Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi VIII DPR, Ashabul Kahfi setuju jika kementerian Agama (Kemenag) dipisahkan dengan Kementerian Haji.
Ashabul mengatakan, pemisahan antara Kementerian Agama dan Kementerian Haji merupakan ranah dari kebijakan politik. Dalam konteks hari ini, kata dia, dualisme pengelolaan terjadi yakni antara Kementerian Agama dan Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH).
Baca Juga
"Dalam aspek kebijakan pelaksanaan ibadah haji menjadi ranah Kementerian Agama, namun pada aspek pengelolaan keuangan haji ada pada lembaga lain yakni BPKH," ujar Ashabul Kahfi dalam keterangan tertulisnya, Kamis, (6/6/2024).
Advertisement
Karena itu, Ashabul sepakat jika pengelolaan soal pelaksanaan haji diatur oleh kementerian sendiri.
"Terkait usulan pemisahan, pada prinsipnya saya sangat setuju agar pengelolaan ibadah haji menjadi kebijakan politik yang langsung di bawah Presiden. Selama ini, haji hanya menjadi satu Direktorat dari sebuah kementerian," kata Ashabul.
Namun demikian, menurut Ashabul, usulan pemisahan kementerian ini harus dikaji secara komprehensif dalam berbagai aspeknya. Dia pun mengusulkan agar BPKH diubah menjadi Kementerian Haji agar lebih mudah.
"Hal yang paling mudah adalah mengubah lembaga dalam bentuk Badan Pengelolaan Keuangan Haji menjadi sebuah Kementerian Haji," kata Ashabul.
Sebelumnya, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, merespons pernyataan Menko PMK, Muhadjir Effendy, terkait Rumah Sakit Haji Indonesia di Arab Saudi.
Said menilai, idealnya Kementerian Agama (Kemenag) dipisahkan dengan Kementerian Haji.
"Kami sebenarnya di Komisi VIII dulu 2004, 2009 sudah mengusulkan Rumah Sakit Haji di Saudi Arabia dan sekaligus membangun maktab di Saudi," ujar Said dalam rapat dengan Kemenko Polhukam, Kemenko PMK, dan Kemenko Marves di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 5 Juni.
Masjidil Haram Padat
Kondisi Masjidil Haram saat ini semakin padat oleh jemaah haji dari berbagai belahan dunia khususnya pada saat sholat lima waktu. Anggota Media Center Kementerian Agama, Widi Dwinanda menyebut, kondisi ini berdampak pada penumpukan jemaah di Terminal Syib Amir.
Jemaah menunggu atrean bus shalawat yang akan mengantar mereka kembali ke hotel setelah beribadah.
"Akibatnya, jemaah mengalami cukup kelelahan menunggu bus di terminal yang menjadi terminal sebagian besar bus shalawat jemaah Indonesia," kata Widi dalam keterangan resmi Kemenag di Jakarta, Kamis (6/6/2024).
Widi menyampaikan, untuk menghindari kepadatan di terminal bus, jemaah diminta mengatur waktu kembali ke hotel, 30 menit -1 jam setelah sholat. Selain itu, ia berpesan, ketika pulang sholat Zuhur atau Ashar, jemaah agar mengenakan alat pelindung diri (APD) berupa payung atau topi lebar untuk menghindari paparan langsung sinar matahari dan memicu dehidrasi di terminal.
Namun untuk kemaslahatan jemaah, ia mengatakan, Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi mengimbau jemaah agar sholat fardu dan ibadah sunnah lainnya dilakukan di mushola hotel dan masjid yang berada di sekitar hotel.
"Sholat di masjid sekitar hotel memiliki nilai pahala yang sama dengan salat atau beribadah di Masjidil Haram. Jemaah juga agar tidak melakukan umrah berkali-kali sebelum puncak haji, keberadaan jemaah di Tanah Suci saat ini bukan untuk umrah berkali-kali tapi untuk berhaji yang membutuhkan ketahanan fisik terutama saat menjalani puncak haji mendatang," ucap dia.
Advertisement