Pengamat Nilai Janji Politik Elite Masih Tak Perhatikan Kepentingan Rakyat

Pengamat Hukum dan Politik Pieter C Zulkifli menyoroti dugaan adanya agenda-agenda terselubung di balik janji politik yang kerap disampaikan oleh para elite.

oleh Tim News diperbarui 27 Agu 2024, 23:10 WIB
Diterbitkan 27 Agu 2024, 19:50 WIB
Ilustrasi politik
Ilustrasi politik. (Image by Macrovector on Freepik).

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Hukum dan Politik Pieter C Zulkifli menyoroti dugaan adanya agenda-agenda terselubung di balik janji politik yang kerap disampaikan oleh para elite. Apalagi, kata dia, agenda itu hanya menguntungkan kelompok tertentu atau segelintir orang.

Dalam analisis politiknya berjudul 'Jerat Politik Kekuasaan: Oligarki, Korupsi, dan Mimpi Keadilan yang Sirna', Pieter Zulkifli menyebut jika kebenaran dan kejujuran yang seharusnya menjadi pilar utama dalam pemerintahan, sering kali dikorbankan demi ambisi kekuasaan.

"Para politisi yang korup tidak jarang menjadi pengkhianat bangsa, menjual kepentingan rakyat demi keuntungan pribadi dan golongan," ujar Pengamat Hukum dan Politik Pieter C Zulkifli melalui keterangan tertulis, Selasa (27/8/2024).

Menurut dia, Indonesia adalah gambaran nyata dari bangsa yang tengah berjuang keluar dari belenggu kegelapan. Dia menyebut sejarah mencatat bagaimana bangsa Indonesia pernah dijajah sangat lama dan sangat menderita, namun luka akibat penjajahan itu seakan tak kunjung sembuh.

"Pascakemerdekaan, kekuasaan politik yang kotor terus merajalela, menggerogoti sendi-sendi kehidupan bangsa," papar Zulkifli.

Dia tak segan menilai retorika indah tentang Indonesia Maju dan Indonesia Emas hanyalah 'selimut tebal' yang menutupi kenyataan pahit. Zulkifli bependapat jika rakyat semakin lelah bahkan harapan untuk hidup menjadi lebih baik semakin menipis.

"Kepercayaan terhadap institusi negara dan para pemimpin pun semakin pudar. Bahkan, tokoh agama, budayawan, dan pemimpin opini publik yang seharusnya menjadi pilar kebenaran, justru terjebak dalam pusaran kekuasaan," terang dia.

 

Nilai Keadilan Semakin Jauh dari Jangkauan

Ilustrasi Politik
Ilustrasi Politik (Photo created by macrovector on Freepik)

Zulkifli mengatakan dalam sejarah panjang bangsa Indonesia, masyarakat bukan hanya menyaksikan bagaimana penjajahan oleh bangsa asing meninggalkan luka mendalam, tetapi juga bagaimana kekuasaan politik yang kotor terus mencengkram kesejahteraan rakyat.

"Para politisi busuk dan pengkhianat bangsa secara sistematis mengabaikan kebenaran dan kejujuran, membawa rakyat ke dalam jurang kemiskinan dan kebodohan yang semakin dalam," kata dia.

Bukan rahasia lagi, sambung Zulkifli, para penguasa dan elite politik lebih sering memperjuangkan kepentingan pribadi dan kelompoknya, daripada memerhatikan masa depan rakyat.

Dia berpandangan reformasi dan perubahan yang diharapkan dari amandemen UUD 1945 ternyata tidak lebih dari sekadar alat politik untuk memperkuat cengkeraman kekuasaan.

Tak hanya itu, lanjut Zulkifli, sistem hukum yang seharusnya menjadi benteng terakhir bagi keadilan, justru menjadi alat para penguasa untuk melindungi diri bersama kroninya.

"Hukum yang bisa dibeli hanya akan menciptakan penjahat-penjahat baru yang berlindung di balik atribut kehormatan, menjauhkan keadilan dari rakyat," terang Zulkifli.

 

Tak Peka pada Rakyat

Ilustrasi politik, otoritarianisme
Ilustrasi politik, otoritarianisme. (Image by freepik)

Pieter Zulkifli juga mengibaratkan elite sekarang sering menggunakan pernyataan-pernyataan indah untuk membius masyarakat. Padahal kenyataannya, kata dia, seorang Presiden pun tidak mampu membereskan kekacauan yang terjadi dalam kabinet atau kementeriannya sendiri.

"Retorika Indonesia Maju dan Indonesia Emas hanyalah topeng untuk menutupi ketidakberdayaan melawan kekuatan oligarki dan elite yang rakus," terang Zulkifli.

Mantan Ketua Komisi III DPR RI ini juga menyoroti korupsi yang merajalela di Tanah Air. Dia menilai hukum sekarang bisa diperjualbelikan.

"Dan kepemimpinan yang tidak berpihak pada kebenaran membentuk wajah buruk negeri ini. Korupsi di Indonesia bukan sekadar persoalan individu, melainkan sistemik," ucap dia.

"Sistem politik yang mengutamakan kepentingan kelompok daripada kepentingan rakyat, lemahnya pengawasan terhadap penggunaan anggaran negara, serta budaya korupsi yang sudah mengakar menjadi faktor utama maraknya praktik korupsi di negeri ini," sambung Zulkifli.

Dia mengatakan masyarakat sudah lelah dengan ketidakadilan yang merajalela. Bagi dia, apa itu tokoh agama, apa itu kekuasaan, dan apa itu budayawan, jika mereka buta dan tuli terhadap jeritan penderitaan rakyat.

"Ironisnya, mereka mengajarkan nilai-nilai luhur, tetapi dengan mudahnya melibatkan diri dalam tindakan yang merugikan rakyat, semua atas nama persatuan dan kesatuan," ucap Zulkifli.

Dia menuturkan jika Indonesia benar-benar ingin maju, maka pemberantasan korupsi dan penegakan keadilan tanpa tebang pilih harus menjadi prioritas utama.

"Tanpa itu, mimpi Indonesia yang makmur dan sejahtera hanya akan tetap menjadi mimpi yang terhalang oleh kerakusan dan ketidakadilan," papar Zulkifli.

Dia mengajak masyarakat Indonesia untuk bangkit dan melawan segala bentuk ketidakadilan. Menurutnya, kesadaran kolektif harus dibangkitkan untuk melawan para politisi busuk yang hanya memikirkan kepentingan pribadi.

"Perubahan harus dimulai dari kesadaran bahwa kebenaran dan kejujuran adalah fondasi utama bagi masa depan bangsa yang lebih baik. Hanya dengan kejujuran dan kebijaksanaan kekuasaan, masyarakat bisa meraih kesejahteraan dan kemakmuran yang selama ini diimpikan," tegas Pieter Zulkifli.

Infografis Tudingan Politik Dinasti dan Klarifikasi Gibran Rakabuming. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Tudingan Politik Dinasti dan Klarifikasi Gibran Rakabuming. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya