DPR Akan Revisi UU Polri, Masa Pensiun Diperpanjang Jadi 65 Tahun

Badan Legislasi (Baleg) DPR RI akan merevisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia atau UU Polri.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 18 Mei 2024, 14:45 WIB
Diterbitkan 18 Mei 2024, 14:45 WIB
FOTO: DPR Anggarkan Rp 4,5 M untuk Pengecatan Dome Gedung Kura-Kura
Pemandangan Gedung Nusantara atau Gedung Kura-Kura di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/5/2022). DPR RI menganggarkan Rp 4,5 miliar untuk pengecatan, waterproofing, dan sejumlah komponen terkait dome Gedung Kura-Kura. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Badan Legislasi (Baleg) DPR RI akan merevisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia atau UU Polri.

Anggota Baleg DPR RI Guspardi Gaus membenarkan soal adanya rencana revisi tersebut.

"Memang secara formal memang belum pernah ada pembahasan tentang hal ini. Cuma bapak bincang-bincang di Baleg itu, terutama dengan pimpinan, kita akan melakukan pembahasan terhadap RUU tentang Kepolisian," kata Guspardi pada wartawan, Sabtu (18/5/2024).

Guspardi menyatakan, salah satu poin yang akan diubah adalah terkait batas usia pensiun. Nantinya pjabat fungsional di Korps Bhayangkara usia pensiunnya menjadi 65 tahun.

"Substansinya ada dua, pertama memperpanjang masa pensiun. Kedua adalah manakala ada kepolisian yang dia pindah dalam jabatan fungsional, di mana-mana kan di K/L, ASN kalau pangkatnya sudah 4A ke atas itu pensiunnya kan bisa diperpanjang kalau dia fungsional atau edukasi menjadi 65 tahun. Kalau dia eselon 1 tidak fungsional pensiunnya 60 tahun," kata Guspardi.

Saat ini, lanjutnya, tim ahli Baleg DPR RI tengah melakukan kajian atas perubahan UU Polri. menurutnya perubahan UU tersebut didasari atas dua hal.

"Pertama putusan MK. Kedua dalam rangka untuk menyesuaikan terhadap undang-undang yang baru saja disahkan oleh DPR yang kewenangan itu adanya di Komisi II tentang ASN. Jadi kenapa Baleg melakukan hal itu dikarenakan oleh dua hal tersebut," pungkasnya.

 

 

 

 

 

Agenda Baleg

Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menyetujui Rancangan Revisi Undang-undang (RUU) Kementerian Negara sebagai RUU usulan inisiatif DPR. Keputusan itu disepakati dalam rapat Panja yang dipimpin Ketua Panja DPR RI Achmad Baidowi alias Awiek di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, pada Kamis 16 Mei 2024.

"Panja berpendapat bahwa RUU tentang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dapat diajukan sebagai RUU Usul Inisiatif DPR RI," kata Awiek.

Dalam kesempatan itu, Awiek menyampaikan bahwa revisi UU Kementerian Negara bertujuan untuk memudahkan Presiden dalam menyusun kementerian negara karena secara jelas dan tegas mengatur kedudukan, tugas, fungsi, dan susunan organisasi kementerian negara sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), serta kebutuhan Presiden dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, demokratis, dan juga efektif.

Adapun materi muatan RUU Perubahan Kementerian Negara yang telah diputuskan secara musyawarah mufakat, yaitu (1) Penjelasan Pasal 10 dihapus; (2) Perubahan Pasal 15; dan (3) Penambahan ketentuan mengenai tugas pemantauan dan peninjauan undang-undang di Ketentuan Penutup.

 

Dapat Catatan dari Sejumlah Fraksi

Meski demikian, terdapat catatan sejumlah fraksi mengenai kesepakatan dalam rapat Panja tersebut, salah satunya yakni dari fraksi PKS. Anggota Baleg DPR RI Fraksi PKS, Al Muzzammil Yusuf menyatakan, pihaknya menyetujui Revisi UU Kementerian negara, namun dengan catatan. PKS mengusulkan perubahan redaksional dalam Pasal 15 ditambahkan kata efisiensi.

Adapun Pasal 15 UU Kementerian Negara berbunyi jumlah keseluruhan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 paling banyak 34 (tiga puluh empat).

"Dalam draf yang kita terima ini diusulkan dalam pembahasan Baleg, berubah berbunyi: Pasal 15 'jumlah keseluruhan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12-14 ditetapkan sesuai kebutuhan presiden dengan memperhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan'," kata Muzzammil.

"Maka Fraksi PKS, usulkan pada draf ini untuk menambahkan tidak hanya efektifitas, tetapi juga efisiensi," sambungnya.

Menurut Muzzammil, prinsip efektivitas dan efisiensi tidak bertentangan dengan kewenangan presiden. Menurutnya, presiden terpilih berwenang untuk menambah atau mengurangi Kementerian sesuai kebutuhannya.

"Berdasarkan catatan di atas, Fraksi PKS menyatakan menerima dengan catatan sebagaimana yang kami sampaikan tadi," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya