Liputan6.com, Jakarta - Tarif impor Amerika Serikat (AS) tak hanya berdampak bagi China, namun hampir seluruh dunia. Kebijakan ekonomi baru dari Presiden AS Donald Trump itu membuat Indonesia harus menghadapi tarif impor AS sebesar 32 persen.
Pengamat Hubungan Internasional sekaligus Pendiri Synergy Policies Dinna Prapto Raharja menilai bahwa kebijakan tersebut tidak adil.
Baca Juga
"Kalau si menteri keuangannya AS bilang bahwa ini tuh bagian dari strategi negosiasi Trump. Tapi saya rasa tidak karena dia sama sekali nggak membedakan antara negara maju dan berkembang. Semuanya dipukul rata," tutur Dinna saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (11/4/2025).
Advertisement
"Bahkan, dia bilang kalau tidak akan ada penghapusan tarif. Paling hanya dikurangi, jadi what's the point of negotiation-nya."
Menyikapi hal tersebut, Dinna menilai bahwa Indonesia harus realistis dan segera mengambil sejumlah langkah strategis. Ini termasuk jika Indonesia harus mulai meninggalkan transaksi ataupun perdagangan dengan AS.
"Pertama, untuk ke AS, kita harus ikhlas bahwa kita akan berkurang pasarnya ke sana," kata dia.
Namun, kondisi tersebut tidak lantas membuat Indonesia harus kecewa atau putus asa karena bukan hanya Indonesia yang mengalami hal tersebut namun hampir seluruh negara di dunia.
Pentingnya Beralih ke Sektor Strategis
Lebih jauh, salah satu tujuan utama kebijakan tarif impor AS, menurut Dinna, adalah untuk mengganggu rantai pasok global—khususnya yang dimiliki China, yang dianggap sebagai kompetitor utama.
AS, kata Dinna, tampaknya berupaya menghindari kewajiban membayar utang kepada China dengan cara "memotong kaki" ekonomi negeri tirai bambu tersebut. Dalam praktiknya, kebijakan ini tidak hanya merugikan China, tetapi juga sejumlah negara lain yang turut terdampak disrupsi rantai pasok global dan kini tengah mencari mitra baru untuk menjaga kelangsungan produksi.
Sektor-sektor seperti otomotif, baja, dan aluminium menjadi yang paling terdampak, dan diperkirakan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk melakukan penyesuaian.
Namun demikian, Dinna menilai bahwa sektor-sektor yang belum terkena imbas harus segera dialihkan untuk menyelamatkan produktivitas nasional dan menjaga daya saing di tengah dinamika global yang terus berubah.
"Sektor-sektor yang tidak kena itu, yang harus segera kita alihkan," kata dia.
Advertisement
