Dewan Pers Sebut KPI Produk Politik, Tak Tepat Urus Sengketa Jurnalistik

Dewan Pers menyatakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tidak semestinya menjadi pihak yang diberikan wewenang untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 04 Jul 2024, 15:07 WIB
Diterbitkan 04 Jul 2024, 15:07 WIB
Diskusi bertajuk 'RUU Penyiaran: Langkah Mundur dalam Ekosistem Siber di Indonesia’ yang digelar AMSI di Menteng, Jakarta Pusat.
Diskusi bertajuk 'RUU Penyiaran: Langkah Mundur dalam Ekosistem Siber di Indonesia’ yang digelar AMSI di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (4/7/2024). (Foto: Liputan6.com/Nanda Perdana).

Liputan6.com, Jakarta Dewan Pers menyatakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tidak semestinya menjadi pihak yang diberikan wewenang untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran.

Hal itu menanggapi Pasal kontroversi yang ada dalam RUU Penyiaran.

Anggota Dewan Pers Yadi Hendriana menyebut, ada perbedaan mendasar antara KPI dengan Dewan Pers. Jika KPI berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik, maka setiap keputusannya akan berpotensi disusupi kepentingan politik.

"KPI itu dipilih oleh DPR, hasil dari produk politik, Dewan Pers bukan produk politik, ketika ukurannya itu dikasih kepada KPI, maka akan jadi rezim politic control," tutur Yadi dalam diskusi bertajuk 'RUU Penyiaran: Langkah Mundur dalam Ekosistem Siber di Indonesia’ yang digelar AMSI di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (4/7/2024).

Dia menilai, kemerdekaan pers di Indonesia akan terancam apabila setiap sengketa jurnalistik diselesaikan dengan cara yang salah, apalagi politis dan represif.

"Rezim pers kita itu rezim etik, bukan rezim menghukum, mencabut, bukan itu. Kalau seandainya itu dilakukan, selesai. Tidak akan ada lagi kemerdekaan pers," jelas dia.

Yadi menyoroti pasal larangan tayangan jurnalistik investigasi dalam RUU Penyiaran. Hal itu tentu tidak dalam semangat melindungi eksistensi media mainstream.

"Sejauh ini Undang-Undang hanya fokus pada user, bukan platform. Jadi alasan perlindungan terhadap media mainstream karena tergerus digital tidak tercermin di dalam pengaturan RUU Penyiaran, ITE juga sama," kata Yadi.

 

Kedua Undang-undang Saling Menguatkan

Selama ini, lanjutnya, antara UU Pers dengan UU Penyiaran telah saling menguatkan hampir 20 tahun.

Tidak pernah ada masalah antara KPI dan Dewan Pers ketika ada kasus pers yang bersinggungan dengan antar-instansi.

“Jadi tinggal penguatan lembaganya saja, penguatan lembaga KPI saya setuju. Jadi kita bukan tidak setuju dengan RUU Penyiaran, tapi ada penguatan-penguatan, tetapi kemudian kalau menyentuh tentang kemerdekaan pers pasti itu ada problem,” Yadi menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya