "Dan bekerja sama pula dengan imigrasi dan Bea Cukai Indonesia," ujarnya.

Sementara saat ini Mukti menegaskan, pihaknya masih memeriksa perjalanan Fredy Pratama karena tak menutup kemungkinan menggunakan identitas palsu.

"Kita masih croscek data perjalanan Fredy. Karena dia mungkin pakai identitas palsu," pungkasnya.

Tak hanya memburu sosoknya, Polisi juga melacak aset milik Fredy Pratama dari hasil kejahatannya. Pelacakan aset dilakukan sebagai upaya penerapan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sejauh ini telah disita aset senilai Rp273 miliar dari keluarga Fredy.

"Rp273 miliar yang baru disita. Seluruh aset yang ada pada keluarga FP," kata Mukti saat dikonfirmasi, Kamis (14/9/2023).

Namun demikian, menurut Mukti, keluarga tidak terkait dengan bisnis perdagangan narkoba yang dijalankan Fredy. Mereka didalami hanya terkait TPPU untuk kepentingan pelacakan aset milik gembong narkoba tersebut.

"Mereka (keluarga sejak 2014) juga tidak mengetahui (keberadaan Freddy). TPPU saja (pendalaman keluarga)," jelas Mukti.

Jika diperkirakan, total aset dari sindikat narkoba Fredy Pratama mencapai Rp10,5 triliun.

Adapun total penyitaan yang dilakukan terhadap barang bukti narkoba dalam kasus ini adalah 10,2 ton sabu, dengan perkiraan yang sudah masuk ke Indonesia untuk diedarkan mencapai 100 hingga 500 kilogram.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga menemukan total perputaran uang dari jaringan narkotika internasional Fredy Pratama mencapai Rp51 triliun sejak 2013 sampai 2023.

Sekretaris Utama PPATK Inspektur Jenderal Alberd Teddy Benhard Sianipar, mengatakan temuan tersebut didapati pihaknya usai melakukan 32 Laporan Hasil Analisis (LHA) terhadap rekening milik para pelaku serta dengan perusahaan yang terafiliasi.

"Sementara perputaran terkait dengan sindikat narkoba internasional ini (Fredy Pratama) tadi tercatat ada 51 triliun sepanjang 2013-2023," kata Alberd dalam keterangan tertulis, Selasa 12 September 2023.

Tedy mengatakan pihaknya telah menindaklanjuti temuan itu dengan melakukan rapat koordinasi dengan intelijen Thailand. Koordinasi itu, kata dia, dilakukan untuk mendeteksi seluruh keberadaan aset tersangka yang berada di luar negeri. 

"Untuk mendeteksi rekening-rekening milik tersangka, sekaligus lokasi keberadaan aset, termasuk beberapa tersangka jaringan lain yang dicari," ujar Alberd.

Selain itu, Tedy mengatakan PPATK telah memblokir 606 rekening yang diduga terafiliasi Fredy Pratama. Adapun total saldo dari seluruh rekening saat diblokir mencapai Rp45 miliar.

"Tindak lanjut sesuai kewenangan PPATK melakukan penghentian sementara kepada seluruh transaksi dengan 606 rekening, itu seluruhnya ada di Indonesia. Kemudian ada 2 perusahaan aset. Total saldo yang saat dilakukan pengehentian itu ada sekitar Rp45 miliar," tuturnya.

 

Kronologi Terbongkarnya Jaringan Narkoba Fredy Pratama

Polri tengah memburu gembong narkoba Fredy Pratama, aktor utama sindikat narkoba kelas kakap jaringan internasional yang memiliki aset hasil narkotika sebesar Rp10,5 triliun. Kepolisian pun menggelar operasi dengan sandi Escobar demi menangkap tersangka tersebut yang diduga berada di Thailand.

"Ya ini nama operasinya sandi Escobar. Sandi Operasi Escobar. Bukan dia Escobar, dia biasa saja," tutur Dirtipidnarkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa di Lapangan Bhayangkara Polri, Jakarta Selatan, Selasa (12/9/2023).

Sandi Escobar itu seperti diambil dari nama gembong narkoba dan pengedar narkoba Colombia, Pablo Emilio Escobar Gaviria alias Pablo Escobar, kriminal terkaya di dunia. Mukti tidak menampik nama sandi operasi penangkapan Fredy Pratama terinspirasi dari sosok tersebut.

"Ini sandinya, ini yang terbesar yang diungkap," jelas dia.

Menurut Mukti, Fredy Pratama nyatanya menjalankan bisnis narkobanya sejak 2009. Dalam kurun waktu 2020 hingga 2023, ada 408 laporan polisi dengan 884 tersangka yang sudah ditangkap, dan keseluruhannya pun nyatanya memiliki keterkaitan dengan Fredy Pratama.

"Ya ada kemungkinan dia mengubah wajah, muka ya. Ya mau operasi plastik kita nggak tahu, dia mengubah identitas diri," Mukti menandaskan.

Sementara Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada menyampaikan, pengungkapan kasus tersebut dimulai dengan adanya operasi bersama atau join operating yang bahkan hingga kini masih dilakukan. Pasalnya, tersangka Fredy Pratama selaku aktor utama dalam perkara ini masih berstatus DPO alias buron dan diduga berada di Thailand.

"Ditelusuri bahwa sindikat narkoba ini mengedarkan narkoba dan bermuara pada satu orang yaitu Fredy Pratama dan masih DPO, dan berada di Thailand," tutur Wahyu di Lapangan Bhayangkara Polri, Jakarta Selatan, Selasa (12/9/2023).

Jaringan tersebut, kata dia, nyatanya memang menjadikan Indonesia sebagai sasaran utama peredaran narkoba dan dikendalikan oleh Fredy Pratama yang bersembunyi di Thailand.

"Sindikat ini memang rapi dan terstruktur. Siapa berbuat apa, ada bagian keuangan, bagian pembuat dokumen, dan sebagainya," jelas dia.

Selain itu, lanjutnya, jaringan narkoba Fredy Pratama menyusun komunikasi dengan sangat rapi melalui penggunaan aplikasi yang jarang digunakan oleh masyarakat umum. Selain itu, banyak pula rekening dari berbagai bank yang digunakan.

"Rekening yang digunakan 406 dengan saldo Rp28,7 miliar dan sudah dilakukan pemblokiran," kata Wahyu.

Wahyu menyatakan, total aset dari sindikat narkoba internasional Fredy Pratama mencapai Rp10,5 triliun. Adapun total penyitaan yang dilakukan terhadap barang bukti narkotika dalam kasus ini adalah 10,2 ton sabu, dengan perkiraan yang sudah masuk ke Indonesia untuk diedarkan mencapai 100 hingga 500 kilogram.

Sementara, TPPU yang dikenakan terhadap tangkapan kali ini sebesar Rp273,45 miliar. Masih ada aset lainnya yang dalam proses penyitaan di Thailand.

"Jumlah aset yang telah disita ini secara keseluruhan sekitar Rp273,45 miliar," Wahyu menandaskan.

Sosok Fredy Pratama

Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Mukti Juharsa menyampaikan, sosok Fredy Pratama merupakan Warga Negara Indonesia (WNI). Dia berasal Kalimantan Selatan yang mengendalikan narkoba dari Thailand ke Indonesia.

Sosok Fredy Pratama sudah ditetapkan menjadi buronan sejak 2014. Mukti menduga Fredy Pratama bisa jadi melakukan operasi plastik. Terutama dengan tujuan untuk menghindari buruannya dari polisi saat ini.

"Ya ada kemungkinan dia mengubah wajahnya. Ya mau operasi plastik, kami tidak tahu, dia mengubah identitasnya," ucapnya.

Saat ini, tim khusus Escobar Indonesia telah menangkap 39 orang dari jaringan Fredy Pratama. Peran para tersangka di antaranya seperti pasukan wilayah barat hingga wilayah timur terutama untuk menyebarkan sabu dan ekstasi.

Para tersangka juga diketahui membuat dokumen-dokumen palsu mulai dari KTP hingga rekening. Serta mempunyai peran lain mulai dari penjual, penampung, hingga pengendalian keuangan.

Infografis Laporan Khusus Narkoba
Infografis Laporan Khusus Narkoba (liputan6.com/desi)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya