Liputan6.com, Jakarta Seniman Butet Kartaredjasa dan penulis naskah teater Agus Noor diduga mendapatkan intimidasi dari oknum polisi ketika menggelar pertunjukan bermuatan satir politik di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, pada Jumat (1/12/2023).
Berdasarkan keterangan dari berbagai sumber, sejumlah petugas polisi mendatangi pelaksana teater sebelum pertunjukan berlangsung dan meminta penyelenggara menandatangani surat pernyataan yang isinya tidak menampilkan pertunjukan mengandung unsur politik.
Surat tersebut akhirnya ditandatangani oleh Butet Kartaredjasa di atas materai, di mana dalam surat tersebut memuat komitmen penanggung jawab tidak kampanye pemilu, menyebarkan bahan kampanye pemilu, menggunakan atribut partai politik, menggunakan atribut pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, dan kegiatan politik lainnya.
Advertisement
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) ikut menyelidiki dugaan intimidasi yang dialami Butet Kartaredjasa dan Agus Noor.
Anggota Kompolnas, Yusuf Warsyim, menjelaskan jika mengacu pada aturan teknis, kegiatan di TIM adalah pertunjukkan teater berbayar, yang pengajuan izin dan tata cara pengawasannya diatur dalam PP Nomor 60 tahun 2017.
PP tersebut mengatur perizinan untuk kegiatan keramaian umum seperti pertunjukkan teater di TIM dan pemberitahuan untuk kegiatan politik.
Yusuf menduga terjadi miskomunikasi yang membuat Butet merasa terintimidasi.
"Barangkali polisi ingin memastikan pertunjukkan ini kegiatan politik atau bukan," kata Yusuf dalam keterangannya, Sabtu (9/12/2023).
Namun yang jadi masalah, kata Yusuf, mengapa Butet sebagai penampil yang diminta menandatangani surat pernyataan.
"Permintaan tanda tangan kepada Kang Butet posisinya apa? Sementara penyelenggara yang mengajukan izin ke polisi," ujar Yusuf.
Butet Ungkap Kronologi Intimidasi yang Dialaminya
Seniman Butet Kartaredjasa menjelaskan intimidasi yang dialaminya saat menggelar pentas teater di Taman Ismail Marzuki Jakarta beberapa waktu lalu.
"Dua hari yang lalu saya mencicipi suatu peristiwa, karena banyak yang tanya kronologi apa yang terjadi dalam intimidasi pertunjukan kesenian saya, di Taman Ismail Marzuki Jakarta tanggal 1 dan 2 November lalu," kata Butet di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Rabu (6/12/2023), dilansir dari Antara.
Butet mengaku pihak kepolisian melarangnya menampilkan materi tentang politik dalam acaranya yang berarti materi seni pertunjukannya diatur oleh kekuasaan pihak luar.
"Saya kehilangan kemerdekaan mengartikulasikan pikiran, saya dihambat kebebasan berekspresi. Padahal UUD, seperti dikatakan Dirjen Kebudayaan, amanah kongres kebudayaan jelas menyebutkan kebebasan berekspresi hak mendasar, hak mutlak rakyat Indonesia. Polisi mengartikan intimidasi secara naif, hanya soal fisik," kata Butet.
Butet Kartaredjasa menjelaskan izin dari kepolisian itu harusnya hanya untuk kesenian yang berpotensi mengganggu ketertiban umum.
Tetapi jika kesenian ditampilkan di tempat seni, taman budaya, komunitas seni, Taman Ismail Marzuki, padepokan yang memang tempat seni, cukup pemberitahuan saja karena tidak ada gangguan ketertiban umum.
"Tugas polisi adalah mengantisipasi ancaman ketertiban umum, tapi dalam pertunjukan kami. Seminggu sebelumnya saya harus menandatangani surat yang salah satu itemnya berbunyi 'Saya harus mematuhi, tidak bicara politik, acara saya tidak boleh untuk kampanye, tidak boleh ada tanda gambar, tidak boleh urusan pemilu'," ujar Butet.
Meskipun ia menampilkan cerita biasa, baru kali ini sejak tahun 1998 polisi menambahkan redaksional tidak boleh membicarakan politik yang harus ditandatanganinya.
"Itu menurut saya intimidasi. Intimidasi tidak harus pertemuan langsung, tidak harus ada pernyataan verbal dari polisi, polisi datang marah-marah, bukan itu," kata Butet Kertaredjasa.
Advertisement
Kemunduran Demokrasi
Juru Bicara Timnas Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), Marco Kusumawijaya, menyebut intimidasi yang dialami Butet Kartaredjasa adalah bukti kemunduran demokrasi di Indonesia.
"Ini termasuk melawan demokrasi. Ini belum pernah terjadi sejak reformasi. Jadi kemunduran yang luar biasa," ujar Marco yang juga seniman.
Marco menduga tekanan terhadap Butet dilatarbelakangi sikap politiknya yang kini berbalik mengkritik Presiden Jokowi.
"Mungkin dikhawatirkan pentas dia akan terlalu kritik rezim. Tapi apa mau dikata kecuali bahwa ini adalah pelanggaran, apalagi pelanggaran hak ekspresi di dalam bidang kesenian itu adalah benteng suci terakhir yang harus kita pertahankan," tegasnya.
Kasus Aiman Witjaksono
Sebelum kasus Butet mencuat, Juru Bicara TPN Ganjar-Mahfud, Aiman Witjaksono juga mengeluhkan jerat hukum terhadapnya gara-gara mengingatkan soal netralitas aparat dalam pemilu 2024.
Aiman mengaku heran terdapat enam laporan terhadap dirinya kepada pilhak kepolisian. Dia menyatakan apa yang disampaikannya sebagai sebuah pengingat bagi seluruh pihak.
"Apa yang saya sampaikan sebenarnya sederhana. Yang saya sampaikan adalah berupa peringatan sebenarnya, bahwa saya mendapatkan informasi soal abc, dan di ujungnya saya katakan mudah-mudahan informasi yang saya terima ini salah. Artinya apa di situ, ini hanya untuk mengingatkan," kata Aiman Witjaksono, saat konfrensi pers, di media center TPN Ganjar-Mahfud, Jakarta, Kamis (30/11/2023).
"Oleh karena itu saya juga tidak menyangka sama sekali kalau ini kemudian berlanjut panjang sekali seperti ini, sampai ke proses hukum. Bahkan ada 6 pelapor yang semuanya melapor di hari yang sama," sambung dia.
Kendati demikian, Aiman mengaku akan mematuhi proses hukum dan menaati peraturan yang berlaku.
"Tapi apa pun itu semua ini harus saya jalani. Dan sebagai warga negara tentu saya akan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku," tegasnya.
"Setiap apa yang saya sampaikan itu tentu saya berharap bahwa ketika mengingatkan itu bagian dari proses demokrasi kita. Tentu demokrasi itu yang tetap harus kita jaga," imbuh Aiman.
Advertisement
Wacana Pembentukan Panja Netralitas Polri di Pemilu 2024
Kekhawatiran tentang keberpihakan aparat, berujung pada wacana pembentukan panitia kerja khusus.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Trimedya Panjaitan mengusulkan pembentukan Panja Netralitas Polri untuk Pemilu 2024. Trimedya merujuk pada langkah Komisi I DPR yang sudah lebih dahulu membentuk Panja Netralitas TNI.
"Kami mengusulkan saudara Ketua (Bambang Pacul), kita buat Panja Pengawasan Netralitas Polri," kata Trimedya dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan Polri di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (7/11/2023).
Dengan begitu, ketua Panja bisa menugaskan anggotanya untuk mengawasi kepolisian di daerah pemilihan masing-masing.
"Sehingga ketua bisa memberikan surat pada Trimedya, awasi Polri di Sumatera Utara," kata politikus PDIP itu.