Liputan6.com, Jakarta - Eks KBO Reskrim Polresta Kupang Kota Ipda Rudy Soik dipecat setelah menjalankan sidang kode etik di Bidang Propam Polda NTT.
Ipda Rudy Soik dipecat hanya karena memasang garis polisi di tempat penampungan bahan bakar minyak (BBM) diduga ilegal, milik beberapa pengusaha di Kota Kupang.
Advertisement
Baca Juga
Dari hasil sidang, polisi yang terkenal karena membongkar mafia perdagangan manusia di NTT ini dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Advertisement
Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Ariasandy, mengatakan pelaksanaan sidang kode etik terhadap Ipda Rudy Soik sebagai respon terhadap dugaan pelanggaran terkait prosedur penyidikan.
Menurutnya, sidang itu bertujuan untuk menegakkan disiplin dan integritas di lingkungan Polri.
"Hasil pemeriksaan sidangnya Rudy Soik dinyatakan terbukti bersalah dan dijatuhi sanksi PTDH dari dinas Polri," ujar Ariasandy.
Dia mengatakan, Rudy telah melakukan perbuatan pelanggaran kode etik profesi polri dengan melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau standar operasional prosedur.
Kapolda NTT Irjen Pol Daniel Tahi Monang Silitonga pun angkat bicara mengenai pemecatan Inspektur Dua Rudy Soik. Menurut Daniel, pelanggaran yang berat dan banyak membuat Rudy tidak layak dipertahankan sebagai anggota Polri.
Daniel mengatakan, sidang Komisi Kode Etik Polri merupakan sidang yang menyoroti aspek etika profesional seorang Polri. Para hakim etik yang memimpin terdiri dari perwira-perwira senior.
"Pasti menyoroti segala aspek, rekam jejak pelaksanaan tugas, sikap, perilaku, pelanggaran terhadap etika kepribadian, etika kenegaraan, etika kelembagaan, serta etika dalam hubungan dengan masyarakat," kata Daniel, Jumat 18 Oktober 2024.
Kemudian, Ipda Rudy Soik tiba-tiba didatangi beberapa anggota Provos Polda NTT di kediamannyaada Senin 21 Oktober 2024, Ipda Rudy Soik, mantan KBO Reskrim Polres Kupang Kota, tiba-tiba didatangi beberapa anggota Provos Polda NTT di kediamannya.
Kedatangan puluhan provos itu berniat menangkap Rudy Soik untuk diamankan di tempat khusus atau patsus Polda NTT.
"Ada sekitar 20 anggota datang untuk menangkap saya," kata Rudy, Senin 21 Oktober 2024.
Berikut sederet fakta terkait pemecatan Eks KBO Reskrim Polresta Kupang Kota Ipda Rudy Soik dihimpun Tim News Liputan6.com:
Â
1. Dipecat Karena Tiga Kali Langgar Disiplin
Ipda Rudy Soik, eks KBO Reskrim Polresta Kupang Kota akhirnya dipecat setelah menjalankan sidang kode etik di Bidang Propam Polda NTT. Rudy dipecat hanya karena memasang garis polisi di tempat penampungan bahan bakar minyak (BBM) diduga ilegal, milik beberapa pengusaha di Kota Kupang.
Dari hasil sidang, polisi yang terkenal karena membongkar mafia perdagangan manusia di NTT ini dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Ariasandy mengatakan pelaksanaan sidang kode etik terhadap Ipda Rudy Soik sebagai respon terhadap dugaan pelanggaran terkait prosedur penyidikan.
Menurutnya, sidang itu bertujuan untuk menegakkan disiplin dan integritas di lingkungan Polri.
"Hasil pemeriksaan sidangnya Rudy Soik dinyatakan terbukti bersalah dan dijatuhi sanksi PTDH dari dinas Polri," ujarnya.
Menurutnya, Rudi telah melakukan perbuatan pelanggaran kode etik profesi polri dengan melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau standar operasional prosedur.
Dalam penyelidikan dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak, Rudi dinilai tidak profesional karena melakukan pemasangan police line (garis polisi) pada drum dan jerigen yang kosong di lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar.
"Tidak terdapat barang bukti dan tidak didukung dengan administrasi penyelidikan sehingga menyebabkan korban Ahmad Anshar dan Algajali Munandar merasa malu," ucap Ariasandy.
"Tindakan Rudi itu menimbulkan polimik dikalangan masyarakat dan keluarganya merasa malu dengan pemberitaan media massa seolah-olah telah melakukan kejahatan," tambahnya.
Atas tindakan Ipda RS tersebut, telah dilakukan audit investigasi serta pemeriksaan oleh akreditor.
Tindakan Ipda Rudi telah melanggar kode etik profesi polri sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (1), dan pasal 14 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang pemberhentian anggota polri dan/atau pasal 5 ayat (1) b, c dan pasal 10 ayat (1) huruf a angka 1, dan huruf d Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Komisi Kode Etik Polri.
Sesuai fakta hukum, maka komisi berpendapat persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 63 ayat 1 Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 telah terpenuhi sehingga sah secara hukum bagi komisi untuk memutuskan dan menjatuhkan sanksi.
Â
Advertisement
2. Sudah Jalani Sidang Etik, Sebut Punya Bukti
Ipda Rudy Soik dipecat dalam sidang Komisi Kode Etik Polri yang berlangsung di Polda NTT pada Jumat 11 Oktober 2024. Sidang dipimpin Komisaris Besar Robert Antoni Sormin dengan wakil Komisaris Yan Kristian Ratu serta anggota Komisaris Nicodemus Ndoloe.
Dikatakan, Rudy melanggar kode etik profesi Polri berupa ketidakprofesionalan dalam penyelidikan dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Bentuknya berupa pemasangan garis polisi di lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar di Kota Kupang.
Sebelum sidang kode etik itu, Rudy diperhadapkan beberapa masalah. Kabid Humas Polda NTT Kombes Ariasandy mengatakan, Rudy digerebek di tempat hiburan.
"Kami punya bukti dan dia (Rudy Soik) mengakui adanya video itu dalam persidangan terkait pelanggaran disiplin," kata Ariasandy.
Dalam room karaoke itu terdapat empat orang. Mereka adalah Rudy, Kasat Reskrim Polresta Kupang Kota AKP Yohanes Suhardi, dua polwan yang bertugas di Polda NTT, yakni Ipda Lusiana Lado dan Brigpol Jean E Reke.
Menurut Ariasandy, atas bukti video dan pengakuan itulah, Rudy dijatuhi hukuman berupa penempatan khusus selama 14 hari dan demosi ke luar Polda NTT selama 3 tahun. Rudy kemudian mengajukan banding tetapi ditolak dan malah ditambah lagi demosi menjadi 5 tahun.
Sementara terkait putusan sidang etik yang memecat Rudy, kata Ariasandy, Rudy memasang garis polisi di lokasi yang tak ada barang bukti BBM bersubsidi. Pemilik barang bukti itu juga membantah telah memberikan sejumlah uang kepada polisi.
"Kami punya bukti dan dia mengakui adanya video itu dalam persidangan terkait pelanggaran disiplin," jelasnya.
Di luar dua kasus di atas, Rudy juga dilaporkan dalam banyak kasus lagi, antara lain memfitnah atasan, melakukan pungutan liar, melakukan penganiayaan, menurunkan citra Polri, meninggalkan tempat tugas keluar wilayah hukum Polda NTT tanpa izin, dan mangkir dari dinas selama tiga hari secara berturut-turut.
"Semua itu sudah ada sanksinya," ujar Ariasandy.
Ia menambahkan, jika dalam setahun terjadi tiga kali pelanggaran disiplin, seorang anggota Polri bisa dibawa ke komisi etik yang berujung pada pemecatan. Dalam sidang, Rudy dinilai berbelit-belit dan tidak kooperatif. Rudy meninggalkan ruang sidang ketika pembacaan putusan oleh majelis etik.
Â
3. Ipda Rudy Membantah
Rudy meyakini, segala tuduhan yang dialamatkan kepada dirinya tidak lepas dari penyelidikan yang ia lakukan mengenai mafia BBM bersubsidi di NTT. Mafia itu melibatkan sejumlah pihak, termasuk anggota Polri yang bertugas di Polda NTT.
Jaringannya dalam beberapa tingkatan. Ada orang-orang yang mendapatkan banyak barcode dari oknum pemerintah untuk membeli BBM bersubsidi. Ini disebut tim pengepul. BBM dimaksud kemudian dibawa ke tempat penimbunan yang dikuasai beberapa orang.
Selanjutnya, BBM bersubsidi itu dijual ke industri, juga untuk berbagai proyek infrastruktur. Bahkan, BBM bersubsidi itu diselundupkan hingga ke negara tetangga, Timor Leste.
"Dalam distribusi, barang ilegal ini dikawal oleh oknum polisi," kata Rudy.
Berangkat dari informasi lapangan itu, pada 15 Juni 2024, Rudy mendapat perintah penyelidikan. Pada hari itu, tim menangkap salah satu pelaku penimbunan bernama Ahmad di kawasan Alak, Kota Kupang. Dari hasil penyidikan diketahui ada oknum polisi yang mendapat setoran Rp 30 juta.
Rudy juga secara terang-terangan menyebut polisi yang bertugas di Direktorat Kriminal Khusus Polda NTT dan Direktorat Sabhara Polda NTT terlibat. Ada juga di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT.
"Mafia BBM itu ada di mana-mana. Mereka berjejaring," jelas Rudy.
Â
Advertisement
3. Kapolda NTT Buka Suara
Kapolda NTT Irjen Pol Daniel Tahi Monang Silitonga angkat bicara mengenai pemecatan Inspektur Dua Rudy Soik. Menurut Daniel, pelanggaran yang berat dan banyak membuat Rudy tidak layak dipertahankan sebagai anggota Polri.
Daniel mengatakan, sidang Komisi Kode Etik Polri merupakan sidang yang menyoroti aspek etika profesional seorang Polri. Para hakim etik yang memimpin terdiri dari perwira-perwira senior.
"Pasti menyoroti segala aspek, rekam jejak pelaksanaan tugas, sikap, perilaku, pelanggaran terhadap etika kepribadian, etika kenegaraan, etika kelembagaan, serta etika dalam hubungan dengan masyarakat," kata Daniel.
Menurut Daniel, tidak gampang memberhentikan dengan tidak hormat atau memecat seorang anggota Polri.
"Tetapi kalau sampai sidang Komisi Kode Etik Polri memberhentikan seorang, itu berarti etika dan profesi sebagai Polri sudah tidak layak lagi untuk dipertahankan," ujar Daniel.
Â
4. Provos Polda NTT Gagal Jemput Paksa Ipda Rudy Soik
Ipda Rudy Soik, mantan KBO Reskrim Polres Kupang Kota, tiba-tiba didatangi beberapa anggota Provos Polda NTT di kediamannya, Senin 21 Oktober 2024 sore. Kedatangan puluhan provos itu berniat menangkap Rudy Soik untuk diamankan di tempat khusus atau patsus Polda NTT.
"Ada sekitar 20 anggota datang untuk menangkap saya," kata Rudy, Jumat 18 Oktober 2024.
Ia mengatakan, polisi yang datang ke kediamannya itu tidak membawa surat tugas atau surat perintah penangkapan dan mengklaim diperintahkan langsung oleh Kapolda NTT.
"Tidak ada dasar penangkapan. Katanya perintah Kapolda," ucap Rudy.
Kedatangan polisi ini memicu ketegangan, terutama karena Rudy saat itu sedang bersama anak-anaknya. Kehadiran pengacara di lokasi membuat situasi semakin tegang, dengan perdebatan mengenai legalitas penjemputan yang dilakukan tanpa dokumen resmi.
Setelah gagal menunjukkan dasar hukum yang jelas, rombongan polisi akhirnya meninggalkan tempat tersebut tanpa membawa Rudy Soik.
Penasihat Hukum Ipda Rudy Soik, Ferdi Makhtaen, menilai upaya jemput paksa aparat Polda NTT terhadap Ipda Rudy Soik sebagai bentuk arogansi Kapolda NTT, Irjen Pol. Daniel Tahi Monang Silitonga dan tidak manusiawi karena tanpa surat perintah.
"Menurut kami ini tindakan tidak manusiawi. Apakah dibarengi dengan dendam pribadi? Ini bukan sekadar untuk penegakan aturan di internal, tetapi ini ada unsur lain," sebutnya.
Â
Advertisement
5. Turut Dilaporkan soal Pencemaran Nama Baik
Setelah divonis pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH), Ipda Rudy Soik kini dilaporkan ke Polda NTT oleh Al Gazali Munandar, warga Kelurahan Batuplat, Kota Kupang.
Ipda Rudy Soik dilaporkan terkait dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dengan nomor LP/B/289/X/2024/SPKT/Polda Nusa Tenggara Timur.
Al Gazali Munandar merupakan salah satu pengusaha BBM di Kota Kupang yang usahanya dipasang garis polisi oleh Ipda Rudy Soik terkait penimbunan BBM ilegal.
Kuasa hukum Al Gazali, Bildad Tonak menjelaskan kasus itu berawal saat kliennya disebut sebagai pelaku mafia BBM subsidi yang ramai diberitakan media massa.
Selain pemberitaan tersebut, rumah dan drum kosong bekas BBM jenis solar milik kliennya juga dipasang garis polisi. Padahal drum-drum kosong itu dibeli dari temannya dan tidak pernah melakukan penimbunan BBM subsidi.
"Atas kejadian tersebut, klien saya merasa keberatan dan datang ke ruang SPKT Polda NTT, untuk melaporkan pencemaran nama baik," jelas Bildad Tonak.
Ia berharap setelah melaporkan Ipda Rudy Soik ke SPKT Polda NTT, kasus dugaan penimbunan BBM subsidi yang diframing seolah-olah kliennya sebagai pelaku menjadi terang benderang.
"Kami tau bahwa klien kami orang yang benar-benar tidak terlibat dengan persoalan penimbunan BBM subsidi seperti yang disampaikan oleh Ipda Rudy Soik ke media," ujarnya.
"Bagaimana dia menjadi pelaku penimbunan BBM subsidi, toh dia juga yang membagikan alamat rumahnya kepada Ipda Rudy Soik, yang saat itu hendak memeriksa di lokasi. Pelaku harusnya kabur bukan membagikan alamat rumahnya kepada polisi," tambah Bildad.
Sementara itu, Al Gazali Munandar membantah keras jika dirinya disebut terlibat dalam kasus mafia penimbunan BBM subsidi di Kota Kupang.
"Saya tidak pernah terlibat dalam kasus penimbunan BBM subsidi. Semua itu hanya tuduhan saja, dan saya juga dituduh menyuap anggota polisi, saya nyatakan itu tidak benar," tutup Al Gazali.