Ombudsman Ungkap 190 Puskesmas di Indonesia Tak Punya Dokter

Ombudsman RI mengungkapkan, sebanyak 4.770 puskesmas di Indonesia tidak memiliki sumber daya manusia kesehatan (SDMK) yang lengkap. Jumlah tersebut setara dengan 45,64 persen dari 10.454 puskesmas yang ada di Indonesia.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 27 Sep 2023, 18:00 WIB
Diterbitkan 27 Sep 2023, 18:00 WIB
Ketua Ombudsman RI Muhammad Nadjih dan  Asisten Ombudsman RI Bellinda W Dewanty dan Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Maria Endang Sumiwi.
Ketua Ombudsman RI Muhammad Nadjih dan Asisten Ombudsman RI Bellinda W Dewanty dan Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Maria Endang Sumiwi. (Foto: Lydia Fransisca/Merdeka.com).

Liputan6.com, Jakarta Ombudsman RI mengungkapkan, sebanyak 4.770 puskesmas di Indonesia tidak memiliki sumber daya manusia kesehatan (SDMK) yang lengkap. Jumlah tersebut setara dengan 45,64 persen dari 10.454 Puskesmas yang ada di Indonesia.

Ketua Ombudsman RI Muhammad Nadjih mengatakan, dari 45,64 persen tersebut, sebanyak 4,17 persen atau 190 puskesmas di Indonesia tak memiliki dokter.

"Sementara berdasarkan Permenkes Nomor 43 tahun 2019 tentang Puskesmas, setiap puskesmas setidaknya harus tersedia sembilan jenis SDMK," kata Nadjih di Gedung Ombudsman RI, Rabu (27/9/2023).

Maka dari itu, Ombudsman melakukan kajian lebih dalam di kota dan kabupaten pada empat provinsi di Indonesia pada 22-27 Mei 2023 dan 5-9 Juni 2023. Empat provinsi tersebut adalah Jambi, Kalimantan Utara, Jawa Barat, dan Maluku.

Di kesempatan yang sama, Asisten Ombudsman RI Bellinda W Dewanty mengatakan, pemilihan empat provinsi tersebut diakibatkan banyaknya laporan yang diterima dari sana.

"Kami melihat di empat provinsi ini jumlah pengaduan masyarakat cukup banyak diterima Ombudsman dan permasalahan di empat wilayah ini menjadi hal yang perlu jadi atensi pemda," kata Bellinda.

Bellinda menambahkan, terdapat beberapa temuan dari kajiannya tersebut. Untuk temuan baik, Ombudsman mendapatkan bahwa layanan primer, termasuk layanan promotif, antigen, dan imunisasi sudah berjalan dengan lancar.

"Yang belum optimal, ini lebih pada menitikberatkan pada layanan preventif seperti pemenuhan obat, manajemen rujukan puskesmas, dan pemenuhan ketersediaan dan kesejahteraan SDMK serta pengawasan distribusi dana kapitasi dan penganggaran kapitasi klinik mandiri," jelas Bellinda.

Oleh karena itu, Ombudsman meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menyempurnakan Peraturan Pelaksana UU 17/2023 agar memuat tata laksana layanan preventif secara komprehensif dan diterjemahkan dalam program-program yang strategis.

"Yang kedua, penyempurnaan Permenkes 33/2015 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Kebutuhan SDMK. Ketiga, Kepmenkes HK.01.07/MENKES/1333/2023 tentang Peningkatan Penggunaan Sediaan Farmasi yang Menggunakan Bahan Baku Produksi Dalam Negeri untuk memenuhi kekosongan obat esensial di Puskesmas, jelas Bellinda.

 

Menyusun Bersama

Kemudian, tambah Bellinda, Ombudsman jug meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersama Kemenkes untuk menyusun Surat Keputusan Bersama (SKB) penyaluran dana kapitasi dari kas daerah ke fasilitas dan layanan kesehatan.

Terakhir, Ombudsman meminta BPJS Kesehatan menyusun SKB bersama Kemenkes terkait manifestasi sistem pengaduan layanan publik yang komperhensif pada fasilitas layanan kesehatan.

"Dalam durasi waktu yang patut, respons, dan tindak lanjut Kementerian/Lembaga di atas akan dipantau Ombudsman. Jika diperlukan, resolusi dan pencarian kerangka penyelesaian bisa dilakukan bersama atau setidaknya berkonsultasi dengan Ombudsman," imbuh Bellinda.

 

Reporter: Lydia Fransisca/Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya