Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 90 pegawai rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlibat skandal pungli. Beberapa di antaranya beralasan pungli tersebut dilakukan bukan maksud ingin memperkaya diri.
Hal itu diungkapkan oleh Dewas KPK saat menggelar sidang putusan etik 15 pegawai kluster kelima kasus pungli rutan KPK.
Advertisement
"Bahwa alasan terperiksa yang menyatakan uang yang diterima bukan untuk memperkaya diri melainkan untuk sekadar biaya makan dan ongkos bekerja," ujar anggota Dewas KPK Syamsudin Haris saat membacakan pertimbangan putusan, Kamis (15/2/2024).
Dewas beranggapan alasan para pegawai tersebut tidak dapat diterima sebab pegawai KPK tidak dibenarkan menerima penghasilan lain selain dari gaji.
Terlebih lagi, mereka juga secara sadar telah menerima uang hasil pungli rutin tiap bulannya yang telah berlangsung sejak 2018 hingga 2023.
Di satu sisi, menurut Haris, para pegawai itu harusnya memiliki opsi untuk menolak uang haram itu.
"Menimbang, bahwa menurut Majelis sesuai dengan jabatannya seharusnya para Terperiksa menolak pemberian dalam bentuk apapun dalam pelaksanaan tugas selain penerimaan gaji, malah melakukan hal yang sebaliknya dengan menerima imbalan berupa uang bulanan dari para Lurah baik langsung maupun melalui Komandan Regunya yang kemudian digunakan untuk kepentingan sehari-hari," pungkas dia.
Mereka pun dianggap telah melanggar kode etik Pasal 4 ayat (2) huruf b Peraturan Dewas KPK nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode perilaku KPK.
"Perilaku yang dilakukan oleh terperiksa menitikberatkan pada asas kepatutan dan kepantasan, sehingga Majelis berpendapat penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dilakukan oleh para Terperiksa tersebut tidak tergantung pada besar kecilnya nominal uang yang diterima," jelas Haris.
Uang Tutup Mata Bulanan oleh 'Lurah'
Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan para pegawai rutan KPK yang terlibat skandal pungli mendapatkan uang bulanan dari para tahanan untuk mendapatkan fasilitas handphone. Uang tersebut terlebih dahulu disetor 'Lurah' yang merupakan pegawai KPK.
Hal tersebut terungkap dalam fakta persidangan yang digelar oleh Dewas KPK agenda sidang putusan terhadap 90 pegawai rutan KPK.
Berdasarkan fakta-fakta hukum yang ditemukan di persidangan para terperiksa mengetahui para tahanan KPK menggunakan handphone di dalam rutan namun dibiarkan karena para terperiksa telah menerima 'uang tutup' mata setiap bulan dari para tahanan KPK melalui 'lurah'," ungkap anggota Dewas KPK, Albertina Ho sata membacakan pertimbangan putusan di gedung Dewas KPK, Kamis (15/2/2024).
Adapun selain dengan mendapatkan fasilitas handphone, pegawai rutan juga memfasilitasi jasa mengisi daya power bank hingga menyelundupkan barang atau makanan lainnya.
Diketahui, untuk jasa mengisi daya power bank, pegawai rutan KPK mematok harga mulai dari Rp100-200 ribu.
Albertina menegaskan perihal ketentuan barang yang boleh dibawa oleh para tahanan KPK telah diatur dan hanya barang sehari-hari dan terbatas saja.
"Sesuai dengan ketentuan pasal 12 ayat 3 peraturan komisi KPK Nomor 1 Tahun 2012 tentang perawatan tahanan pada rumah tahanan KPK menyatakan tahanan tidak diperkenankan membawa barang-barang selain perlengkapan mandi, cuci pakaian sehari-hari, perlengkapan ibadah, dan buku bacaan," pungkasnya.
Albertina melanjutkan, 'Lurah' tersebut kemudian membagikan uang kepada para bawahannya baik secara tunai maupun nontunai dengan nominal yang bervariasi sesuai dengan jabatan.
Reporter: Rahmat Baihaqi/Merdeka.com
Advertisement