Tolak Wacana DPR Evaluasi MK, Politikus PDIP: DPR-Presiden Harus Tobat Nasuha

Sebelumnya, Doli mengatakan, DPR akan mengevaluasi posisi MK dalam jangka menengah dan panjang, karena ia menilai MK sudah terlalu banyak mengerjakan urusan di luar tupoksinya.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 31 Agu 2024, 09:21 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2024, 09:21 WIB
Arteria Dahlan
Arteria Dahlan (Dok. Liputan6.com)

 

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung menyampaikan DPR berencana mengevaluasi posisi MK lantaran MK terlalu banyak mengerjakan urusan diluar tupoksinya. 

Anggota DPR dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan menyatakan, pihakmya tak sepakat dan mempertanyakan maksud dan urgensi dari rencana evaluasi tersebut.

“Sekarang ini kita terjadi suatu fakta putusan MK yang menjadikan demokrasi terbuka lebar. Dan itulah yang diinginkan rakyat. Atas dasar itu kita melakukan penyikapan untuk merevisi UU MK, ini yang kita pertanyakan,” kata Arteria di Kompleks Parlemen Senayan, dikutip Sabtu (31/8/202).

Arteria menilai, DPR hingga presiden harus melakukan tobat nasuha atau kembali ke aturan dan jalan yang benar. 

"Saya menyarankan saat ini kita melakukan tobat nasuha. Semuanya tobat, presidennya tobat ya DPR-nya juga tobat. Rakyat memberikan kesempatan untuk kita kembali, kita semua ini kembali untuk berbuat baik, apa? Buat undang-undang dengan benar, dengan prosedural, dengan penuh kecermatan, penuh kekhidmatan," pungkasnya.

Sebelumnya, Doli mengatakan, DPR akan mengevaluasi posisi MK dalam jangka menengah dan panjang, karena ia menilai MK sudah terlalu banyak mengerjakan urusan di luar tupoksinya. 

"Jadi nanti kita evaluasi posisi MK-nya, karena memang sudah seharusnya kita mengevaluasi semuanya tentang sistem, mulai dari sistem pemilu hingga sistem ketetanegaraan. Menurut saya, MK terlalu banyak urusan dikerjakan, yang sebetulnya bukan urusan MK," Doli dalam diskusi daring dikutip dari kanal Youtube Gelora TV, Jumat (30/8/2024).

Doli mencontohkan, soal sengketa pemilu, terutama pilkada yang juga ditangani MK. Doli menyebut judul lembaganya adalah Mahkamah Konstitusi, tugasnya adalah merewiew UU yang bertentangan dengan UUD 1945, namun kini juga masuk pada hal-hal teknis.

"Disamping itu banyak putusan-putusan yang mengambil kewenangan DPR selaku pembuat undang-undang. Pembuat undang-undang itu hanya pemerintah dan DPR, tapi seakan-akan MK menjadi pembuat undang-undang ke-3. Meminjam istilahnya Pak Mahfuz, MK ini melampaui batas kewenangannya," ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Lakukan Perubahan Hirarki

DPR, lanjut politisi Partai Golkar ini, juga akan melakukan perubahan hirarki tata urutan peraturan perundang-udangan, karena keputusan MK ini suka atau tidak suka bersifat final dan mengikat dan hal itu memunculkan gugatan lain. 

"Akibatnya putusan MK memunculkan upaya politik dan upaya hukum baru yang harus diadopsi oleh peraturan teknis seperti halnya dengan putusan kemarin. Tetapi ketika DPR mau mendudukkan yang benar sesuai undang-undang, muncul demonstrasi mahasiswa dan kecurigaan. Karena itu, kita perlu melakukan penyempurnaan semua sistem, baik pemilu, kelembagan dan katetanagaraan" pungkasnya.

Infografis Beda Putusan MK dan DPR Terkait Revisi UU Pilkada. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Beda Putusan MK dan DPR Terkait Revisi UU Pilkada. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya