Liputan6.com, Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagi), Tito Karnavian menyatakan bahwa Jakarta tidak akan diberi dana otonomi khusus (Otsus) meskipun Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) disahkan. Alasannya, pendapatan asli daerah (PAD) Jakarta sudah besar.
"DKI enggak akan diberikan dana otsus seperti Aceh, DIY, Papua," ujar Mendagri Tito di Media Center Indonesia Maju, Menteng, Jakarta, Selasa (12/12/2023).
Baca Juga
Tito menjelaskan, saat ini PAD Jakarta untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mencapai 70 persen. Sehingga, nantinya DKJ akan tetap diberikan sedikit dari APBN.
Advertisement
"Karena PAD itu sudah besar sekali (APBD Jakarta), ada dari pusat, PAD, dan BUMN. 70 persennya dari PAD," kata dia.
Lebih lanjut, Tito menerangkan, ada 12 kewenangan Jakarta dalam RUU DKJ. Kewenangannya adalah Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman, Kebudayaan, dan Penanaman Modal.
Selanjutnya, Perhubungan, Lingkungan Hidup, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Perindustrian, Pariwisata, Perdagangan, Pendidikan dan Kesehatan.
"Ada 12 kewenangan khusus yang diberikan kepada Jakarta," ucap Tito Karnavian.
Â
Reporter: Muhammad Genantan Saputra
Merdeka.com
Tito Sebut RUU DKJ Adalah Inisiatif DPR
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut bahwa, Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) adalah inisiatif DPR RI. Tito Karnavian menyebut, pihaknya bakal mempelajari draf RUU DKJ tersebut.
Salah satu pasal kontroversial dalam draf RUU DKJ adalah gubernur dan wakil gubernur Daerah Khusus Jakarta bakal ditunjuk dan diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usul DPRD.
"Nah ini yang terjadi, (RUU DKJ) adalah inisiatif dari DPR. Artinya, draf dan perumusan dibuat oleh DPR. Nanti disampaikan ke pemerintah, kita akan baca, termasuk yang pasal 10 itu mengenai penunjukan presiden untuk gubernur dan wakil gubernur," ujar Tito di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (7/12/2023).
Tito menyatakan, bahwa pemerintah tidak setuju jika kepala daerah ditunjuk oleh presiden. Menurutnya, pemerintah tetap ingin kepala daerah dipilih melalui Pilkada.
"Nanti kita akan tanya dalam pembahasan, alasannya apa? Kami (pemerintah) pada posisi, pemerintah posisinya kita lakukan (pemilihan gubernur-wakil gubernur) ada pilkada untuk menghormati prinsip demokrasi yang sudah berlangsung," tuturnya.
Â
Advertisement
Belum Terima Surat dari DPR dan Draf RUU DKJ
Tito menyebut, bahwa pihaknya belum menerima surat dari DPR maupun draf RUU DKJ itu. Nantinya, jika sudah diterima maka Presiden akan menunjuk dirinya dan menteri terkait untuk membahas RUUÂ DKJÂ itu dengan DPR.
"Saya akan membaca apa alasan sehingga ada ide penunjukkan gubernur dan wakil gubernur DKJ oleh presiden yang sebelumnya selama ini melalui pilkada. kita ingin melihat alasannya apa," ucapnya.Â
Mendagri mengatakan, pemerintah juga punya konsep mengenai DKJ, tetapi tidak mengubah mekanisme bahwa kepala daerah ditunjuk presiden. Melainkan tetap melalui proses pemilihan kepala daerah.
"Kenapa? memang sudah berlangsung lama. kita menghormati prinsip-prinsip demokrasi jadi itu yg saaya mau tegaskan nanti kalau kita diundang dibahas di DPR, posisi pemerintah adalah gubernur, wakil gubernur dipilih melalui Pilkada titik. bukan lewat penunjukkan," jelas Tito.
Draf RUU DKJ: Gubernur Jakarta Dipilih Presiden
Diberitakan sebelumnya, Badan Legislasi DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) untuk dibahas di tingkatan selanjutnya.
Berdasarkan Bahan Rapat Pleno Penyusunan RUU Provinsi Daerah Khusus Jakarta pada Senin (4/12/2023) kemarin, disebutkan bahwa Gubernur Jakarta nantinya akan dipilih langsung oleh Presiden usai Ibu Kota berpindah ke IKN, Kalimantan Timur.
"Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD," tulis draf RUU tersebut pada Ayat (2) Pasal 10, dikutip Selasa (5/12).
Selanjutnya, untuk masa jabatan masih sama seperti sebelumnya, yaitu lima tahun dan dapat menjabat selama dua periode.
"Masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan," sambung draf RUU tersebut.Â
Advertisement