Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Agus Rahardjo belakangan ini menjadi perhatian publik. Mengapa?
Sebab, Agus Rahardjo mengaku pernah dipanggil dan diminta oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) yang menjerat Setya Novanto atau Setnov.
Saat kasus tersebut, Setya Novanto dikenal sebagai Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar. Setnov sendiri ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK secara resmi pada 10 November 2017 lalu.
Advertisement
Melalui program Rosi yang ditayangkan di kanal YouTube Kompas TV pada Jumat 1 Desember 2023, Agus Rahardjo mengungkapkan ia pernah menemui Presiden Jokowi ditemani oleh Menteri Setneg Pratikno.
"Saya terus terang pada waktu kasus e-KTP, saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Setneg). Jadi saya heran 'biasanya manggil (pimpinan KPK) berlima ini kok sendirian'. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil," ujar Agus, Jumat 1 Desember 2023.
Kemudian, Agus mengungkapkan, saat itu Presiden Jokowi marah dan berteriak padanya dengan kata 'Hentikan'. Agus menjelaskan jika dirinya diminta untuk menghentikan kasus e-KTP yang menjerat Setya Novanto.
"Begitu saya masuk Presiden sudah marah, menginginkan, karena begitu saya masuk beliau sudah teriak "hentikan". Kan saya heran yang dihentikan apanya," ucap dia.
"Setelah saya duduk saya baru tahu kalau yang disuruh dihentikan itu adalah kasus Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan," sambung Agus.
Berikut sederet pernyataan mantan Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo mengungkap dirinya pernah diminta Presiden Jokowi menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan e-KTP yang menjerat Setya Novanto atau Setnov dihimpun Liputan6.com:
Â
1. Akui Dipanggil Presiden Jokowi
Mantan Ketua KPK periode 2015-2019, Agus Rahardjo baru-baru ini menjadi perhatian publik. Dia mengaku pernah dipanggil dan diminta oleh Presiden Joko Widodo untuk menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) yang menjerat Setya Novanto atau Setnov.
Saat kasus tersebut, Setya Novanto dikenal sebagai Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar. Setnov sendiri ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK secara resmi pada 10 November 2017 lalu.
Melalui program Rosi yang ditayangkan di kanal YouTube Kompas TV pada Jumat 1 Desember 2023, Agus Rahardjo mengungkapkan ia pernah menemui Presiden Jokowi ditemani oleh Menteri Setneg Pratikno.
"Saya terus terang pada waktu kasus e-KTP, saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Setneg). Jadi saya heran 'biasanya manggil (pimpinan KPK) berlima ini kok sendirian'. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil," ujar Agus.
Â
Advertisement
2. Minta Kasus e-KTP Setya Novanto Dihentikan
Kemudian, Agus mengungkapkan, saat itu Presiden Jokowi marah dan berteriak padanya dengan kata 'Hentikan'. Agus menjelaskan jika dirinya diminta untuk menghentikan kasus e-KTP yang menjerat Setya Novanto.
"Begitu saya masuk Presiden sudah marah, menginginkan, karena begitu saya masuk beliau sudah teriak "hentikan". Kan saya heran yang dihentikan apanya," ucap dia.
"Setelah saya duduk saya baru tahu kalau yang disuruh dihentikan itu adalah kasus Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan," sambung Agus.
Â
3. Akui Tak Jalankan Perintah Jokowi
Setelah mendengar permintaan itu, Agus mengaku tidak menjalankan perintah tersebut. Ia beralasan bahwa surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) telah ditandatangani pimpinan KPK tiga minggu sebelum pertemuan tersebut.
"Saya bicara apa adanya saja bahwa Sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu lalu, di KPK itu enggak ada SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). Enggak mungkin saya memberhentikan itu," tutur Agus.
Â
Advertisement
4. Sebut Cerita kepada Koleganya
Agus Rahardjo berkata kejadian tersebut menjadi sebuah kesaksian. Ia juga mengaku telah menceritakan peristiwa tersebut beberapa lama setelahnya kepada koleganya di KPK.
"Saya bersaksi. Itu memang terjadi yang sesungguhnya, saya alami sendiri. Saya awalnya tidak cerita pada komisioner lain tapi setelah beberapa lama itu kemudian saya cerita," ujarnya.
Selain itu, Agus merasa jika kejadian tersebut berimbas dengan adanya perubahan Undang-Undang KPK. Di mana dalam revisi UU KPK terdapat sejumlah ketentuan penting yang diubah di antaranya KPK saat ini di bawah kekuasaan eksekutif dan bisa menerbitkan SP3.
"Kemudian karena tugas di KPK seperti itu ya makannya saya jalan terus. Tapi akhirnya dilakukan revisi undang-undang yang intinya ada SP3 kemudian di bawah presiden. Mungkin waktu itu presiden merasa ini Ketua KPK diperintah presiden kok enggak mau, apa mungkin begitu," jelas Agus.